Bhima mengatakan, pemerintah perlu mengatur COI (Country of Origin) barang yang diperjual belikan di e-commerce, terutama yang dilakukan secara cross border. Dengan meregulasi COI barang yang diperdagangkan, pemerintah memiliki ada data yang jelas soal berapa porsi impor di marketplace tersebut. Pasalnya, selama ini banyak platform yang mengaku memberi kesempatan pada UMKM tapi sebatas jadi reseller barang impor, bukan sebagai produsen.
Kedua, Bhima menyarankan agar pemerintah mengintegrasikan seluruh data e-commerce dengan Bea Cukai dan perizinan impor di Kementerian Perdagangan. Menurut Bhima, data tersebut masih menjadi masalah, sehingga kebijakan tidak terintegrasi antar kementerian lembaga.
"Kalau data sudah sinkron, barang masuk pelabuhan bisa dideteksi untuk masuk green line atau red line, sebelum dijual ke platform," tuturnya.
Langkah ketiga adalah pemisahan antara sosial media dan e-commerce. Menurutnya, upaya ini wajib dilakukan agar langkah pengawasan yang lebih mudah. Seperti diketahui, poin ini sudah masuk dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Bhima juga menyarankan kepada pemerintah untuk mengatur soal diskon dan promosi yang mengarah pada predatory pricing. Menurut dia, persoalan ini seharusnya juga dirinci dalam beleid tersebut agar UMKM lokal tidak kalah saing dengan produk impor di marketplace.
Selanjutnya: Terakhir, Bhima menilai perlu ada pemberlakuan....