Pamer Kereta Cepat Jakarta-Bandung Meski Belum Rampung
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 17 November 2022 16:19 WIB
Cost overrun kereta cepat
Proyek KCJB juga menghadapi tantangan yakni perbedaan perhitungan pembengkakan biaya (cost overrun) antara pihak Indonesia dan Cina. Sumber Tempo yang mengetahui persoalan ini mengatakan selisih perhitungan pembengkakan biaya antara pihak Indonesia dan Cina—yang ditinjau Badang Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP)—cukup besar. Dokumen yang diperoleh Tempo mengkonfirmasi hal tersebut.
Pada asersi pertama BPKM di awal 2022, nilai pembengkakan biaya proyek kereta cepat ditaksir sebesar US$ 1,176 miliar. Jumlah itu bertambah setelah BPKP melakukan asersi kedua pada triwulan III 2022. Dalam hasil asersi yang dilaporkan kepada Komite Kereta Cepat, BPKP memperkirakan nilai pembengkakan biaya kereta cepat sebesar US$ 1,449 miliar (sekitar Rp 22,2 triliun pada kurs Rp 15.331 per dolar AS).
Penambahan nilai pembengkakan pada asersi kedua itu bersumber dari perhitungan tambahan biaya keseluruhan pembangunan konstruksi, perpajalan, serta relokasi fasilitas dan fasilitas umum yang terkena dampak pembangunan jalur kereta cepat. Namun, itu belum mencakup semua kebutuhan dana proyek, karena masih ada hal lain yang perlu ditinjau.
Dua aspek lain yang belum dihitung oleh BPKP tapi berpotensi turut menambah pembengkakan biaya adalah komponen perubahan harga yang akan diajukan grup kontraktor High Speed Contractor Consortium (HSRCC). Besarannya belum diketahui pasti karena masih menunggu hasil penilaian Dewan Penyelesaian Sengketa.
Kemudian ada alokasi dana cadangan sebesar 5-8 persen dari nilai kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi. Jika dua komponen ini dihitung, diperkirakan estimasi total cost overrun kereta cepat akan mencapai 1,9 miliar (sekitar Rp 29,1 triliun).
Menurut Juru bicara BPKP, Eri Satriana, sejauh ini lembaganya belum menerima permintaan asersi ketiga dari pemerintah atas cost overrun kereta cepat. Namun, kata dia, dalam asersi kedua, BPKP memang telah memperhitungkan sejumlah komponen, seperti perpajakan, yang mempengaruhi hasil review.
"Hasil review dan rekomendasi telah kami serahkan kepada yang meminta (Kementerian BUMN)," kata Eri, melalui jawaban tertulis.
Berbeda dengan perhitungan versi Indonesia, pihak Cina membuat perhitungan pembengkakan biaya dengan nilai lebih rendah. Besaran cost overrun versi Cina tercatat sebesar US$ 982 juta. Sumber Tempo mengatakan, selisih besaran yang cukup jauh itu disebabkan oleh beberapa komponen yang tidak diperhitungkan Cina, misalnya soal biaya persinyalan.
Jika ditambah perhitungan pembengkakan biaya versi BPKP, nilai total proyek kereta cepat yang semula sebesar US$ 6,07 miliar, membengkak jadi US$ 7,5 miliar (sekitar Rp 115 triliun). Sedangkan jika ditambah dengan perhitungan versi Cina, nilai keseluruhan proyek menjadi US$ 7,05 miliar (sekitar Rp 107 triliun).
Adapun jika ditambahkan dengan potensi cost overrun sebesar US$ 1,9 miliar, nilai proyek menggelembung jadi US$ 7,97 miliar, atau sekitar Rp 122 triliun. Jumlah itu hampir menyamai anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023.
Kas negatif KCIC
Perbedaan hitungan itu kini menjadi ganjalan karena besaran angka cost overrun tak kunjung ditentukan. Walhasil, suntikan dana pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) dan pinjaman dari China Development Bank (CDB) pun diperkirakan belum bisa segera dicairkan.
"Perbedaannya sangat besar. Kalau angka cost overrun tidak cepat diputuskan, pembiayaan bisa berhenti dan proyek mandek," ujar sumber tersebut kepada Tempo, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, pencairan suntikan dana maupun pinjaman untuk membiayai cost overrun proyek sepur berkecepatan 350 kilometer per jam itu dibutuhkan pada bulan ini. Pasalnya, tanpa masuknya pendanaan, maka per triwulan IV 2022, arus kas proyek akan negatif.
Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa pada tiga bulan terakhir tahun ini, KCIC akan membutuhkan dana sebesar US$ 1,46 miliar untuk membiayai proyek. Sementara kas yang tersedia hanya sebesar US$ 771 juta. Dengan demikian, pada triwulan IV 2022, KCIC bakal menanggung defisit hingga US$ 689 juta.
Ihwal permasalahan tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Rahadian Ratry, mengatakan Perseroan masih menunggu keputusan dari Komite Kereta Cepat. Menurut dia, sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 93 tahun 2021, besaran pembiayaan cost overrun akan diputuskan oleh Komite Kereta Cepat.
“Yang diketuai oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan beranggotakan Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan, setelah mendapatkan review dari BPKP," ujar dia.
Namun demikian, Rahadian membenarkan adanya perbedaan perhitungan angka pembengkakan biaya antara Indonesia dan Cina. Ia mengatakan perbedaan hitungan itu disebabkan perbedaan asumsi dan metode dalam melakukan asersi. Sebagai contoh, kata dia, pihak Cina mengasumsikan penggunaan frekuensi GSM-R (frekuensi untuk persinyalan kereta) tak dikenakan biaya alias gratis, seperti di negara mereka.
Padahal di Indonesia, frekuensi pita lebar 900 Mhz sudah digunakan oleh industri telekomunikasi sejak 1990-an. "Sehingga untuk implementasi GSM-R akan dilakukan dengan skema kerja sama sharing frekuensi antara Telkomsel dengan KCIC dan itu ada biaya investasinya, tidak gratis," ujar Rahadian.
Karena itu, dia berujar, hal ini kini menjadi bahan diskusi dan terus dinegosiasikan antara kedua negara. Pada lain kesempatan, saat ditanya mengenai dampak tidak kunjung putusnya angka final pembiayaan cost overrun kepada target operasional kereta cepat, Rahadian tidak membalas pesan Tempo.
MOH KHORY ALFARIZI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA | KORAN TEMPO
Baca juga: Momen Jokowi dan Xi Jinping Saksikan Uji Dinamis Kereta Cepat Seusai KTT G20
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.