Bantuan Produktif Usaha Mikro, Efektif Kerek Ekonomi?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 19 Agustus 2020 17:26 WIB
Dalam pelaksanaan program tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa data memang menjadi tantangan tersendiri yang perlu diselesaikan pemerintah.
"Yang paling sulit adalah kalau secara masif anggarannya diberikan, maka yang terjadi kalau datanya belum bersih dan belum terkonsolidasi, nanti ada masyarakat yang mendapatkan lebih dari satu bantuan pemerintah, tapi ada juga yang tidak mendapatkan sama sekali," ujar dia, Selasa, 11 Agustus 2020.
Karena itu, dia memastikan pemerintah akan melakukan pembersihan data. Sehingga, penyaluran bisa tepat dan akurat kepada masyarakat yang berhak menerima. Sebab, ia mengatakan bahwa pada akhirnya program-program tersebut pun akan diaudit. Sehingga ia ingin memastikan program tersebut tidak menimbulkan masalah dari sisi akuntabilitas.
"Karena ini semua harus dipertanggungjawabkan. Dan memang trade-off antara kecepatan dan ketepatan ketika bahan baku data belum lengkap menjadi sesuatu yang menantang bagi semuanya," kata Sri Mulyani.
Berkaitan dengan pernyataan Sri Mulyani tersebut, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun juga mengingatkan adanya dua kunci yang harus dilakukan pemerintah untuk memastikan bantuan tersebut tepat sasaran. Keduanya akurasi data dan kecepatan penyaluran. "Penyaluran program bantuan ini harus tepat, jangan asal ngasih saja," kata Ikhsan kepada Tempo.
Ia meminta pemerintah melakukan pendataan ulang agar penyaluran itu menjadi tepat dan bisa menggerakkan perekonomian secara efektif. Dengan data yang akurat, penyaluran pun bisa dilakukan dengan lebih cepat. Semakin cepat penyaluran dilakukan, ujar dia, akan semakin cepat pelaku usaha membelanjakan dana tersebut.
"Karena kan tujuannya adalah orang, terutama di usaha produksi, memegang duit untuk belanja atau mengeluarkan uang untuk belanja agar PDB berjalan kembali," kata Ikhsan.
Bergulirnya program tersebut pun diharapkan bisa berjalan seiring dengan realisasi program-program yang telah direncanakan sebelumnya. "Kan ada Rp 123 triliun anggaran untuk UMKM, program BLT itu salah satunya, lalu ada restrukturisasi dan modal kerja, itu dulu segera diselesaikan dan dipermudah."
Ikhsan berharap bantuan produktif itu bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha mikro yang sebelumnya belum bisa mengakses lembaga pembiayaan. Dengan demikian akan dampak bergulir dari belanja para pengusaha di tengah pandemi ini. "Misalnya usaha kuliner kan dengan membeli sayur itu usaha di bawahnya seperti peedagang sayur, sampai transportasi akan ikut terkena dampaknya," kata dia.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus pun menilai validasi data menjadi persoalan krusial dan masalah klasik bagi setiap program di Tanah Air. Data yang tidak valid dinilai akan membuat penyaluran bantuan menjadi lambat.
Di samping soal data, ia berpendapat bahwa pemerintah tidak bisa hanya memberi bantuan modal kepada para pelaku usaha mikro. Sebab, menurut dia, masalah bagi para pengusaha tersebut bukan hanya soal modal. Melainkan juga ada masalah-masalah lainnya, misalnya soal akses pemasaran, akses terhadap teknolodi digital, hingga perkara keterampilan sumber daya manusia.
Heri meminta bantuan tersebut diberikan secara menyeluruh, misalnya dengan adanya panduan dan bantuan kemitraan. Sehingga, para pelaku usaha pun tidak bingung akan mempergunakan bantuan tersebut untuk apa dan akhirnya bisa bangkit kembali di tengah pandemi ini. "Kalau cuma dikasih modal tanpa diarahkan, dikhawatirkan bantuan tidak efektif. Tidak produktif dan malah buat konsumsi," tutur Heri.
Ia pun menyarankan menyarankan pemerintah untuk memberikan panduan teknis, menyediakan kanal pelaporan dan pemantauan, hingga mengadakan evaluasi bagi penyaluran bantuan tersebut. Tanpa itu, Heri tidak yakin bantuan tersebut bakal efektif mengerek pertumbuhan ekonomi nasional keluar dari zona negatif di akhir tahun ini.
CAESAR AKBAR I DEWI NURITA