Terbentur Kebijakan Abu-abu Pembukaan MICE Skala Masif
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 30 September 2021 19:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Berulang kali mengikuti rapat persiapan pembukaan acara meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE), Hosea Andreas Runkat merasa kecele. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperasi) itu mengatakan pemerintah sudah berulang kali melempar wacana membuka kegiatan ekonomi, seperti pameran dan konser, namun pelaksanaannya molor.
Mundurnya pembukaan MICE, ia menilai, bukan hanya disebabkan faktor pandemi Covid-19. Acap rencana itu sulit terealisasi akibat ketidaksinkronan kebijakan antar-kementerian dan lembaga. Saat ini, pemerintah dinilai tak punya aturan solid soal pelaksanaan kegiatan pameran, konferensi, sampai konser di tingkat pusat dan daerah.
Sikap pemerintah dinilai abu-abu dan tidak memberikan kepastian bagi dunia usaha. “Kenyataan di lapangan tidak semudah itu. Kami prediksi mungkin implementasi pembukaan MICE baru tahun depan. Sinkronisasinya, kadang-kadang Kementerian ini bilang apa, lalu pemerintah daerah mengambil alternatif,” ujar Hosea saat dihubungi pada Kamis, 30 September 2021.
Hosea bercerita, ia telah mengikuti rangkaian rapat pembukaan MICE sejak akhir 2020 bersama pemerintah. Kala itu pemerintah sudah mewacanakan akan membuka kegiatan di convention center, seperti pameran, secara bertahap pada 2021.
Pameran sempat berjalan satu kali pada Februari di JIExpo Kemayoran, yakni Indonesia International Motor Show. Pemerintah memberikan izin kepada pengelola untuk menggelar pameran dengan kapasitas pengunjung yang dibatasi. Namun setelah itu, tak ada lagi pameran skala nasional yang terlaksana.
Apalagi sejak gelombang kedua pandemi merebak di Indonesia, pemerintah menyetop sementara acara MICE yang melibatkan banyak orang. Hosea mengatakan pengusaha membutuhkan relaksasi izin untuk menggelar acara pameran di tengah angka Covid-19 yang telah menunjukkan tren penurunan penyebaran kasus.
Pengusaha disebut-sebut telah menantikan pembukaan kegiatan MICE dan mempersiapkan infrastruktur dan fasilitas yang mendukung pelaksanaan kegiatan pameran sesuai protokol kesehatan yang ditentukan. “Kami sudah siap. Tinggal tunggu pemerintah. Ibaratnya kami air, ini sudah di ujung keran, tinggal dibuka,” tutur Hosea.
Selama pandemi Covid-19, Asperasi mencatat pengusaha yang bergerak di sektor MICE mengalami rugi bandar. Pada 2020, kerugian sektor usaha convention center mencapai Rp 43-44 triliun. Kerugian tahun ini, ia memprediksi, akan lebih besar dari tahun lalu.
<!--more-->
Dia memberikan gambaran, bila tahun lalu terdapat 20 pameran yang terlaksana di Jakarta, tahun ini diperkirakan jumlahnya lebih kecil. Karena itu, kerugian ditanggung pengusaha sampai akhir tahun bisa menembus Rp 55-60 triliun.
“Jadi saya kira kinerja MICE sampai akhir tahun tidak lebih dari 50 persen ketimbang kondisi normal. Kalau pun MICE dibuka, seperti aturan di Kementerian Dalam Negeri, pengunjung masih dibatasi maksimal 25 persen,” ujar Hosea.
Berangkat dari kondisi tersebut, Hosea mengatakan pengusaha membutuhkan tes uji coba untuk mengukur potensi tamu pengunjung pameran. “Kami perlu tahu minat peserta, minat pengunjung. Kami akan membuat peta apakah pameran masih bisa berjalan dengan skala seperti apa,” tuturnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan pelaksanaan kegiatan MICE mengacu pada Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2021. Sesuai beleid tersebut, kegiatan MICE dapat dilaksanakan di daerah dengan kategori hijau atau kuning.
Ia menyebut pemerintah telah memiliki acuan pembukaan kegiatan. Kemenparekraf, kata Sandiaga, sudah menerbitkan panduan penerapan protokol kesehatan berbasis cleanliness, health, safety, dan environment sustainability atau CHSE di sektor MICE yang dapat menjadi pegangan bagi asosiasi, industri, maupun stakeholder lainnya.
“Pengelola kegiatan agar memperhatikan titik kritis seperti musala, toilet. Lalu untuk pelaksanaan kegiatan indoor harus memperhatikan kondisi ruangan, jarak, durasi, serta tetap memanfaatkan aplikasi PeduliLindungi,” ujar Sandiaga.
Adapun untuk kapasitas kegiatan MICE, Sandiaga mengatakan pelaksanaannya mengikuti peraturan PPKM yang berlaku. Paket rapat atau konferensi di hotel, misalnya, dilaksanakan secara bertahap dengan kapasitas 50 persen untuk daerah dengan level PPKM yang telah diberi izin menyelenggarakan MICE.
Pemerintah pun menampik soal ketidaksinkronan antar-lembaga maupun kementerian. Sandiaga menjelaskan kementeriannya telah bekerja sama dengan lembaga maupun instansi lain dalam melaksanajan kebijakan.
<!--more-->
“Kami membentuk task force bersama dengan Polri, Kementerian Kesehatan, serta BNPB dalam mengeluarkan izin atau rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan MICE yang sesuai dengan protokol panduan CHSE yang ketat,” katanya.
Selain itu, Kementerian bekerja sama dengan Kadin untuk menyiapkan berbagai agenda besar, seperti G20 yang akan berlangsung pada 2022. Sandiaga berharap pembukaan kegiatan MICE secara bertahap akan mengawali terlaksananya agenda-agenda skala jumbo.
Selain G20, Indonesia digadang-gadang menjadi tuan rumah untuk Destination Wedding Planner (DWP), Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) Conference; Global Platform For Disaster Risk Reduction (GDPRR), dan CIDESCO World Congress.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengingatkan agar pembukaan kegiatan MICE dilakukan secara hati-hati dan diawali dengan uji coba. Kondisi kesehatan pengunjung, kata dia, harus tercatat dalam aplikasi PeduliLindungi untuk mencegah munculnya klaster baru Covid-19.
“Sehingga orang yang berpotensi menularkan dan tertular tidak masuk ke dalam temapt umum tersebut. Protokol kesehatan juga harus dilakukan secara benar. Jika hal-hal ini dilakukan dengan benar dan dipantau ketat, risiko penularan bisa ditekan meskipun MICE dibuka,” ujar Iwan.
Dari sisi penanganan pandemi, Iwan mengatakan penyebaran virus corona di Indonesia saat ini cenderung terkendali. Melihat tren kasus saat ini, kegiatan sosial dan ekonomi sudah dapat dilonggarkan, namun dengan protokol kesehatan ketat.
Ia mencontohkan, jika dalam penyelenggaraan acara terlihat ada pelanggaran aturan protokol kesehatan, pengelolanya mesti diberi sanksi penutupan tempat.
Ihwal adanya ancaman gelombang ketiga pada akhir tahun, Iwan menyebut risiko ini dapat muncul karena ada temuan varian virus corona baru atau tidak terlaksananya protokol kesehatan. “Jika ada varian baru yang lebih menular dan lebih kebal terhadap vaksin, risiko gelombang ketiga lebih tinggi,” tuturnya.
Baca: Utang Pemerintah Tembus Rp 6.625,43 Triliun, Sudah Lampu Merah?