Kejanggalan Putusan MK soal Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK

Minggu, 28 Mei 2023 20:24 WIB

Ketua KPK, Firli Bahuri bersama dua wakil ketua KPK, Johanis Tanak (kiri) dan Aelxander Marwata (kanan), membuka secara langsung kompetisi Film Festival (ACFFest) 2023 dengan tema Suaramu, Suara Kita, Suara Nurani, di gedung penunjang Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023. Dalam gelaran kompetisi Anti Corruption Film Festival (ACFFest) ini, KPK bertujuan untuk mendidik dan mengajak anak muda agar lebin kreatif, peduli serta kritis dalam memerangi korupsi, khususnya menuju tahun politik 2024 mendatang yang diselenggarakan secara jujur akan menghasilkan pemimpin yang berintegritas.Foto : TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai banyak kritik dari masyarakat. Bahkan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menyatakan keputusan MK ihwal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK tersebut tidak bertafsir tunggal.

Mahfud menyebut ada usulan dari berbagai pakar agar pemerintah bertanya langsung ke MK soal vonis tersebut. Namun, Mahfud mengatakan dirinya belum mempertimbangkan usulan itu karena MK selama ini tidak pernah memberi penjelasan resmi tentang vonisnya atau bahkan memberikan fatwa.

"Filosofinya vonis MK sudah jelas dan tak perlu penjelasan resmi. Kita lihat saja perkembangannya, sebab kalau dilihat dari polemik di media tampaknya vonisnya memang menimbulkan tafsir yang tidak tunggal," ujar Mahfud saat dikonfirmasi, Jumat, 26 Mei 2023.

Sementara itu pakar hukum tata negara dan konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menyebut putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK bersifat multitafsir dan bahkan problematik. Putusan tersebut membuat jabatan Firli Bahuri cs yang awalnya hanya empat tahun menjadi lima tahun.

"Jika ada pihak yang mencoba untuk menjustifikasi putusan a quo terhadap eksistensi kepemimpinan KPK saat ini, sangat sulit untuk membangun korelasi sebagai justifikasi dari putusan MK dalam perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 terhadap keberlangsungan serta keabsahan pimpinan KPK saat ini," ujar Fahri dalam keterangannya kepada Tempo, Sabtu, 27 Mei 2023.

Ia menjelaskan putusan MK sama sekali tidak memberikan jalan keluar sebagai konsekuensi diterimanya gugatan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Fahri mengutip pertimbangan hukum MK dalam putusan tersebut yang tertuang dalam halaman 117 yang berbunyi:

"Dengan mempertimbangkan masa jabatan pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir pada 20 Desember 2023 yang tinggal kurang lebih 6 (enam) bulan lagi, maka tanpa bermaksud menilai kasus konkret, penting bagi Mahkamah untuk segera memutus perkara a quo untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan yang berkeadilan."

Menurut Fahri pertimbangan MK tersebut tidak bisa menjadi pijakan konstitusional bagi pimpinan KPK saat ini terkait kewenangan transisi sampai dengan Desember 2024. Sebab, putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU MK.

"Artinya secara teoritik putusan MK bersifat prospektif ke depan atau forward looking dan tidak retroaktif ke belakang atau backward looking, itu adalah prinsip dasar, sehingga presiden sebagai kepala negara akan diperhadapkan dengan suatu kondisi yang sangat problematis sehingga membutuhkan suatu kehati hatian yang tinggi," tutur Fahri.

Ia juga menilai putusan MK tidak membuat kanal konstitusional, minimal pada amar putusannya, untuk menampung keadaan khusus mengenai kaidah peralihan. Menurut dia hal tersebut penting diatur agar memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum antara ketentuan yang ada dengan putusan MK tersebut.

"Tujuannya untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum atau menjamin kepastian hukum; dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau putusan yang sifatnya mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara," kata Fahri.

Kritik terhadap putusan MK ini juga datang dari Perkumpulan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Mereka menilai banyak kejanggalan dalam putusan tersebut, seperti misalnya pelaksanaan sidang pemeriksaan yang singkat. "Durasi pemeriksaan dan putusan sangat singkat,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani, Ahad, 28 Mei 2023.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron selaku penggugat melayangkan uji materi terkait Pasal 29 huruf e dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 ke MK pada November 2022. Pasal itu mengatur tentang batas usia dan masa jabatan pimpinan KPK. MK menyatakan gugatan itu lengkap pada 24 November 2022. Enam bulan berselang, MK membacakan putusan terkait uji materi itu pada 25 Mei 2023.

Dalam putusannya, MK mengabulkan seluruh gugatan Ghufron. MK mengubah kedua pasal itu dengan menambahkan ‘berpengalaman sebagai pimpinan KPK’ pada Pasal 29 huruf e dan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Dalam putusan tersebut, MK tidak menjelaskan secara gamblang apakah putusan tersebut berlaku untuk masa periode pimpinan saat ini atau yang akan datang.

Julius Ibrani menilai MK telah melampaui wewenang ketika membuat putusan itu. Dia mengibaratkan MK mempertegas bahwa KPK harus berada di bawah pengawasan presiden, karena itu masa jabatan pimpinan KPK harus sama dengan masa jabatan presiden yakni 5 tahun. “Dengan makna sebagai norma hukum baru yang tidak ada di konstitusi dan bukan mandat UU KPK,” kata dia.

Julius mengatakan kejanggalan putusan itu berlanjut terkait penafsiran kapan putusan tersebut harus diberlakukan. Dia mengatakan meskipun dalam putusannya MK tidak menyebutkan secara lugas mengenai waktu berlaku putusan tersebut, akan tetapi juru bicara MK Fajar Laksono menafsirkan putusan itu berlaku segera, yakni untuk masa jabatan Ketua KPK Firli Bahuri dkk.

"Kemudian ditafsirkan secara brutal oleh juru bicara MK, bahwa putusan itu mengikat dan berlaku surut atau mundur bagi kepemimpinan KPK saat ini,” kata dia.

Ia menilai putusan MK dan penafsiran tersebut menandakan MK telah mengatur hingga ke level persoalan teknis, yakni merevisi Keputusan Presiden 129/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK. Menurut Julius, hal itu jelas bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang MK.

"Sekaligus menegaskan bahwa MK adalah Pegawai Pemerintahan, dan KPK dijadikan alat politik untuk 2024 mendatang,” kata dia.

Kritik lebih keras juga datang dari pakar hukum tata negara Refly Harun. Dia menganggap keputusan itu bakal menimbulkan kekecauan hukum terkait masa jabatan ke depannya. “Ke depan akan kacau apabila semua minta jabatan diperpanjang di tengah masa jabatan, misalnya anggota DPR dan kepala daerah yang meminta,” kata Refly ketika dihubungi, Jumat, 26 Mei 2023.

Menurut Refly seharusnya putusan MK mulai berlaku untuk kepemimpinan KPK di periode yang akan datang, bukan di periode Firli Bahuri dkk. Menurut dia jabatan Firli saat ini dilandaskan pada surat keputusan yang dikeluarkan pada saat pelantikan tahun 2019. Sehingga, masa jabatan Firli dkk harusnya tetaplah 4 tahun.

"Saya berikan analogi sederhana, bagaimana kalau MK memutuskan jabatannya diperpendek, apakah kemudian berlaku saat ini juga?” ujar dia.

Meski demikian, Refly menyadari benar bahwa maksud putusan MK memang ingin memperpanjang jabatan Firli dkk. Dia menganggap keputusan MK tersebut bukanlah keputusan hukum, melainkan keputusan politik. “Saya paham betul maksud MK memang untuk memperpanjang masa jabatan Firli cs, tetapi ini bukan keputusan hukum, ini keputusan politik,” kata dia.

Dari sisi pemrintah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut pemerintah bakal taat kepada hukum yang berlaku. Jika putusan MK itu incrah, maka pemrintah harus mengikutinya. "Jadi intinya pemerintah itu taat pada undang-undang. Undang-undang mengatakan apa, ya, kita taat, gitu," kata Pratikno di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kamis, 25 Mei 2023.

Pratikno menuturkan pemerintah memang sudah membentuk panitia seleksi calon pimpinan KPK. Sebab, kata dia, pansel itu dibentuk berdasarkan Undang-undang KPK sebelum jatuhnya putusan Mahkamah Konstitusi pada hari ini

"Sampai dengan kemarin kan kita merujuk undang-undang KPK. Pada periode empat tahun yang lalu, pada bulan Mei itu, pertengahan Mei itu sudah dibentuk Pansel KPK, nah makannya kita cepat-cepat menyiapkan," ujar dia.

Pemerintah, kata Pratikno, masih akan mempelajari soal amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Namun, ujar dia, pada dasarnya pemerintah akan taat pada putusan tersebut. "Tapi kalau MK memutuskan lain, tentu saja ya kita mengikuti. Tapi sampai sekarang, kan, saya terus terang belum membaca amar putusan MK. Jadi, kita menunggu aja sampai kami pelajari amar putusan MK," ujar dia.

Terakhir, para pimpinan KPK menyampaikan kritik keras terhadap putusan MK itu. Ketua KPK 2011-2015 Abraham Samad mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi telah mengubah esensi filosofis dan latar belakang budaya dari pembentukan KPK itu sendiri. Penyebabnya, kata dia, masa jabatan empat tahun itu diberlakukan untuk menunjukkan tidak ada satu orang pun yang superpower di komisi antirasuah.

“Karena ia harus jadi role model bagi lembaga negara yang lainnya. Jadi, kalau disamakan, berarti sudah tidak punya kekhususan. Dia boleh jadi eksekutif, tapi harus punya ciri khas,” kata Samad pada Tempo 25 Mei 2023 lalu.

Wakil Ketua KPK 2015-2019 Saut Situmorang menduga putusan perpanjangan masa jabatan itu mengandung konflik kepentingan. Pasalnya, menurut dia, bisa jadi perpanjangan masa jabatan komisioner KPK berkaitan dengan revisi UU Mahkamah Konstitusi yang mengatur juga pengubahan masa jabatan hakim konstitusi.

"Argumentasi dan nalar hukumnya MK ini sudah diwarnai dengan kepentingan politik. Apalagi kalau bukan kontestasi pada 2024,” kata Saut pada Kamis 25 Mei 2023 melalui sambungan telepon ke ponselnya.

Kemudian mantan Penyidik Senior KPK Novel Basweda mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi itu seharusnya baru bisa berlaku pada periode pimpinan KPK yang berikutnya. Sebab, menurut dia, komisioner KPK yang sekarang dilantik untuk masa jabatan 2019-2023.

“Karena, presiden tentunya saat mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK (Surat Keterangan). SK-nya itu kurang lebih mengatakanperiode KPK untuk 2019-2023,” ujar dia di Mabes Polri pada Jum’at 26 Mei 2023.

M JULNIS FIRMANSYAH I M ROSSENO AJI I MIRZA BAGASKARA

Pilihan Editor: Anggota DPR Soroti Inkonsistensi MK di Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Berita terkait

Alasan PPP Cabut Gugatan soal 3.793 Suara Berpindah ke PAN dan Gerindra

10 jam lalu

Alasan PPP Cabut Gugatan soal 3.793 Suara Berpindah ke PAN dan Gerindra

PPP mencabut dalil dalam permohonan sengketa pileg soal perpindahan ribuan suara mereka ke PAN dan Gerindra. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

19 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

21 jam lalu

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

Kuasa hukum mengaku mendapat informasi pencabutan itu dari kliennya saat sidang MK tengah berlangsung.

Baca Selengkapnya

PKB Ajukan Gugatan Sengketa Pileg karena Kehilangan Satu Suara di Halmahera Utara, Ini Alasannya

1 hari lalu

PKB Ajukan Gugatan Sengketa Pileg karena Kehilangan Satu Suara di Halmahera Utara, Ini Alasannya

Dalam sidang sengketa Pileg, PKB meminta KPU mengembalikan suara partainya yang telah dihilangkan.

Baca Selengkapnya

PPP Minta Dukungan PKB di Sidang Sengketa Pileg, Muhaimin Siapkan Ini

1 hari lalu

PPP Minta Dukungan PKB di Sidang Sengketa Pileg, Muhaimin Siapkan Ini

PPP menyatakan gugatan sengketa Pileg 2024 dilayangkan karena menilai ada kesalahan pencatatan suara di KPU.

Baca Selengkapnya

Gerindra Tuding KPU Gelembungkan Suara NasDem di 53 Kecamatan Jawa Barat

1 hari lalu

Gerindra Tuding KPU Gelembungkan Suara NasDem di 53 Kecamatan Jawa Barat

Partai Gerindra menuding KPU menggelembungkan suara Partai NasDem di 53 kecamatan di Majalengka dan Subang, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

1 hari lalu

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

Alexander Marwata membantah konflik yang sedang terjadi antara Nurul Ghufron dan anggota Dewas KPK Albertina Ho tidak ada kaitan dengan pelemahan KPK.

Baca Selengkapnya

PPP Akui Rencana Pertemuan dengan Prabowo dalam Waktu Dekat

1 hari lalu

PPP Akui Rencana Pertemuan dengan Prabowo dalam Waktu Dekat

PPP mengkonfirmasi pihaknya akan menemui Prabowo Subianto usai pilpres 2024 selesai. Namun PPP menegaskan arah politiknya akan dibahas dalam Rapimnas.

Baca Selengkapnya

PPP Akan Bahas Arah Politik Pasca Pilpres 2024 dalam Rapimnas

1 hari lalu

PPP Akan Bahas Arah Politik Pasca Pilpres 2024 dalam Rapimnas

Pilpres 2024 baru saja selesai, PPP belum menentukan arah politiknya karena masih fokus untuk sengketa pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

1 hari lalu

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

Pengamat politik menanggapi mengenai peluang PPP mendapatkan kursi DPR RI lewat permohonan sengketa pemilu ke MK.

Baca Selengkapnya