Siapa Terima Aliran Dana Johnny G. Plate ?
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Febriyan
Senin, 22 Mei 2023 12:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan telah membekukan banyak rekening terkait kasus korupsi yang menjerat Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Menguatkan dugaan adanya keterlibatan pihak lain yang belum terjerat oleh Kejaksaan Agung.
Ivan mengatakan pembekukan rekening milik beberapa pihak tersebut untuk memudahkan proses analisis terhadap transaksi keuangan mencurigakan dalam kasus ini. Kendati demikian, dia enggan membeberkan identitas si pemilik rekening.
“Kami sudah lama proses dan koordinasi dengan penyidik. Untuk mendukung proses analisis sudah banyak rekening yang kami bekukan milik beberapa pihak,” kata Ivan, Ahad, 21 Mei 2023.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menjadi tersangka keenam dalam kasus korupsi proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kominfo. Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan lima tersangka lainnya.
Kelimanya adalah Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Account Director of Integrated PT Huawei Investment Mukti Ali; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suyanto.
Kesaksian Anang ungkap peran Johnny dan dugaan aliran dana ke pihak lain
Keterlibatan Johnny dalam kasus ini diungkap oleh Anang Achmad Latif dalam dokumen pemeriksaan yang sempat dilihat Tempo. Anang mengatakan bahwa Galumbang, Yohan dan Irwan Hermawan merupakan teman Johnny bermain golf.
Anang juga mengatakan pernah bertemu dengan Plate di ruangan menteri lantai 7 Gedung Kominfo, Jakarta pada sekitar awal tahun 2021. Dia mengatakan di akhir pertemuan tersebut, Plate bertanya mengenai dana operasional tim pendukung menteri sebesar Rp 500 juta per bulan. Plate juga meminta Anang untuk berkoordinasi dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kominfo Happy Endah Palupy untuk penyerahan uang itu.
“Sebesar Rp 500 juta setiap bulan untuk anak-anak kantor. Nanti Happy akan ngomong sama kamu,” ujar Anang menirukan perkataan Plate.
Beberapa hari setelah pertemuan tersebut, Anang bertemu dengan Happy. Kepada Happy, Anang meminta waktu untuk mencari solusi permintaan uang tersebut. Anang kemudian mengaku meminta bantuan kepada Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan. Kepada Irwan, Anang memberikan kontak bawahan Plate untuk mengurus pemberian tersebut.
Anang mengatakan sempat bertemu kembali dengan politikus Partai NasDem tersebut pada Februari 2021 di ruangan menteri. Plate, kata dia, kembali menanyakan soal uang operasional tim pendukung menteri tersebut. Anang mengatakan seharusnya persoalan dana tersebut sudah dibereskan. Meskipun demikian, Anang menyatakan tidak mengetahui secara persis apakah dana itu sudah diberikan atau tidak.
Anang tak menyebutkan siapa saja anggota tim pendukung menteri tersebut. Begitu juga peruntukan dana sebesar Rp 500 juta per bulan itu.
Selain itu, Johnny disebut meminta Anang mencarikan dana sumbangan untuk korban banjir di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur senilai Rp 200 juta pada April 2021. Ada juga permintaan sumbangan untuk gereja di NTT senilai Rp 250 juta. Semua permintaan itu diduga dipenuhi Anang dengan memerintahkan bawahannya mencari sponsor.
Terkait pengakuan tersebut, kuasa hukum Anang, Kresna Hutauruk, tidak merespons pesan konfirmasi yang dikirimkan Tempo. Setali tiga uang, kuasa hukum Johnny, Ali Nurdin juga tidak memberikan respons. Sementara, Ketut Sumedana memilih tidak menjawab.
Selanjutnya, Kejaksaan Agung dalami informasi untuk pengembangan kasus
<!--more-->
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, tak mau berkomentar soal kesaksian Anang tersebut. Hanya saja, dia memastikan pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini dengan mendalami informasi yang mereka dapatkan.
“Semua informasi akan kami dalami, kami akan lihat perkembangannya,” kata Ketut saat dihubungi, Ahad, 21 Mei 2023.
Yang pasti, Kejaksaan Agung telah memeriksan Happy Endah Palupi pada Jumat lalu, 19 Mei 2023. Selain Happy, penyidik juga memeriksa Kepala Divisi Layanan Telekomunikasi dan Informasi untuk Pemerintah Bakti Kominfo, Latifah Hanum.
"Kedua orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020-2022 atas nama Tersangka AAL,GMS, YS, MA, dan JGP," kata Ketut lewat keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan," kata dia.
Awal mula proyek BTS dan kerugiannya
Proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo bermula dari instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai percepatan transformasi digital di Indonesia yang salah satunya menargetkan peningkatan infrastruktur komunikasi. Kementerian Kominfo melalui Badan Layanan Usaha Badan Aksesibilitas dan Komunikasi menargetkan pembangunan 9.000 unit BTS yang tersebar di 7.900 desa berkategori terdepan, terpencil dan tertinggal (3T). Anggaran kegiatan bersumber dari setoran perusahaan telekomunikasi yang dikelola Bakti, serta penerimaan negara bukan pajak dan anggaran Kemenkominfo.
Pembangunan rencananya dilakukan dalam dua tahap, yakni pada 2021 sebanyak 4.200 unit dan sisanya pada 2022. Total anggaran yang disiapkan sekitar Rp 11 triliun untuk tahap pertama.
Target tersebut tak tercapai sejak tahap pertama. Hingga Juni 2022, baru 46 persen atau 1.741 menara yang dibangun. Kementerian Kominfo kemudian memberikan perpanjangan waktu kepada Maret 2022 kepada tiga konsorsium pemenang tender untuk melanjutkan pekerjaan. Akan tetapi, hingga perpanjangan waktu itu juga tak memenuhi target. Hingga kuartal kedua 2022, total yang terealisasi hanya 2.070 tower.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8,32 triliun. Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, menyatakan kerugian negara itu diantaranya berasal dari penggelembungan harga hingga pembayaran BTS yang belum dibangun.
"Berdasarkan bukti yang kami peroleh dan disampaikan kepada Jaksa Agung, kami simpulkan terdapat kerugian negara sebesar Rp 8,32 triliun," ungkap Yusuf saat Konferensi Pers soal penyerahan laporan perhitungan kerugian negara proyek itu ke Kejaksaan Agung pada Senin pekan lalu, 15 Mei 2023.
Selanjutnya, NasDem ikut desak Kejaksaan Agung usut tuntas kasus BTS
<!--more-->
Menanggapi penetapan kader partainya sebagai tersangka, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan sedih.
"Saya membayangkan umpamanya anaknya, istrinya, barangkali yang cucunya, itu barang kali yang menyentuh hati saya. Tapi itu konsekuensi yang harus dibayar olehnya," kata Surya, Rabu, 17 Mei 2023.
Dia pun berharap kasus ini tidak berbau politis. Surya berharap Kejaksaan Agung bekerja secara profesional. Dia pun meminta kasus ini diusut tuntas dan Kejaksaan Agung bisa menelusuri aliran dana tersebut.
"Periksa seluruh kemungkinan dari ujung kiri ke ujung kanan," ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar Pradano meyakini Johnny bukanlah tersangka terakhir yang terlibat dalam perkara ini. Dia mendesak Kejaksaan Agung menelusuri peran pihak lain yang ikut menikmati hasil korupsi proyek menara ini. Tibiko mengatakan kejaksaan dapat menggunakan hasil perhitungan kerugian negara BPKP untuk menelusuri aktor lain yang harus dimintai tanggung jawab atas kerugian negara bernilai triliunan Rupiah tersebut.
Tibiko mengatakan dalam perhitungan kerugian negara tersebut, BPKP pasti mengklasifikasi komponen apa saja yang diduga digelembungkan atau di-mark up dalam proses pembangunan menara. Dia mengatakan dari penelusuran tentang mark up tersebut, akan ditemukan pelaku lainnya dalam perkara ini.
“Dari perhitungan itu, penyidik dapat mengetahui kompononen apa saja yang digelembungkan oleh pelaku,” kata dia.
Tibiko menduga setidaknya ada 4 komponen dalam pembangunan tower yang dapat di-mark up. Komponen tersebut di antaranya adalah soal pengadaan lahan; lalu biaya pembangunan tower; ketiga, komponen sumber tenaga listrik untuk operasional menara pemancar; dan terakhir adalah komponen penyediaan jaringan satelit.
Menurut dia, apabila tiap komponen tersebut ditelisik, penyidik akan menemukan pelaku lain selain Johnny G. Plate yang menikmati duit korupsi proyek menara.
“Kalau bisa ditelisik di situ pasti akan ketemu tersangka lainnya,” kata dia.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung sendiri belum menjelaskan berapa uang yang dinikmati Johhny G. Plate dari kerugian negara Rp 8,32 triliun tersebut. Aliran dana haram kasus ini pun masih menjadi misteri.