Lampu Kuning Banjir Produk Cina Akibat Melemahnya Yuan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 14 Agustus 2019 15:16 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan dampak melemahnya Yuan telah dirasakan anggotanya. Salah satunya yaitu meningkatnya beberapa produk berbasis polyester, denim, hingga rajut dari Cina. Barang-barang dari Cina ini, kata Ade, 15 persen lebih murah dari barang produksi dalam negeri. “Lampu kuning sudah menyala, jangan sampai jadi lampu merah,” kata dia.
Pendapat Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta setali tiga uang. Menurut dia, devaluasi Yuan akan membuat pertumbuhan produksi industri benang dan kain berada di zona merah pada tahun ini. Pasalnya, harga benang dan kain yang diimpor akan jauh lebih murah, sehingga volume yang masuk pun bertambah.
Redma mengatakan devaluasi Yuan pada akhirnya juga akan berdampak pada industri garmen. Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan volume garmen impor yang bertambah tiap tahunnya.
“Meskipun impornya sedikit, tapi pertumbuhannya besar. Konveksi juga sudah mulai ngap-ngapan. Para IKM [industri kecil dan menengah] sudah mulai mengeluh karena sudah mulai masuk impor garmen baju-baju muslim. Kebanyakan dari Cina dan Vietnam, tapi paling banyak Cina,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurut dia, gudang-gudang produsen benang dan kain di Jawa Tengah dan Timur telah menumpuk satu bulan terakhir karena pasar domestik telah jenuh akan produk impor. Dia memperkirakan devaluasi Yuan akan menjadikan proyeksi produksi ke zona merah.