Mendongkrak Konsumsi, Menangkal Ancaman Resesi
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Kamis, 6 Agustus 2020 17:04 WIB
"Ketidakpastian juga membuat kelas menengah ke atas mengambil posisi defensif terhadap uang mereka dengan tidak membelanjakannya, sehingga konsumsi pun tidak bergerak," ujar dia. Karena itu, Zaldy menekankan daya beli masyarakat menjadi salah satu komponen yang mesti dipulihkan apabila pemerintah mau menggerakkan perekonomian pada kuartal III 2020.
Perkara daya beli yang dimaksud Zaldy terlihat jelas dari lesunya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2020. Komponen yang selama ini tercatat sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi Tanah Air itu kini malah tumbuh minus 5,51 persen. Lesunya kinerja konsumsi, kata Kepala BPS Suhariyanto, terlihat dari penjualan eceran yang mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain makanan, minuman, dan tembakau, yang minus 0,71 persen.
Secara umum, empat sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada kuartal II 2020 justru terkontraksi. Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga, yang pada tahun lalu tumbuh 15,29 persen, tahun ini tumbuh minus 7,76 persen. Begitu pula konsumsi pemerintah yang tahun lalu tumbuh 8,23 persen, pada tahun ini malah minus 6,9 persen. Kondisi serupa juga terjadi pada konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto yang masing-masing tumbuh minus 5,51 persen dan minus 8,61 persen pada triwulan II 2020.
Merosotnya daya beli masyarakat bukan hanya membawa petaka pada sektor logistik, tapi juga pada bisnis retail. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia alias Aprindo memprediksi pertumbuhan retail pada tahun ini minus 3 persen.
Ketua Aprindo Roy Mandey mengatakan, anjloknya bisnis retail tak lain karena daya beli masyarakat yang merosot dan efisiensi perkantoran yang membatasi aktivitas. "Orang bisa belanja ke mal karena punya pekerjaan. Tapi banyak yang pendapatannya menurun karena bisnis atau kantornya juga terganggu," ujarnya.