Ancang-ancang Halau Perlambatan Ekonomi
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 6 November 2019 17:05 WIB
Sedikitnya ada 9 sektor mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu, misalnya industri 4,15 persen (yoy) dari sebelumnya 4,35 persen. Lalu pertanian juga terkontraksi menjadi 3,08 persen (yoy) sebelumnya 3,66 persen. Sementara 4 sektor yang tumbuh positif adalah transportasi dan pergudangan, jasa keuangan dan asuransi, informasi dan komunikasi serta real estate.
Suhariyanto menjelaskan, kondisi perekonomian global masih sangat diliputi dengan ketidakpastian di mana perang dagang masih berlangsung, tensi geopolitik di beberapa kawasan, dan harga komoditas yang fluktuatif yang menuju penurunan. Harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional pada kuartal ketiga tahun ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Hal ini berpengaruh ke penurunan ekonomi di negara-negara maju dan berkembang termasuk Indonesia," katanya.
Realisasi belanja pemerintah APBN pada kuartal ketiga tahun ini juga tercatat hanya 22,75 persen dari pagu 2019 atau turun dibandingkan dengan realisasi periode sama 2018 yang mencapai 25,59 persen dari pagu 2018. "Ini tentu berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat," ujarnya.
Yang paling kentara adalah penerimaan pajak yang melorot. Per akhir Agustus 2019 tercatat penerimaan pajak Rp 801,16 triliun atau 50,78 persen dari target. Sementara pada akhir tahun 2018 dan 2017 realisasi target penerimaan pajak bisa mencapai 92,41 persen dan 89,41 persen. Adapun penerimaan pajak di tahun 2014, 2015 dan 2016 masing-masing mencapai 91,56 persen, 81,96 persen dan 81,59 persen.
Namun Presiden Jokowi tetap optimistis melihat angka pertumbuhan ekonomi itu. "Sudah lebih dari 5 (persen) sudah bagus. Bandingkan dengan negara lain ada yang sudah minus, ada yang menuju ke nol, ada yang berkurang ke 1 persen, 2 persen. Ada yang anjlok di bawah 1 (persen). Ini patut kita syukuri," katanya. Terlebih jika mengingat kondisi global yang tidak menentu akibat adanya perang dagang, Brexit, dan resesi yang dialami sejumlah negara.
Ia pun meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan menteri di bawah koordinasinya untuk segera memperbaiki current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan serta neraca dagang. Menurut dia, hal ini merupakan agenda mendesak di tengah pelambatan ekonomi. “Kami akan konsentrasi di situ," ucapnya.
Oleh karena itu, Jokowi menjamin, kebijakan yang berorientasi dengan ekspor akan terus didorong pemerintah. Selain itu, pemerintah juga akan terus menggenjot produksi barang substitusi impor serta peningkatan daya saing produk ekspor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi adalah defisit transaksi berjalan dalam Neraca Pembayaran Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah akan berfokus memperkuat industrialisasi, sektor e-perizinan jadi lebih simpel dan bisa mendukung industri.
Selain mendorong sektor pariwisata, pihaknya juga akan merilis sejumlah kebijakan fiskal seperti pemberian tax holiday khususnya untuk industri prioritas untuk menjaring lebih banyak investor masuk. “Terutama manufaktur dan juga mendorong hilirisasi untuk menciptakan value added dan untuk industri substitusi impor," kata Sri Mulyani.