Simalakama Pencabutan Tertib Ketat Covid-19 di China

Selasa, 3 Januari 2023 15:58 WIB

Wisatawan berjalan dengan barang bawaan mereka di Bandara Internasional Beijing, di tengah wabah penyakit COVID-19 di Beijing, China 27 Desember 2022. REUTERS/Tingshu Wang

TEMPO.CO, Jakarta - Yang, seorang warga Beijing, akhirnya berani muncul di tempat umum pada satu siang di Taman Danau Shichahai, Senin, 2 Januari 2023. Pencabutan peraturan ketat Covid-19 di China pada bulan lalu memungkinkannya bermain kereta luncur di danau beku yang ada di ibu kota tersebut, walau ada risiko penyebaran yang tak terkendali. "Setelah berakhirnya penguncian ini, kami tidak perlu lagi memindai kode kesehatan dan juga tidak perlu memeriksa kode perjalanan. Jadi kami bebas sekarang," katanya.

Baca: Media Pemerintah China: Kasus Covid Relatif Ringan

China mencabut kebijakan nol-Covid usai gelombang protes besar-besaran yang membuat jabatan Xi Jinping sebagai presiden terancam. Akibatnya gelombang infeksi telah meletus secara nasional sejak kebijakan nol-Covid dicabut, sistem kesehatan semakin merapuh, dan memicu kekhawatiran internasional yang mendorong beberapa negara untuk memberlakukan pembatasan pada pelancong dari China.

Pekan lalu, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity, memperkirakan sekitar 9.000 orang mungkin meninggal setiap hari akibat Covid-19 di China. Mereka menyebut, kematian kumulatif di China sejak 1 Desember bisa mencapai 100.000, dengan infeksi mencapai 18,6 juta. Airfinity memperkirakan infeksi Covid di China mencapai puncak pertamanya pada 13 Januari, satu pekan jelang Imlek, dengan 3,7 juta infeksi setiap hari.

China hanya melaporkan 15 kematian akibat COVID-19 sejak mulai melonggarkan pembatasan pada 7 Desember, tak lama setelah itu mempersempit kriteria pencatatan kematian akibat virus tersebut. China hanya menghitung kematian pasien Covid yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas sebagai terkait Covid. Penderita yang punya komorbid, dianggap meninggal karena penyakitnya meski dia terpapar virus corona.

Perbedaan data ini membuat WHO meminta China agar lebih terbuka. WHO mendesak pejabat China berbagi data sehingga negara lain dapat merespons secara efektif. Peningkatan infeksi di China telah memicu kekhawatiran di seluruh dunia dan pertanyaan tentang pelaporan datanya. Angka resmi yang diklaim pemerintah China tentang kasus Covid-19 dan kematian rendah sementara rumah sakit dan kamar mayat kewalahan.

<!--more-->

Advertising
Advertising

Virus Diprediksi Telah Bermutasi

China telah diperingatkan akan menghadapi berbagai gelombang infeksi virus corona karena varian Omicron bermutasi menjadi lebih baik dalam menyebarkan dan menghindari kekebalan. Ahli virologi Shan-Lu Liu dari The Ohio State University di Amerika Serikat mengatakan bahwa ketika perlindungan vaksin berkurang, tingkat infeksi ulang akan meningkat. “China kemungkinan akan mengikuti tren, dan mengulangi gelombang infeksi seperti yang terlihat di bagian lain dunia,” kata Liu dikutip CNA.

Para ilmuwan masih mencoba memahami dasar-dasar mengapa beberapa orang yang sembuh dari Covid-19 bisa terinfeksi lagi. Namun Liu mencatat, Omicron yang merupakan varian dominan di seluruh dunia selama lebih dari setahun, memiliki tingkat infeksi ulang tertinggi.

Namun adanya varian Covid baru, diragukan oleh Direktur Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan, Chris Murray. Ia menekankan kemungkinan ada miliaran infeksi omicron di seluruh dunia tahun ini, tetapi tidak ada varian baru yang muncul, dan hanya subvarian omicron.

“Itulah mengapa saya akan menempatkan risiko yang cukup rendah bahwa ada varian baru yang berbahaya di China,” kata Murray, dilansir CNBC. Dia mencatat bahwa beberapa karakteristik yang sangat khusus yang akan diperlukan untuk varian baru muncul dan menggantikan omicron.

Ahli virologi Universitas Hong Kong Jin Dong-yan mengatakan pada podcast independen bulan lalu bahwa orang tidak perlu takut dengan risiko varian baru yang lebih mematikan di China. "Banyak tempat di seluruh dunia telah mengalami (infeksi skala besar) tetapi varian yang lebih mematikan atau patogen tidak muncul setelahnya," kata Jin.

"Saya tidak mengatakan bahwa munculnya strain (yang lebih mematikan) sama sekali tidak mungkin, tetapi kemungkinannya sangat kecil."

<!--more-->

China Menilai Barat Berlebihan

Media pemerintah China menilai sorotan Barat terhadap keparahan kasus Covid-19 yang disebut terlalu dibesar-besarkan. Dalam sebuah artikel pada hari Selasa, People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis China, mengutip beberapa pakar China yang mengatakan penyakit yang disebabkan oleh virus corona itu relatif ringan bagi kebanyakan orang.

"Penyakit parah dan kritis mencapai 3 hingga 4 persen dari pasien yang terinfeksi saat ini dirawat di rumah sakit yang ditunjuk di Beijing," kata Tong Zhaohui, Wakil Presiden Rumah Sakit Chaoyang Beijing kepada surat kabar itu.

Kang Yan, kepala Rumah Sakit Tianfu di China Barat, mengatakan bahwa dalam tiga minggu terakhir, 46 pasien yang sakit kritis telah dirawat di unit perawatan intensif, terhitung sekitar 1 persen dari infeksi bergejala. Lebih dari 80 persen dari mereka yang tinggal di provinsi Sichuan barat daya telah terinfeksi, kata otoritas kesehatan setempat.

Simak: Rumah Duka di Shanghai Kewalahan, Kremasi Dua Jasad Sekaligus?

CHANNEL NEWS ASIA | CNBC | REUTERS

Berita terkait

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

4 jam lalu

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

Pemerintah telah merevisi kebijakan impor menjadi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Wamendag sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

7 jam lalu

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

OJK mengungkap prediksi kredit bermasalah perbankan.

Baca Selengkapnya

Mengenang Banjir Yangtze 1931, Banjir Bandang di China yang Menewaskan 3,6 Juta Jiwa

3 hari lalu

Mengenang Banjir Yangtze 1931, Banjir Bandang di China yang Menewaskan 3,6 Juta Jiwa

Banjir bandang di Sungai Yangtze pada 1931 merupakan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah China, bahkan di dunia.

Baca Selengkapnya

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

3 hari lalu

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

Berasal dari kalangan biasa, Lawrence Wong mampu melesat ke puncak pimpinan negara paling maju di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

3 hari lalu

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut bantuan beras merupakan langkah konkret untuk meringankan beban masyarakat.

Baca Selengkapnya

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

3 hari lalu

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

AstraZeneca menarik vaksin Covid-19 buatannya yang telah beredar dan dijual di seluruh dunia.

Baca Selengkapnya

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

3 hari lalu

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang bertemu untuk membahas penguatan kerja sama

Baca Selengkapnya

Pelapor COVID-19 Cina Diperkirakan Bebas setelah 4 Tahun Dipenjara

4 hari lalu

Pelapor COVID-19 Cina Diperkirakan Bebas setelah 4 Tahun Dipenjara

Seorang jurnalis warga yang dipenjara selama empat tahun setelah dia mendokumentasikan fase awal wabah virus COVID-19 dari Wuhan pada 2020.

Baca Selengkapnya

Batal Angkat Kaki, Ini 5 Ponsel Meizu yang akan Rilis

5 hari lalu

Batal Angkat Kaki, Ini 5 Ponsel Meizu yang akan Rilis

Meizu melampaui ekspektasi dengan tidak hanya satu, tapi lima rencana peluncuran ponsel baru.

Baca Selengkapnya

Vaksin AstraZeneca Tidak Diedarkan Lagi di Dunia, Begini Dampaknya untuk Indonesia

9 hari lalu

Vaksin AstraZeneca Tidak Diedarkan Lagi di Dunia, Begini Dampaknya untuk Indonesia

Epidemiolog menilai penarikan stok vaksin AstraZeneca dari pasar global tak berpengaruh terhadap penanganan Covid-19 saat ini.

Baca Selengkapnya