Tanda Tanya Hepatitis Akut Misterius

Minggu, 8 Mei 2022 23:00 WIB

Petugas menyuntikan vaksin hepatitis B. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam seminggu terakhir, sejumlah tenaga kesehatan ramai-ramai menyebarluaskan informasi kepada masyarakat soal penyebaran penyakit hepatitis akut yang menyerang anak-anak di berbagai negara. Masalahnya informasi soal penyakit ini masih misterius, sehingga organisasi seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga belum bisa memberikan penjelasan lebih rinci.

"Sampai sekarang belum tahu diketahui penyebab dan sumber penularannya," Ketua Unit Kerja Koordinasi Gastro-Hepatologi IDAI Muzal Kadim dalam diskusi online pada Minggu, 8 Mei 2022.

Selama ini diketahui ada virus hepatitis A yang ditangani dengan vaksin hepatitis A. Virus hepatitis B yang ditangani dengan vaksin hepatitis B. Demikian seterusnya sampai hepatitis E. Kasus terbanyak yaitu hepatitis A dan B, dan program vaksinasi untuk bayi dan anak-anak sudah dimulai sejak lama.

Vaksin hepatitis B disuntikkan pada bayi usia 2 bulan dan seterusnya sesuai rentang yang ditetapkan. Vaksin hepatitis B disuntikkan mulai usia 1 tahun dan diulang kembali, paling cepat 6 kemudian dan paling lama 1 tahun kemudian.

Kalau sudah disuntik vaksin ini, kemungkinan terkena hepatitis sangat jarang. Muzal menyebut efektifitasnya mencapai 90 persen. Lalu sekarang muncul hepatitis akut, di mana sama sekali tidak ditemukan virus hepatitis A sampai E di tubuh pasien.

Advertising
Advertising

Oleh sebab itu, hepatitis akut ini tidak bisa dicegah dengan vaksin yang selama ini diberikan kepada bayi dan anak-anak. "Jadi kriterianya non A sampai non E, unik memang," kata Muzal.

Setelah virus hepatitis A dan E disingkirkan jadi penyebab, dugaan beralih ke adenovirus yang selama ini hanya jadi penyebab diare akut. Akan tetapi, itu pun juga masih dugaan. "Masih belum confirm sebenarnya sampai saat ini," kata Muzal.

Teka-teki soal penyebab hepatitis akut ini akhirnya berimplikasi pada informasi soal cara penularan virus. Karena dugaan sementara hepatitis akut akibat adenovirus, kata Muzal, dugaan sementara penyebaran terjadi lewat fecal oral dan juga droplet. Tapi lagi-lagi, ini masih dugaan sementara.

Sederet Temuan Kasus

Kasus hepatitis akut misterius diumumkan terjadi di Indonesia setelah adanya pengumuman dari Kementerian Kesehatan pada 1 Mei 2022. Saat itu, Kemenkes melaporkan tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta, dengan dugaan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya, meninggal dunia pada 30 April.

Sabtu, 7 Mei 2022, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Kasil Rokhmat mengumumkan kasus seorang anak perempuan berusia tujuh tahun yang diduga meninggal akibat hepatitis akut.

Pasien anak ini sempat mendapat perawatan intensif di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Menurut Kasil, hasil laboratorium tak mendeteksi adanya infeksi virus hepatitis A, B, C, D, maupun E pada anak tersebut.

Hari ini, juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut kasus di Tulangagung saat ini masih masuk Pending Classification. Artinya pasien memiliki gejala dan keluhan sesuai hepatitis, namun hasil laboratorium serologi untuk mendeteksi virus hepatitis A sampai E belum keluar.

Ia menyebut pengujian di laboratorium serologi untuk kasus ini telah dimulai. "Sudah, tapi masih ada pemeriksaan hepatitis tipe E yang masih dalam pemeriksaan," kata dia saat dihubungi, Minggu, 8 Mei 2022.

Sementara untuk tiga kasus pertama di Jakarta, Siti juga memastikan statusnya juga sama yaitu Pending Classification. Status belum berubah karena pemeriksaan adenovirus dan pemeriksaan hepatitis E membutuhkan waktu antara 10 sampai 14 hari.

Anak-anak Kembali Sekolah

Di tengah temuan kasus ini, Kementerian Pendidikan memastikan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tetap digelar sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Sebagian dimulai pada 9 Mei, dan sebagian lain seperti di Jakarta dan daerah penyangga pada 12 Mei.

"Kami belum pernah diskusi dengan Kemenkes, dan belum ada arahan tentang hepatitis. Kemenkes sedang mengkaji," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Jumeri, saat dihubungi, Minggu, 8 Mei 2022.

Saat ini memang belum ada protokol dari Kementerian Pendidikan untuk pencegahan ke anak didik terkait hepatitis akut ini yang diterapkan secara luas di sekolahan. Menurut Jumeri, otoritas yang berwenang dalam hal kesehatan ini tetap Kementerian Kesehatan. "Setiap langkah yang bersifat nasional harus dipertimbangkan bersama kementerian lembaga," kata dia.

Siti Nadia menyebut petunjuk yang dipakai untuk merespons temuan hepatitis akut misterius terhadap anak-anak sama dengan protokol kesehatan yang saat ini berlaku. Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pun menegaskan kalau penyakit ini bukan digolongkan pandemi.

"Ini berupa penyakit yang kita perhatikan untuk diwaspadai, sama seperti penyakit DBD (Demam Berdarah)," kata dia.

Deteksi Dini oleh Orang Tua

Sementara itu, IDAI meminta orang tua untuk bisa mendeteksi dini apabila ditemukan gejala hepatitis akut pada anak-anak mereka. Orang tua diminta agar segera memeriksakan anak mereka ke fasilitas kesehatan terdekat.

"Kami imbau masyarakat, khususnya orang tua, agar dapat mengenali gejala dan tanda kasus hepatitis akut," kata Ketua IDAI Piprim B. Yanuarso dalam keterangan resmi di akun Yotuube IDAI, Sabtu, 7 Mei 2022. Gejalanya yaitu berupa perubahan warna urin menjadi gelap. "Berwarna seperti coca cola, dan atau fesesnya pucat."

Pada tahap lebih lanjut, anak juga mengalami kondisi seperti mata dan kulit menguning, demam, gatal, nyeri sendi atau pegal-pegal. Lalu, mual, muntah, hingga nyeri perut. Gejala berikutnya yaitu anak jadi lesu lelah lemah dan kehilangan nafsu makan, disertai diare, penurunan kesdaran, dan bisa terjadi kejang-kejang.

Selanjutnya pada pemeriksaan laboratorium, bisa didapat peningkatan hasil Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT), yakni enzim di hati, lebih dari 500 unit per liter. "Atau lebih dari 10 kali nilai normal," kata Piprim.

Untuk itu Piprim mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak panik, namun tetap waspada dan berhati-hati. Piprim juga meminta masyarakat bisa mencegah penularan infeksi dengan cara mencuci tangan dengan sabun atau disinfekta.

Kemudian, meminum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang sepenuhnya, buang tinja atau popok sekali pakai pada tempatnya, menggunakan alat makan sendiri, memakai masker, sampai menjaga jarak.

Alur Pemeriksaan Medis

Sementara untuk tenaga medis, IDAI juga telah menerbitkan rekomendasi tata laksana penanganan penyakit Hepatitis akut bergejala berat pada pasien anak yang belum diketahui penyebabnya ini.

"Bagi tenaga medis, telah dipersiapkan tata laksana maupun protokol penanganan pasien secara detail dan sudah disampaikan ke mereka," kata Dokter Anak Konsultan Gastrohepatologi Hanifah Oswari.

Rekomendasi ini berisi 6 halaman dan bisa diakses secara bebas di laman resmi organisasi, yaitu idai.or.id. Akan tetapi, rekomendasi ini bisa berubah. "Rekomendasi ini sifatnya dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan bukti-bukti ilmiah yang terbaru," demikian bunyi poin perhatian khusus pada rekomendasi IDAI ini.

Salah satu cuplikan tahapan paling awal yang akan dilakukan tenaga kesehatan yaitu pemeriksaan gejala pada anak usia 16 tahun ke bawah. Tenaga kesehatan harus mengecek apakah anak memiliki satu atau lebih dari 7 gejala, di antaranya yaitu:

1. Kuning
2. Sakit perut akut
3. Diare akut
4. Mual atau muntah
5. Penurunan kesadaran atau kejang
6. Lesu atau malaise
7. Myalgia atau arthralgia

Jika ada, maka berlanjut ke pemeriksaan ALT (SGPT) dan AST (SGOOT). Tindakan pertama yaitu apabila kadarnya tidak lebih dari 500 unit per liter, tapi meningkat di atas normal. Maka, tenaga kesehatan harus memantau kadar ALT dan AST secara berkala.

Jika lebih dari 600 unit per liter, maka berlanjut ke pemeriksaan berikutnya untuk enam komponen. Di antaranya yaitu:

1. IgM anti-HAV
2. HBsAg
3. iGm anti-HBc (bila HBsAg positif)
4. Anti-HCV atau HCV RNA
5. IgM anti-HDV (bila HBsAg positif)
6. igM anti-HEV

Dari keenam komponen ini, hasil pemeriksaan yang minimal harus ada yaitu ada tiga, di antaranya yaitu:

1. IgM anti HAV negatif
2. HBsAg negatif atau IgM anti-HBc negatif (pada HBsAg positif)
3. Anti-HCV atau HCV RNA negatif

Jika tidak ada, maka diberlakukan tata laksana hepatitis virus akut. Bila ada, maka diberlakukan sebagai Probable Hepatitis Akut yang Belum Diketahui Sebabnya alias misterius.

Tapi catatan diberikan pada rekomendasi ini, yaitu saat ini pemeriksaan hepatitis D dan hepatitis E belum tersedia secara luas di Indonesia. Karena keterbatasan pemeriksaan ini, maka skrining awal cukup diperiksa terhadap hepatitis A, B, dan C.

Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib melaporkan tanpa memandang penyebab yang lain. IDAI telah melengkapi rekomendasi ini dengan alur pelaporan bagi anggota mereka ke RS tempat merawat, untuk kemudian diteruskan ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) Kementerian Kesehatan.

Desakan untuk Pemerintah

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar menggencarkan penelitian dan pemeriksaan spesimen terkait fenomena hepatitis akut misterius ini. Hal ini, kata dia, penting dilakukan agar kita tidak salah langkah dalam mengantisipasi penyebaran hepatitis yang sudah menyerang banyak negara ini.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini juga meminta pemerintah agar memberikan informasi yang jelas pada masyarakat. "Edukasi masyarakat untuk tidak panik dan meningkatkan kewaspadaan," kata dia dalam keterangan tertulis.

Netty juga mendesak pemerintah memberikan penjelasan gamblang agar masyarakat bisa ikut mencegah penyebaran penyakit tersebut. Penjelasan ini menyangkut peta penyebaran kasus, upaya yang dilakukan pemerintah, dan kesiapan sistem kesehatan dalam melakukan antisipasi lonjakan kasus. "Agar rakyat dapat berpartisipasi aktif melakukan pencegahan," kata Netty soal penyakit hepatitis akut.

Baca Juga: Update Hepatitis Akut 8 Mei: Kasus di Tulungagung Masih Pending

Berita terkait

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

5 jam lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.

Baca Selengkapnya

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

2 hari lalu

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Terdapat penyesuaian iuran peserta JKN setelah kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan berganti menjadi KRIS. Ini iuran BPJS Kesehatan terbaru.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

3 hari lalu

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi soal kebijakan penghapusan sistem kelas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Baca Selengkapnya

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

6 hari lalu

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting bisa turun hingga 14 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

7 hari lalu

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

Edy mendesak Kemenkes agar segera turun tangan menangani ratusan bidan pendidik yang kelulusannya dibatalkan.

Baca Selengkapnya

Deteksi Lupus pada Anak dengan 11 Pertanyaan Ini

9 hari lalu

Deteksi Lupus pada Anak dengan 11 Pertanyaan Ini

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagikan 11 butir pertanyaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi awal penyakit lupus pada anak secara mandiri.

Baca Selengkapnya

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

10 hari lalu

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Apa pesan untuk pemimpin baru?

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

10 hari lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

11 hari lalu

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

Kemenkes bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit mengembangkan program pendidikan gratis bagi dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

11 hari lalu

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Presiden Jokowi menyoroti pentingnya infrastruktur kesehatan negara dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya