Angin Segar dari Diskon Cantik Iuran BP Jamsostek
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Rabu, 9 September 2020 18:37 WIB
Menurut dia, relaksasi ini tidak hanya bisa meringankan beban perusahaan, tapi juga bisa mencegah adanya PHK. Tapi, Dipa berharap relaksasi ini tidak hanya sampai Januari 2021 saja, seperti yang tertutang dalam PP 49 Tahun 2020. "Mungkin bisa lebih," kata dia.
Di sisi lain, pada 23 Agustus 2020, kalangan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan penolakan terhadap penundaan iuran tersebut. Presiden KSPI Said Iqbal menilai kebijakan ini mengada-ada dan tidak tepat. “Dengan distop-nya iuran, maka yang akan diuntungkan adalah pengusaha," kata Said dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 23 Agustus 2020. Saat itu, Said Iqbal menyoroti khusus JHT dan JP. Sebab, jika iuran dihentikan sementara, maka artinya tabungan buruh untuk hari tua dan pensiun tidak akan mengalami peningkatan. "Karena itu, KSPI secara tegas menolak rencana ini," ujarnya.
Menjawab kekhawatiran sejumlah pihak seperti KSPI, Menaker Ida Fauziyah menjelaskan bahwa manfaat bagi peserta tidak akan berkurang ketika iuran direlaksasi. Ida memastikan hak dan manfaat bagi peserta tidak akan berubah sama sekali. "Tetap sebagaimana biasanya," kata dia. Ida mengatakan bahwa PP 49 Tahun 2020 hanya memberikan relaksasi iuran, bukan relaksasi manfaat ke peserta.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai relaksasi ini tidak akan membuat keuangan BP Jamsostek terganggu. Hal tersebut didasari pada data besarnya jumlah dana kelolaan JKK sebesar Rp 34,92 triliun dan JKM sebesar Rp 12,86 triliun per 31 Maret 2020.
Dengan rasio klaim JKK sekitar 26 persen dan JKM sekitar 30 persen, Timboel menilai penurunan pendapatan iuran masih dapat diatasi oleh badan tersebut. "Maka pengenaan keringanan iuran JKK dan JKM untuk seluruh perusahaan tidak akan mengganggu kesinambungan penyelenggaraan program," ujar Timboel, Selasa, 8 September 2020.
Dalam laporan keuangan BP Jamsostek tahun 2019 (audited), penerimaan iuran selalu lebih tinggi dari pembayaran manfaat bagi peserta. Rinciannya yaitu sebagai berikut:
1. JKK dengan iuran Rp 5,9 triliun dan pembayaran manfaat Rp 1,5 triliun (25 persen) untuk 182 ribu klaim
2. JKM dengan iuran Rp 2,8 triliun dan pembayaran manfaat Rp 862 miliar (30 persen) untuk 31 ribu klaim
3. JHT dengan iuran Rp 47,4 triliun dan pembayaran manfaat Rp 27 triliun (56 persen) untuk 1,9 juta klaim
4. JP dengan iuran Rp 17,2 triliun dan pembayaran manfaat Rp 196 miliar (1,1 persen) untuk 39 ribu klaim.
Dana iuran yang selalu melebihi klaim ini membuat surplus operasi pengelolaan program di BP Jamsostek meningkat. Dari Rp 26 miliar pada 2018 menjadi Rp 256 miliar pada 2019. Namun, surplus tahun berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk alias pemerintah turun, dari Rp 469 miliar menjadi Rp 318 miliar.
Meski demikian, Agus mengatakan BP Jamsostek sangat mencermati kondisi ketahanan dana di tengah relaksasi iuran ini. Menurut dia, perusahaan sudah mempersiapkan dana sejak April 2020, jauh sebelum PP 49 Tahun 2020 terbit. Tujuannya adalah untuk menjaga arus kas saat nanti diberlakukan relaksasi yang menimbulkan penurunan iuran peserta. "Insyaallah tidak akan menganggu likuiditas program BP Jamsostek," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Agar Dibolehkan Tunda Pembayaran Iuran BP Jamsostek, Perusahaan Wajib Lapor