Donald Trump Tersandung Skandal, Bisakah Tetap Maju Sebagai Capres AS?
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 4 April 2023 14:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat pertama yang menghadapi tuntutan pidana. Ia terjerat dugaan penyuapan terhadap bintang porno Stormy Daniels di tengah pencalonannya kembali sebagai presiden AS pada pemilu 2024.
Berbagai pertanyaan mencuat setelah Donald Trump terjerat kasus pidana. Apakah ia bisa tetap melanjutkan pencalonannya sebagai orang nomor satu di AS?
Menurut pakar hukum, Trump bisa tetap maju sebagai calon presiden AS. Tidak ada dalam Konstitusi yang mencegah seseorang yang telah dituntut atau dihukum untuk menduduki jabatan. Tuduhan atau dakwaan spesifik belum diumumkan secara terbuka, dan dakwaan bukanlah hukuman.
"Sudah diterima secara luas bahwa daftar kualifikasi dalam Konstitusi bersifat eksklusif, yaitu Kongres atau negara bagian tidak dapat menambahkan kualifikasi pada yang tercantum dalam Konstitusi," kata Derek Muller, seorang profesor hukum di University of Iowa, sebelum dakwaan terhadap Trump dibacakan. "Itu adalah sesuatu yang benar-benar tidak memengaruhi kemampuan Anda untuk mencalonkan diri sebagai kandidat, tampil di surat suara, atau bahkan memenangkan pemilihan."
Trump dituduh menyuap bintang porno Stormy Daniels sebesar US$ 130 ribu sesaat sebelum pemilihan presiden 2016. Michael Cohen, pengacara dan "fixer" Trump saat itu, membayar Daniels atas kesepakatan untuk tidak mengungkapkan dugaan perselingkuhan dengan Trump sebelumnya.
Keputusan untuk menuntut Trump diperkirakan akan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia politik. Namun, secara hukum, Konstitusi hanya menetapkan tiga persyaratan untuk menjadi presiden AS yaitu harus warga negara Amerika Serikat yang lahir di negara itu, berusia 35 tahun atau lebih dan telah menjadi penduduk AS setidaknya selama 14 tahun.
Sebelum Trump, sejumlah tokoh di AS pernah maju dalam pencalonan presiden. Menurut Dan Ortiz, seorang profesor di Sekolah Hukum Universitas Virginia, Eugene Debs, yang mencalonkan diri sebagai presiden saat berada di balik jeruji penjara federal di Atlanta sebagai calon dari Partai Sosialis pada tahun 1920. Debs telah dihukum karena melanggar Undang-Undang Spionase atas pidato anti-perang. Dia memenangkan lebih dari 3 persen suara secara nasional.
"Saya tahu tidak ada yang akan melarang dia dari kantor jika dia memenangkan pemilihan," kata Ortiz.
Lyndon LaRouche, kandidat yang mendukung teori konspirasi tentang kiamat ekonomi, mencalonkan diri sebagai presiden di setiap pemilihan antara 1976 dan 2004. Dia dihukum karena penipuan pajak dan surat pada tahun 1988, tetapi itu tidak menghentikannya untuk tetap berkampanye dari penjara pada 1992.
Meskipun terbatas dalam berkampanye, tidak ada hambatan konstitusional untuk terpidana berpartisipasi dalam pemilihan, menurut Muller. "Jika Anda dihukum karena kejahatan dan dipenjara, Anda tidak bisa memilih, tapi Anda bisa memenangkan pemilu," kata Muller. "Intinya, hanya ada sedikit kualifikasi, dan itu dimaksudkan untuk diserahkan kepada pemilih atau negara."
Neama Rahmani, presiden West Coast Trial Lawyers dan mantan jaksa federal, mengatakan bahwa jika Trump menang dalam pemilu 2024, maka kasus yang sedang menjeratnya akan hilang. "Hukumnya jelas. Tidak ada presiden yang menjabat yang bisa dituntut," kata Rahmani kepada Newsweek .
"Jika Trump dinyatakan bersalah sebelum pemilihan, dia bisa dipenjara, tetapi terlalu dini untuk mengatakannya. Itu tergantung pada dakwaan sebenarnya, bukti yang diajukan di persidangan, dan apakah Trump mengambil sikap dan bersumpah palsu. Dan jika Trump dipenjara, dia masih bisa menjadi presiden. Hukuman kejahatan dan pemenjaraan tidak mendiskualifikasi dia dari memegang jabatan publik."
<!--more-->
Setelah serangan 6 Januari di Capitol, beberapa anggota DPR dari Partai Demokrat memperkenalkan RUU yang berusaha melarang Trump memegang jabatan lagi dengan menerapkan Amandemen ke-14. Di dalamnya melarang siapa saja yang telah "terlibat dalam pemberontakan atau pemberontakan" atau "memberikan bantuan atau kenyamanan" kepada musuh-musuh AS setelah mengambil sumpah untuk mendukung Konstitusi. RUU itu tidak pernah berhasil diterbitkan oleh DPR sebelum Partai Republik mengambil kendali pada bulan Januari.
Meski boleh maju sebagai calon presiden AS, bekas Gubernur Arkansas Asa Hutchinson meminta agar Trump mundur. Hutchinson pada Minggu, 2 April 2023, mengumumkan akan mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat. Itu artinya, Hutchinson menjadi kandidat pertama dari Partai Republik yang maju dalam pemilu 2024 setelah mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak jadi mencalonkan diri.
Menurut Hutchinson, masalah hukum yang sedang membelit Trump telah menjadi kendala untuk maju dalam pemilu presiden tahun depan dan menjalankan pemerintahan secara efektif. “Trump harus keluar dari pemilu karena dia harus berkonsentrasi pada masalah-masalah hukum yang dia hadapi. Sedangkan rekan-rekannya di Partai Republik harus membiarkan prosedur berjalan, bukannya merusak apa yang sudah bagus bagi Amerika dalam hal sistem peradilan,” kata Hutchinson.
Dia menekankan tidak ingin dianggap sebagai anti-Trump. Hutchinson ingin bisa berbicara pada para pendukung Trump, elemen-elemen di partai khususnya kelompok Evangelicals, yang merasa kurang nyaman dengan perilaku Trump.
“Saya sangat yakin masyarakat Amerika ingin para pemimpin memberikan yang terbaik dan bukan hanya menarik naluri terburuk kita,” kata Hutchinson, yang juga pernah menjabat sebagai mantan Direktur Drug Enforcement Administration.
Sementara itu meski sedang tersandung skandal, popularitas Donald Trump justru naik dalam pooling yang dilakukan oleh Reuters/Ipsos. Trump tetap unggul dari saingannya, Gubernur Florida Ron DeSantis, untuk maju dalam kontes pencalonan presiden dari Partai Republik 2024.
Sekitar 48 persen orang yang menyebut dirinya sebagai anggota Partai Republik menginginkan Trump menjadi calon presiden dari Partai Republik. Angka ini naik dari 44 persen dalam jajak pendapat 14-20 Maret. Sekitar 19 persen mendukung saingan terdekatnya, Gubernur Florida Ron DeSantis, turun dari 30 persen bulan lalu.
Jajak pendapat online dilakukan antara 31 Maret dan 3 April, setelah tersiar kabar bahwa Trump akan menghadapi tuntutan pidana terkait uang suap yang dibayarkan kepada bintang porno Stormy Daniels sebelum pemilu 2016. DeSantis dalam beberapa pekan terakhir telah diterpa kritik atas pernyataan 13 Maret 2023. Saat itu dia mengatakan bahwa AS tak harus terlibat lebih jauh dalam perang Rusia Ukraina.
Sekitar 71 persen orang Amerika, termasuk 58 persen dari Partai Republik, mengatakan dapat dipercaya bahwa Trump membayar bintang porno Stormy Daniels untuk tetap diam tentang perselingkuhan menjelang pemilihan presiden 2016. Trump telah menyatakan tidak bersalah dan menyangkal perselingkuhannya, namun dia telah mengakui membayar Daniels.
Pada saat yang sama, 51 persen responden jajak pendapat, termasuk 80 persen dari Partai Republik, mengatakan mereka yakin tuduhan itu bermotivasi politik. Angka-angka itu sebagian besar tidak berubah dari bulan lalu.
Survei terhadap 706 orang dewasa AS memiliki interval kredibilitas, ukuran presisi, plus minus 2,7 poin persentase untuk semua responden dan plus minus 4,5 poin persentase untuk Partai Republik.
CBS NEWS | NEWSWEEK | REUTERS