Intimidasi Jurnalis di Tengah Teka-teki Kasus Penembakan Brigadir J
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Juli Hantoro
Minggu, 17 Juli 2022 07:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga pria berbadan tegap tiba-tiba mendatangi dua jurnalis yang tengah meliput di sekitar rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan atau Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Pria berambut cepak yang mengendarai sepeda motor itu memepet kedua jurnalis yang tengah mewawancarai seorang petugas kebersihan di kompleks kediaman Sambo.
Tiga pria itu kemudian merampas telepon seluler milik jurnalis dari CNNIndonesia.com dan detik.com tersebut. "Bisa ditanyakan langsung," kata seorang pria berbadan tegap itu saat sang jurnalis bertanya maksud kedatangan mereka.
Ponsel yang dirampas kemudian diperiksa. Sejumlah foto, video, dan rekamanan wawancara langsung dihapus. Seorang di antara pria itu kemudian meminta para jurnalis tak meliput jauh dari kediaman Ferdy Sambo.
Intimidasi tersebut terjadi di tengah upaya para jurnalis mencari kepingan teka-teki atas kematian Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dalam insiden penembakan di rumah singgah milik Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Peristiwa penembakan itu kini tengah diusut lantaran sejumlah kejanggalan dari keterangan yang diberikan pihak kepolisian sebelumnya. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan membentuk tim khusus untuk mengungkap insiden tersebut.
Intimidasi Jurnalis Bisa Dijerat Pidana
Hanya sehari setelah peristiwa intimidasi terhadap dua jurnalis di dekat kediaman Ferdy Sambo, Polri mengumumkan mereka telah menangkap tiga pelaku yang merupakan anggota kepolisian.
Selanjutnya, Polri minta maaf..
<!--more-->
“Sudah diproses oleh Biro Provos Mabes. Nanti tindak lanjutnya akan di update lagi,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada Tempo ketika dikonfirmasi, Jumat malam, 15 Juli 2022.
Selain itu, di hari yang sama, Kepala Biro Provos Polri Brigjen Benny Ali meminta maaf atas intimidasi terhadap dua wartawan yang dilakukan anggotanya.
“Pertama-tama saya selaku Karo Provos mengucapkan permohonan maaf atas tindakan anggota kami yang kurang pemahaman terhadap kejadian kemarin. Memang kejadian kemarin itu bukan di TKP,” kata Benny Ali kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat, 15 Juli 2022.
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers mendorong kasus intimidasi jurnalis tersebut diusut melalui proses pidana.
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menjelaskan proses hukum ini penting dilaksanakan meskipun pihak Mabes Polri telah menyatakan ke kantor media yang bersangkutan akan menindak tegas anggota yang melakukan intimidasi itu. Mabes Polri juga telah meminta maaf.
“Secara prosedur memang harusnya diusut melalui proses pidana dan etik,” kata Ade saat dihubungi, Jumat, 15 Juli 2022.
Proses pidana ini, menurut dia, bisa dilaksanakan dengan menggunakan pasal 18 Undang-undang Pers, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan UU ITE yang begitu pula dengan dugaan pelanggaran etik yang seharusnya bisa dilakukan secara bersamaan.
Ia berpendapat, proses pidana tetap harus dijalankan dan dikawal pelaksananannya agar bisa memberikan efek jera terhadap pelaku yang menghalang-halangi kerja jurnalistik. Dia berharap, tindakan tegas yang digaungkan pihak kepolisian adalah memproses pelaku intimidasi secara pidana.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengusut kekerasan terhadap jurnalis itu.
Ketua AJI Jakarta Afwan Purwanto menilai tindakan intimidasi telah mencederai kebebasan pers dalam kerja-kerja jurnalistik.
Menurutnya, mengambil, menghapus paksa hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang tidak pantas. Tindakan tersebut, dinilai berlebihan dan sewenang-wenang. Hal tersebut, bertentangan dengan Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers.
Sementara itu, dari Dewan Pers mengatakan bahwa pihak kepolisian siap memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Dewan Pers juga mengecam tindakan tersebut.
Sebab, intimidasi merupakan cara yang salah dan tidak dapat dibenarkan, “Menghalang-halangi mendapatkan informasi, dan lain-lain itu tidak sesuai UU No. 40/1999,” ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendirana kepada wartawan, Jumat, 15 Juli 2022.
<!--more-->
Kuasa Hukum Ferdy Sambo ke Dewan Pers
Di tengah pemberitaan yang deras mengenai kasus penembakan terhadap Brigadir J, tim kuasa hukum Ferdy sambo menyambangi kantor Dewan Pers di Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada Jumat, 15 Juli 2022.
Pada kesempatan itu, kuasa hukum Sambo meminta empati awak media dalam memberitakan insiden polisi tembak polisi di kediaman kliennya.
“Sudah kami mohonkan kepada Dewan Pers dan mungkin akan kami sampaikan juga ke teman-teman pers bahwa berdasarkan pasal 5 kode etik jurnalistik disebutkan bahwa pers dilarang menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila, yang ini benar-benar kami selaku kuasa hukum korban berharap empati dari rekan-rekan media,” kata kuasa hukum keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis.
Sebab, saat ini, kliennya, yaitu istri Kadiv Propam Ferdy Sambo dalam keadaan yang tidak sehat. Ia mengalami traumatis, stress hingga mengalami gangguan tidak bisa tidur atau insomnia. Oleh karena kondisi tersebut, istri Ferdy Sambo tengah menjalani perawatan dan pantauan psikolog.
Selain kondisi kesehatan yang tidak stabil, kuasa hukum mengatakan bahwa kliennya memiliki anak yang masih berusia muda yang berpotensi mengalami dampak buruk dari pemberitaan yang dinilai memuat opini, bukan informasi yang bersumber dari sumber resmi, dalam hal ini adalah pihak kepolisian dan Tim Khusus Kasus Tembak Polisi yang turut menggandeng Kompolnas dan Komnas HAM.
“Bagaimana pun keluarga mempunyai anak tiga orang yang masih berusia muda dan ini yang menimbulkan dampak luar biasa apabila teman-teman pers tidak mengindahkan kode etik jurnalistik,” ucapnya.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendirana mengatakan, kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo mendatangi mereka untuk konsultasi mengenai pemberitaan media soal insiden yang terjadi di rumah kliennya.
"Ini sifatnya konsultasi dulu," kata Yudi Hendriana. “Mereka hanya konsen kepada apa yang terjadi pemberitaan supaya tidak melebar kemana-mana.”
Baca juga: IPW Minta Jenazah Brigadir J Diautopsi Ulang untuk Ungkap Kejanggalan
MUTIA YUANTISYA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.