Babak Baru Dugaan Kasus Korupsi Menara BTS: Penggeledahan hingga ke Meja Kominfo
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Francisca Christy Rosana
Rabu, 9 November 2022 15:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo—Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi atau BAKTI—memasuki babak baru. Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan di kantor Kominfo di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 9, Jakarta Pusat, dan kantor PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical di Jalan Pegangsaan Dua KM 2 Nomor 64, Jakarta Utara pada Senin, 7 November 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Ketut Sumedana mengatakan pihaknya masih mendalami temuan barang bukti saat melakukan penggeledahan. "Masih dipelajari," ujar dia kepada Tempo pada Selasa, 8 November 2022.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menjelaskan, dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita dokumen-dokumen dan barang bukti elektronik yang berkaitan dengan perkara dimaksud. Penggeledahan dan penyitaan berjalan lancar dan aman dengan mematuhi protokol kesehatan.
“Kami menemukan beberapa dokumen penting diduga terkait dengan penanganan perkara dimaksud. Saat ini telah dan sedang melakukan evaluasi dan pendalaman berdasarkan hasil dokumen yang ditemukan," kata dia.
Penggeledahan di kantor Kominfo tersebut dibenarkan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong. Dia mengklaim bahwa pihaknya bersikap kooperatif dalam penggeledahan tersebut.“Betul dan Kominfo bersikap kooperatif,” ucap Usman.
Penggeledahan dilakukan seiring dengan pendalaman kasus dugaan korupsi BTS Kominfo oleh Kejaksaan Agung. Kejagung telah menaikkan perkara dugaan rasuah ini dari penyelidikan ke penyidikan, pekan hari lalu.
Sejumlah sumber di Kejaksaan Agung menyebut penyidik telah meminta keterangan dari sejumlah pihak sejak tiga bulan lalu. Sedangkan beberapa minggu ke belakangan, Kominfo menggeledah kantor BAKTI sebagai penanggung jawab proyek, Kominfo, sampai ke konsorsium penggarap menara ini.
<!--more-->
Penggeledahan sampai ke konsorsium itu kemudian disampaikan Kejaksaan Agung dalam pernyataan resmi. Kejaksaan telah menggeledah kantor konsorsium PT Fiberhome Teknologi Indonesia, Lintas Arta, hingga ZTE dan IBS. Konsorsium Lintas Arta, Huwaei, dan SEI tercatat melakukan pekerjaan pembangunan menara di wilayah Papua dan Papua Barat dengan jumlah 954 sites untuk tahap pertama.
Kejaksaan Agung juga menghimpun berkas-berkas dari konsorsium IBS dan ZTE. Konsorsium ini mengerjakan pembangunan BTS di wilayah Papua dengan total 1.811 sites. Selanjutnya, menggeledah juga kantor konsorsium Fiberhome, Telkom Infra, dan MTD untuk memperoleh berkas-berkas serupa. Konsorsium tersebut mengerjakan pembangunan menara di Kalimantan, NTT, Sumatera, Maluku, Sulawesi dengan jumlah 1.435 sites.
Proyek pembangunan BTS ini diinisiasi sejak akhir 2020. Direncanakan menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T atau terdepan, terluar, dan tertinggal, semestinya proyek kelar pada 2023. Pembangunan tersebut terbagi atas dua tahap. Tahap pertama, BTS ditargetkan berdiri di 4.200 lokasi dan penggarapannya semestinya telah rampung pada 2022. Sedangkan sisanya diselesaikan sampai 2023.
Namun hingga kuartal II 2022, BAKTI tercatat baru merampungkan 2.060-2.070 tower untuk tahap pertama. “Itu yang sudah on air,” kata Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI Feriandi Mirza saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, 3 Juni lalu.
Feriandi mengatakan ada berbagai hambatan yang dialami oleh pekerja di lapangan baik di daerah Papua dan non-Papua. Di wilayah luar Papua, dia bercerita penyelesaian proyek pembangunan BTS sempat terganggu oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi rantai pasok.
Selama wabah meruak, kontraktor BTS kesulitan mendapatkan perangkat microchip yang masih banyak diimpor dari negara lain, seperti Cina. “Karena perangkat (telekominukasi) ini mostly 100 persen masih impor,” katanya.
Pasokan perangkat telekomunikasi dari negara-negara produsen microchip menyusut lantaran produksi berkurang. Ditambah lagi, lalu-lintas logistik dari satu negara ke negara lain terganggu karena kebijakan lockdown.
Sementara itu di wilayah Papua, penyelesaian pembangunan BTS sempat terkendala oleh beberapa masalah. Misalnya, soal keamanan. Feriandi bercerita entitasnya sempat diminta menghentikan sementara proyek pembangunan BTS oleh Kepolisian Daerah Papua setelah tragedi penembakan delapan pekerja Palapa Ring Timur.
“Plus ada kejadian lain, insiden kecil di berbagai area di Provinsi Papua. Intinya kamu bukan ingin menempatkan pekerja di risiko yang sama,” ucap dia. Selain masalah keamanan, Feriandi menyinggung persoalan geografis di beberapa titik di Papua yang sulit dijangkau dengan akses darat.
Untuk beberapa wilayah, ia mengatakan pengiriman material harus diangkut menggunakan helikopter. Rantai panjang pengiriman ini diklaim membuat pekerjaan tak selesai tepat waktu.
Baca juga: Dugaan Korupsi BTS Kominfo, Moratelindo Bantah Ikut Terlibat Proyek
<!--more-->
Kerugian Ditaksir Rp 1 Triliun
Kejaksaan Agung menaksir kerugian negara akibat dugaan korupsi BTS Kominfo mencapai Rp 1 triliun. Perhitungan itu mencakup penyelesaian BTS tahap I yang meliputi lima paket pekerjaan. "Rp 10 triliun itu nilai kontrak (tahap I). Kerugiannya mungkin sekitar Rp 1 triliun. Kami masih hitung, itu mungkin atau bisa lebih," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Rabu, 2 November 2022.
Cakupan wilayah proyek pembangunan menara yang diduga bermasalah meliputi daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Misalnya, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, hingga Papua dan Sulawesi.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Dave Laksono mengatakan pihaknya akan membahas kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) BAKTI Kominfo. “Baru mulai masa sidang, nanti kami akan bahas (pemanggilan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate),” ujar dia melalui pesan pendek pada Jumat, 4 November 2022. Namun dia tidak menjelaskan waktu pembahasannya dilakukan.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan legislator di Komisi I terus memantau pekembangan kasus tersebut. “Itu kan bagian dari tugas pengawasan DPR,” ucap dia. Dave meminta kasus BAKTI Kominfo harus segera diusut secara transparan. “Agar jelas di mana kerugian negara, dan bilamana ada yang terlibat untuk segera diproses,” tutur dia.
Dia juga mengingatkan saat ini kondisi ekonomi dunia berpotensi krisis dan negara membutuhkan dana untuk menyokong pembangunan nasional. “Serta menjamin adanya social net yang kuat untuk masyarakat,” kata Dave.
<!--more--><!--more-->
Menghambat Penyelesaian Pembangunan BTS Tahap II
Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menilai kasus tersebut bisa mengganggu proyek BTS selanjutnya. “Kalau pun itu pasti akan menghambat pembangunan tower BTS (Tahap II) di blind spot atau wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” ujar dia melalui sambungan telepon pada Jumat, 4 November 2022.
Namun, kata dia, masalah dugaan korupsi pada tubuh proyek itu harus diselesaikan lebih dulu. Apalagi dia mendengar dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 100 persen dari proyek yang menerapkan sistem lelang itu sebagian di antaranya digerogoti tindak rasuah. "30 persennya terindikasi terjadi korupsi. Itu penyakit," katanya.
Sehingga, kata dia, kasus tersebut harus diselesaikan terlebih dulu. Bila dilanjutkan, kemudian ditemukan kasus korupsi lagi, kejadian ini akan merugikan semua pihak. Khususnya, masyarakat.
“Nantinya, bisa saja BTS yang dibangun jumlahnya tidak sesuai target, atau mungkin dibangunnya asal-asalan,” ucap Nailul. “Karena kan itu membangun blind spot banyakan di wilayah 3T itu kan mustinya jangan dikorupsi karena biayanya cukup besar.” Nailul melanjutkan, Indef mendukung Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek BTS BAKTI Kominfo.
Baca juga: Digeledah Kejagung karena Kasus Dugaan Korupsi BTS, Kominfo Klaim Kooperatif
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.