Mengapa Hasil Audit JKN BPJS Kesehatan Dirahasiakan?
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 16 Februari 2023 14:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Almas Sjafrina mengatakan tidak kaget dengan langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggugat lembaganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait audit program JKN BPJS Kesehatan.
Gugatan itu merupakan upaya banding yang dilakukan bendahara negara terhadap hasil putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW terhadap Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Karena dalam persidangan sengketa informasi Kemenkeu masih bersikukuh bahwa informasi yang kami mohon adalah informasi yang dikecualikan dan bersifat rahasia,” ujar dia kepada Tempo pada Kamis, 16 Februari 2023.
Kasus ini bermula pada 15 Mei 2020. Saat itu ICW mengajukan permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemekeu soal hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar dapat diakses publik.
Permohonan ICW tersebut sebagai bagian dari upaya memberikan akses publik akan transparansi informasi dan hasil audit. Namun, pihak Kemenkeu tidak bersedia memberikan laporan hasil audit dengan alasan informasi yang diminta termasuk yang dikecualikan oleh UU 14 Tahun 2008 (tentang Keterbukaan Informasi Publik).
Almas menyayangkan langkah Kemenkeu tersebut. Dia menganggap kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu tidak sejalan dengan semangat keterbukaan kepada publik. “Dan tidak memahami bahwa publik punya hak juga untuk tahu persoalan JKN, termasuk mengawal pembenahannya,” ucap Almas.
ICW pun lantas mengajukan keberatan ke KIP yang selanjutnya mengabulkan permohonan. Putusan KIP tersebut tertuang dalam Putusan Ajudikasi KIP Nomor 016/VII/KIP-PS/2020 tertanggal 16 Januari 2023. Sementara banding Kemenkeu terdaftar dalam nomor perkara 47/G/KI/2023/PTUN.JKT pada 8 Februari 2023. Hal itu tercantum dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta.
Selanjutnya: Tanggapan Kemenkeu soal data JKN BPJS Kesehatan<!--more-->
Tanggapan Kemenkeu soal data JKN BPJS Kesehatan
Beberapa alasan Kemenkeu menolak memberikan informasi tersebut karena informasi yang ICW mohon merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan ketentuan Pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i UU KIP. Isinya apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.
Selain itu, kata Almas, Kemenkeu juga menyinggung Pasal 17 huruf e UU KIP dan Pasal 44 ayat 1 huruf e dan i serta ayat 2 UU Kearsipan. "Di mana di dalamnya disebutkan pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka dapat, merugikan ketahanan ekonomi nasional, mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang sifatnya perlu dirahasiakan," tutur dia.
Staf Khusus atau Stafsus Menkeu Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkap alasan hasil audit JKN BPJS Kesehatan itu dirahasiakan.“Sebenarnya alasan-alasan ini pernah disampaikan saat sidang ajudikasi di KIP. Nanti di PTUN akan kita sampaikan kembali dengan beberapa update,” kata dia.
Intinya, Prastowo melanjutkan, Kemenkeu berkepentingan menjaga proses reformasi dan pembenahan menyeluruh program JKN dan BPJS. Tujuannya agar tuntas dan sungguh-sungguh bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Soal dampak jika data audit itu dibuka dia enggan berkomentar banyak.
“Ini sebenarnya sudah masuk materi, domain di pengadilan. Nanti kalau sudah sidang kami akan sampaikan secara transparan dan utuh ya,” ujar Prastowo.
Manfaat bagi publik jika data itu dibuka
Almas menjelaskan bagaimana pentingnya data hasil audit JKN BPJS Kesehatan itu dibuka. Menurut dia, dalam hasil audit BPKP itu, telah ditemukan berbagai persoalan dalam penyelenggaraan JKN, mulai dari inefisiensi, hingga kecurangan fraud yang dilakukan oleh peserta, petugas BPJS, pemberi pelayanan, maupun obat dan alat kesehatan. Publik, dia berujar, terkena dampak langsung jika penyelenggaraan JKN buruk. “Jelas penting,” ucap dia.
Di sisi lain, dia melanjutkan, dokumen BPKP itu juga menjadi dasar perhitungan dana talangan untuk menutup defisit triliunan rupiah. Ditambah lagi iuran JKN naik karena ada defisit. Terlbih lagi, kata Almas, BPKP pun memberikan rekomendasi perbaikan. Namun, Kemenkeu dinilai tidak mengawal tindak lanjutnya, khususnya soal sejauh mana perbaikannya.
“Publik juga penting untuk melakukan pengawalan. Justru pertanyaannya kenapa dokumen tersebut harus ditutupi? Apa dasar Kemenkeu menyebut apabila dokumen dibuka maka akan merugikan ketahanan ekonomi negara?” ujar Almas. Adapun BPKP belum merespons ketika dimintai tanggapan soal kasus tersebut.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengaku heran dengan sikap Sri Mulyani yang bersikukuh tidak ingin mengeluarkan ke publik hasil audit program JKN BPJS Kesehatan. Dia menilai seharusnya Kementerian Keuangan lebih transparan terhadap hasil audit keuangan, apalagi ini menyangkut dana publik.
"Kami berharap transparansi dan akuntabilitas itu tidak hanya sekedar wacana, tetapi juga harus dipraktikkan," kata Agus.
Agus menjelaskan, hasil audit program JKN BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh BPKP merupakan hak publik untuk mengetahui. “Ketika ada proses audit ya masyarakat harusnya bisa melihat apa hasil auditnya, karena yang dimanfaatkan dana publik, entah itu dalam bentuk dana APBN dan lain-lain," ujar Agus.
Hal tersebut juga sesuai dengan putusan Komisi Informasi Pusat atau KIP melalui Putusan Ajudikasi KIP Nomor 016/VII/KIP-PS/2020 tertanggal 16 Januari 2023. "Ada hak bagi publik untuk mengetahui berdasarkan putusan KIP,” ucap Agus.
Dia juga mengatakan pihaknya akan mengirimkan jawaban atas keberatan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan atas putusan KIP tersebut. "Nanti mungkin juga jika dibutuhkan, kami akan mengirimkan jawaban atas keberatan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan ya," tutur Agus.
Selanjutnya: ICW duga ada hal yang disembunyikan<!--more-->
ICW Duga Kemenkeu Sembunyikan Sesuatu
Agus menduga ada hal yang disembunyikan oleh Kemenkeu terhadap hasil audit program JKN BPJS Kesehatan. Awalnya, kata dia, ICW ingin tahu sebenarnya. “Tapi karena mereka melakukan keberatan kemudian banding ke PTUN justru membuat kami bertanya-tanya ada apa yang membuat info itu tidak boleh dibuka kepada publik," kata Agus.
Namun, Wakil Ketua KIP Arya Sandhiyudha mengatakan gugatan itu merupakan hal lumrah dilakukan apabila ada pihak yang tidak puas dengan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh lembaganya. "Jadi apabila ada yang tidak berkenan, tidak setuju atau tidak puas dengan putusan KIP itu adalah lumrah," ujar Arya.
Sebagai lembaga quasi judicial peradilan, kata Arya, tidak sedikit para pihak yang pernah bersengketa soal keterbukaan informasi di KIP. Bahkan mengujinya kembali pada lembaga peradilan baik itu ke PTUN, jika badan publik negara atau ke pengadilan negeri jika badan publik selain negara.
"Secara hukum, dalam Undang-undang sudah dijelaskan bahwa terbuka untuk upaya hukum terhadap putusan Komisi Informasi yaitu gugatan ke pengadilan berdasarkan Pasal 47 UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP," kata Arya.
MOH KHORY ALFARIZI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca Juga: Penghapusan Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Diundur jadi Awal 2025, Begini Penjelasan DJSN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.