Sepakat Sistem Pembayaran Digital di Tingkat Asean, Apa Saja Keuntungannya?
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 16 November 2022 15:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia bekerja sama dengan bank sentral Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina, meluncurkan sistem pembayaran digital terintegrasi. Kerja sama ini diresmikan dalam dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Senin, 14 November 2022.
“Apa yang kita saksikan bukan hanya nota penandatangan kesepahaman, tapi sejarah menuju digitalisasi,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Senin, 14 November 2022.
Perry menyebut ada tiga hal yang bakal dicapai dalam kebijakan keuangan lima negara ASEAN tersebut. Pertama, transaksi lima negara di ASEAN akan lebih cepat melalui sistem fast payment. Sistem pembayaran digital ini akan mengikis waktu transaksi yang semula bisa sampai 2 hingga 5 hari.
“Konversi mata uang lokal antar-negara juga akan lebih ringkas lantaran tidak melalui dolar lebih dulu,” ujar dia.
Kedua, pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di lima negara ini akan lebih cepat naik kelas karena memiliki akses-akses pasar baru. Melalui integrasi pembayaran, lanjut Perry, masyarakat bisa langsung melakukan pembayaran untuk transaksi produk UMKM antar-negara. Kebijakan ini pun dirasa bakal menguntungkan Indonesia yang memiliki setidaknya 65,5 juta pelaku UMKM.
“Ketiga, konektivitas transaksi digital lima negara bakal mendorong percepatan transformasi digital,” ujar Perry. Transformasi digital merupakan salah satu agenda yang dibahas dalam KTT G20.
Managing Director Monetary Authority of Singapore Ravi Menon menjelaskan sebelum kebijakan ini disusun, kelima negara telah memperhatikan mekanisme dan regulasi. Apalagi ini menjadi sistem pembayaran multirateral pertama. “Jadi negara-negara kita ini bisa mengirimkan (transaksi) melalui e-wallet transfer dengan biaya lebih rendah yang lebih aman. Ini kemajuan luar biasa,” kata Menon.
Presiden Jokowi mengatakan sistem pembayaran digital terintegrasi ini merupakan salah satu kunci memperkuat ekonomi berkelanjutan di level regional. Karenanya, dia mendukung inisiatif ini diperluas ke tingkat global.
“Kemudahan akses pembayaran akan memberi dampak besar bagi ekonomi. Khususnya, sektor pariwisata, perdagangan, dan UMKM. Sehingga dorong akselerasi pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan inklusif,” kata Jokowi yang hadir secara virtual dalam acara yang digelar Bank Indonesia di Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Senin, 14 November 2022.
Direktur Eksekutic Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara juga mengatakan bahwa standarisasi pembayaran di ASEAN tersebut merupakan terobosan yang harus didukung. Bhima melihat potensi penarikan lebih banyak devisa dari sistem ini. Terutama devisa dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Selama ini banyak wisatawan mancanegara, terutama dari ASEAN, yang membeli barang di tempat wisata di Indonesia dan harus nukar valas. Sedangkan dengan QR yang terstandarisasi, mereka bisa langsung melakukan transaksi. Konversinya juga saya kira menguntungkan dari segi konsumen,” ujar Bhima ketika dihubungi Tempo, Selasa, 15 November 2022.
Selanjutnya: Sistem Pembayaran QR Terstandarisasi Memudahkan Pelaku UMKM Lintas Negara<!--more-->
Sistem pembayaran ini, lanjut dia, juga memudahkan pelaku UMKM untuk melakukan transaksi lintas negara. Mereka akan diuntungkan dengan efisiensi biaya transfer. Terlebih, kata Bhima, pasar ASEAN memiliki pertumbuhan yang bagus. Begitu pula dengan adopsi digitalisasinya.
“Selama pandemi, di ASEAN ada 60 juta user digital baru. Itu menjadi basis pembayaran digital,” kata dia.
Menurut Bhima, sistem pembayaran terintegrasi ini juga perlu terus didorong. Dari momentum KTT G20, kerja sama bisa diperluas dengan negara-negara peserta. Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan keamanan data pengguna.
“Faktor keamanan dan perlindungan data harus diperhatikan juga. Harus distandarisasi karena ini menyangkut transaksi,” ujar dia.
Lebih jauh lagi, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa kerja sama integrasi sistem pembayaran lintas negara berpotensi menguntungkan negara-negara berkembang di tengah gejolak perekonomian dunia—yang melemahkan nilai tukar mata uang mereka, termasuk rupiah.
Dody menyebut integrasi sistem pembayaran ini bukan hanya melalui penggunaan QRIS yang baru diluncurkan kemarin. Sebelumnya, kebijakan local currency settlement (LCS) telah dijadikan kebijakan fundamental untuk memastikan penggunaan mata uang lokal dalam berbagai transaksi. Dia pun berharap langkah kerja sama ini mampu mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
“Sejauh ini pergerakan rupiah cukup atraktif, didukung terjaganya persepsi positif terhadap pemulihan ekonomi dan langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan BI,” ujar Dody kepada Tempo, Senin, 14 November 2022.
Adapun kata Dody, LCS mencatat tren positif dan menjadi salah satu instrument yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko pelemahan nilai tukar rupiah, terutama bagi pelaku usaha. Sepanjang semester II tahun ini, total nilai tranaksi LCS mencapai ekuivalen US$ 2,4 miliar. Angka ini menunjukkan peningkatan tajam dari periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar US$ 1,6 miliar. Karena itu, pihaknya bakal menjajaki kerja sama LCS ke beberapa negara mitra di kawasan.
RIRI RAHAYU | FRANCISCA CHRISTY ROSSANA | GHOIDA RAHMAH
Baca Juga: Terpopuler Bisnis: Batik Air Minta Maaf Koper Kaesang Nyasar, Prabowo Bicara Ketahanan Pangan di G20
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.