Konsekuensi Perbaikan Jalan Rusak Diambil Alih Pusat
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 12 Mei 2023 11:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengambil alih perbaikan jalan rusak di Lampung. Pengambil alihan perbaikan dari daerah ke pusat ini mengundang sejumlah konsekuensi menurut pengamat transportasi, kebijakan publik hingga ekonomi.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia atau MTI Deddy Herlambang mengatakan pengambilalihan perbaikan jalan rusak itu tidak baik dari sisi pendidikan tatanan kenegaraan. Sebab, ada misedukasi birokrasi.
"Di Undang-Undang tentang Jalan sudah jelas bahwa jalan provinsi itu tanggung jawab Gubernur, tidak bisa langsung serta merta Pemerintah Pusat ikut bertanggung jawab. " ujar Deddy lewat keterangan tertulis pada Tempo, Rabu 10 Mei 2023.
Mendatang, kata dia, risikonya akan menjadi preseden buruk bagi Pemda provinsi lain karena malas membenahi prasarana jalan di daerahnya. Kemudian, Pemerintah Provinsi itu berharap Pemerintah Pusat ikut membantu membenahi jalan dengan mengambil benchmark Provinsi Lampung.
"Kalau Lampung menjadi role model negatif seperti ini, percuma juga ada Pemda, Otda karena semua kembali sentralisasi ke Pemerintah Pusat, lebih baik Pemdanya dibubarkan saja," tutur dia.
Hal serupa diamini pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo. Menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah dengan mengambil alih perbaikan jalan di Lampung merupakan diskriminatif.
"Ya pastilah (ada konsekuensi tertentu). Kan kebijakan tidak boleh diskriminatif. Kalau cuma Lampung yang daerah lain gimana?" kata Agus ketika ditanyai via telepon pada Rabu.
Menurut dia, berdasarkan aturan yang menjadi rujukan kebijakan tersebut, yaitu Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah, semua daerah yang meminta perbaikan jalan diambil Pemerintah Pusat harus diberikan.
"Pemerintah nggak boleh mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif. Kan harus semua pihak dikenakan itu, nggak bisa cuma satu orang," tutur Agus.