Putusan Kontroversial PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024

Minggu, 5 Maret 2023 10:12 WIB

Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Maret 2023 memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penundaan Pemilu 2024 dalam gugatan perdata yang diajukan Partai Prima sebab tak lolos verifikasi parpol. Usai putusan diketok, berbagai pihak beramai-ramai mengkritik keputusan tersebut. Mereka menganggap hakim PN Jakarta Pusat telah melanggar yurisdiksi dengan memutuskan perkara yang seharusnya tak ditangani Pengadilan Negeri.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan kewenangan Pengadilan Negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH) telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Pasal 10 dam Pasal 11.

Menurut aturan tersebut, jika ada pihak yang mengajukan perkara PMH ke Pengadilan Negeri, maka perkara bakal dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, Pengadilan Negeri tak memiliki wewenang mengadili perkara jenis itu.

"Jika pun Pengadilan Negeri sudah menjalankan perkara tersebut karena luput, khilaf, misalnya, maka harus diputus tidak dapat diterima," kata Feri dalam diskusi Sabtu, 4 Maret 2023.

Feri menyebut aturan ini sudah ada dari tahun 2019 dan telah menjadi tradisi di Pengadilan Negeri untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN. Jika ada pemohon yang "nekat" mengajukan PMH ke Pengadilan Negeri, Feri mengatakan Pengadilan Negeri bakal menolaknya.

Advertising
Advertising

"Makanya aneh, tiba-tiba khusus untuk PMH ini diajukan di PN Jakarta Pusat, kemudian dijalankan bahkan diputuskan perkaranya. Jadi, ini sudah dilanggar," kata Feri.

Dianggap langgar konstitusi

Selain melanggar Yurisdiksi, Feri menyebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 yang menetapkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan menunda Pemilu 2024 jelas bertabrakan dengan konstitusi sehingga vonis tersebut dinilai cacat.

Asal muasal vonis penundaan Pemilu 2024 ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena tidak meloloskan partai baru tersebut dalam proses verifikasi. Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut, Tengku Oyong, menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi.

Oyong kemudian menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan pada 2 Maret 2023 dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.

Feri menganggap putusan tersebut ngawur dan tidak berkorelasi dengan tuntutan yang diajukan.

"Kalau memang masalahnya soal verifikasi administrasi, kalau itu masalah keperdataannya perbaiki saja itu oleh putusan peradilan. Tapi, kok tiba-tiba meloncat ke masalah hukum publik, yaitu masalah tahapan penyelenggaraan pemilu jadi dari hukum privat perdata ke hukum publik, bagaimana ceritanya?" kata Feri.

Senada dengan Feri, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga mengatakan Majelis Hakim keliru menetapkan putusan penundaan Pemilu 2024 dan menganggapnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Bivitri menyebut Pengadilan Negeri telah memutus perkara yang bukan ranahnya.

Sebab, kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu, gugatan Partai Prima merupakan ranah administrasi negara, bukan perdata.

"Aneh kalau ada unsur melawan hukum dari penguasa seharusnya dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, tapi diterima di Pengadilan Negeri," ujar dia.

Bivitri memaparkan ranah perdata terikat dengan konsep privat. Sehingga, dampak putusan dari peradilan perdata seharusnya hanya boleh dirasakan oleh pihak penggugat dan tergugat, yang dalam kasus ini adalah Partai Prima dengan KPU.

"Bukan untuk umum. Jadi inilah alasan mengapa putusan ini keliru," kata Bivitri.

Kekeliruan PN Jakarta Pusat terhadap putusan itu dicurigai peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Noory Okthariza sebagai bagian dari upaya sistematis menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden. Isu penundaan ini sebelumnya telah bergulir sejak tahun lalu dan sempat didukung oleh sejumlah elite politik.

Noory menyebut kecurigaan ini muncul karena ada korelasi dari banyaknya isu penundaan pemilu yang beredar di publik dengan putusan pengadilan tersebut. Noory menyebut insiden ini semakin mengindikasikan ada upaya yang secara sistematis menginginkan penundaan Pemilu 2024.

"Saya sulit untuk tidak lihat putusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian, dengan segala hormat, kelompok yang ingin pemilu ditunda. Kelompok ini bisa terorganisir, bisa tak terorganisir, tapi tujuannya sama, pemilu ditunda. Entah satu atau dua tahun dan seterusnya," kata Noory.

Lebih lanjut, ia mencurigai usaha kelompok yang menginginkan pemilu ditunda tak akan berhenti sampai di sini, tetapi bakal berlanjut melalui usaha amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan GBHN, hingga mobilisasi kepala desa. Usaha-usaha itu semakin gencar dilakukan mengingat semakin dekatnya tahun politik.

"Makin mendekat ke tahun politik isu ini jadi komoditas untuk political bargaining. Sekali di setop muncul isu baru. Dan dinamika ini jadi bargaining isu jadi komoditas," kata dia.

Selanjutnya: Dugaan ada kekuatan besar
<!--more-->

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut ada manuver besar di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024. Dia mengatakan manuver itu harus diselidiki dari mana sumber kekuatannya.

"Untuk itu, menghadapi manuver-manuver dengan kekuatan yang harus kita selidiki dari mana kekuatan itu, yang mencoba untuk menggunakan hukum sebagai alat yang akan merombak seluruh tatanan tatanan demokratis yang diamanatkan oleh konstitusi," kata Hasto saat memberi sambutan di acara PDIP di Taman Halaman Banteng, Jakarta, Sabtu, 4 Maret 2023.

Hasto menegaskan amanat konstitusi mengamanatkan bahwa pemilu hasil harus dijalankan setiap 5 tahun.

Hasto mengatakan ini berkaitan dengan putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024. Putusan ini berkaitan dengan gugatan Partai Prima terhadap KPU. Dia menyebutkan, keputusan tersebut merupakan keputusan yang melawan amanat konstitusi.

"Ada sesuatu kekuatan besar di balik peristiwa pengadilan PM Jakarta Pusat tersebut yang mencoba untuk menunda Pemilu 2024," ujar Hasto. Dia mengatakan keputusan PN Jakpus itu sangat mengegerkan masyarakat Indonesia, dan menyebut tuntutan Partai Prima merupakan aksi sepihak.

"Adanya aksi sepihak dari satu partai, yang kita pun belum begitu kenal yang namanya Partai Prima," kata Hasto.

Hasto mengatakan Undang-Undangan Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu telah jelas mengatur sengketa yang berkaitan dengan partai politik dan peserta pemilu hanya dilakukan oleh Bawaslu dan Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN). "Karena Komisioner KPU adalah pejabat tata usaha negara," ucap Hasto.

Menanggapi tudingan itu, Sekretaris Jenderal Partai Prima Dominggus Oktavianus hanya menyebut langkah yang diambil partai merupakan upaya yang konstitusional yang dijamin UUD 1945.

"Semua jalur yang kami tempuh adalah konstitusional. Dan persoalan hak sipil-politik itu adalah hak asasi yang dilindungi Konstitusi dan UU No.12/2005," katanya dalam pernyataan tertulis, Ahad 5 Maret 2023.

Sikap menteri

Menko Polhukam Mahfud MD menyebut PN Jakarta Pusat telah membuat sensasi berlebihan atas keluarnya vonis tersebut. Mahfud pun mengajak KPU mengajukan banding dan melawan habis-habisan secara hukum.

"Sebab secara logika hukum, KPU sudah pasti menang. Alasannya, PN tidak berwenang membuat vonis tersebut," kata Mahfud melalui akun Instagram resmi @mohmahfudmd, Kamis, 2 Maret 2023.

Dari segi hukum, Mahfud MD menjelaskan, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum. Ranahnya pun bukan di PN. Sengketa sebelum pencoblosan—jika terkait proses admintrasi—maka yang memutus harus Bawaslu. Namun jika menyangkut keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa diguat ke PTUN.

"Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara,” ujar Mahfud.

Jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, maka kata Mahfud, hal itu menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Mahfud menyebut pengadilan umum tidak memiliki kompetensi untuk menangani kasus tersebut.

Perbuatan melawan hukum secara perdata tidak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” kata dia.

Saat banyak pihak mengkritik keputusan PN Jakarta Pusat yang dirasa ngawur, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej justru tak mau banyak berkomentar mengenai hal itu. Alasannya, menurut Eddy keputusan tersebut belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap sehingga terlalu dini untuk dikomentari.

"Kalau putusan belum inkrah maka kita tidak boleh berkomentar, ya. Itu etikanya begitu, ya. Dan saya tidak akan kasih komentar apa-apa karena putusan itu belum inkrah. Itu saja intinya," ujar Eddy saat ditemui di Kantor Kemensesneg, Jakarta Pusat, Jumat, 3 Maret 2023.

Eddy menyebut dirinya saat ini menjabat sebagai pejabat negara. Sehingga, dia merasa tak seharusnya pejabat berkomentar terhadap putusan pengadilan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sebab, Eddy khawatir komentarnya disalahartikan hingga memengaruhi kekuasaan yang lain.

"Jadi kita harus saling menghormati sesama lembaga negara, ya. Bahwa pengadilan itu pada kekuasaan yudikatif perkara ini belum inkrah. Biarkan lah perkara itu berjalan sampai betul-betul dia sudah punya kekuatan hukum tetap baru kita berkomentar," kata Eddy.

M JULNIS FIRMANSYAH

Pilihan Editor: PSI Dukung KPU Ajukan Banding atas Putusan Penundaan Pemilu

Berita terkait

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

6 jam lalu

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

Komisi II DPR juga akan mengonfirmasi isu yang menerpa Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

12 jam lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Ubah Regulasi Masa Jabatan Kepala Desa di UU Desa, Setelah Unjuk Rasa Menjelang Pemilu 2024

14 jam lalu

Perjalanan Ubah Regulasi Masa Jabatan Kepala Desa di UU Desa, Setelah Unjuk Rasa Menjelang Pemilu 2024

Masa jabatan kepala desa akhirnya diperpanjang dari 6 tahun menjadi 8 tahun. Beleid gres itu tertuang dalam UU Desa yang diteken Jokowi.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

1 hari lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

2 hari lalu

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

Hakim MK menegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena meminta izin meninggalkan sidang, padahal sidang baru dimulai kurang dari 30 menit.

Baca Selengkapnya

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

2 hari lalu

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

Komisioner KPU Idham Holik angkat bicara usai Hakim MK Arief hidayat marah lantaran tak ada satu pun komisoner yang hadir di sidang sengketa pileg

Baca Selengkapnya

Bahlil Bersyukur Capres Penolak IKN Kalah Pilpres, Sindir Anies Baswedan?

2 hari lalu

Bahlil Bersyukur Capres Penolak IKN Kalah Pilpres, Sindir Anies Baswedan?

Bahlil menyebut calon presiden yang menolak IKN sama dengan tidak setuju upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia timur. Sindir Anies Baswedan?

Baca Selengkapnya

Uang Korupsi Syahrul Yasin Limpo Mengalir ke Mana? Antara lain Biaya Khitan, Buat Kafe, dan Skincare untuk Cucunya

2 hari lalu

Uang Korupsi Syahrul Yasin Limpo Mengalir ke Mana? Antara lain Biaya Khitan, Buat Kafe, dan Skincare untuk Cucunya

Penggunaan uang korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL) terungkap di pengadilan. Mayoritas digunakan untuk kepentingan keluarga. Apa saja?

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

2 hari lalu

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan terdapat total 297 perkara dalam sengketa pileg 2024. Disidangkan secara bertahap.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

3 hari lalu

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

Mahfud Md, mengatakan relasi agama dan negara bagi Indonesia sebenarnya sudah selesai secara tuntas. Dia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama.

Baca Selengkapnya