Ancaman PHK di Tengah Persaingan Ketat Bisnis Ekspedisi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 16 Maret 2022 19:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Berdalih ingin meningkatkan kualitas pegawai, manajemen SiCepat Ekspres mengakui telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap 300-an karyawannya. Jumlah itu setara dengan 0,61 persen dari total pegawai.
Pemecatan ini diklaim merupakan hasil evaluasi yang berlaku di semua level, mulai kurir paket hingga pegawai kantoran. Penilaian dilakukan secara berkala setiap enam bulan sekali pada tengah dan akhir tahun.
“Pada 2022, SiCepat Ekspres melakukan proses pembaruan (pegawai) berdasarkan KPI (key performance index),” ujar Chief Corporate Communication Officer SiCepat Ekspres Wiwin Dewi Herawati dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 16 Maret 2022.
Wiwin mengatakan perusahaannya mau tak mau kudu memilih karyawan yang siap bersaing di industri ekspedisi dan memiliki kompetensi. Munculnya para pemain baru di sektor logistik retail membuat persaingan semakin ketat di tengah berkembangnya industri kreatif.
Isu PHK SiCepat Ekspres bergulir sejak 12 Maret 2022. Kabar itu disampaikan peneliti muda dari Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Mada, Arif Novianto. Melalui media sosial Twitter-nya, dia mengunggah cuitan bahwa perusahaan ekspedisi tersebut sedang melakukan PHK terhadap 365 orang karyawan tetap.
Masalahnya, mereka yang terimbas PHK disodori surat pengunduran diri. Diduga, tujuannya agar manajemen SiCepat Ekspres tidak membayar pesangon dan hak-hak lainnya.
Wiwin mengakui ada kesalahan prosedur yang membuat proses PHK diprotes banyak pihak. “Atas pemberitaan tersebut kami ingin klarifikasi dan mengakui adanya kesalahan prosedur pada proses PHK yang sebagaimana seharusnya tidak dilakukan pada karyawan yang terdampak,” kata dia.
SiCepat, kata Wiwin, berjanji akan membayarkan kompensasi dan hak-hak karyawan sesuai peraturan perundang-undangan. Proses pencairan kompensasi ini sedang berjalan dan akan diselesaikan secara bertahap.<!--more-->
Rapor Merah Bisnis Perusahaan Ekspedisi
Kabar PHK ratusan karyawan SiCepat menambah daftar rapor merah bisnis perusahaan ekspedisi di kuartal pertama 2022. Sekitar dua bulan lalu, pesaing SiCepat Ekspres, PT Jaringan Ekspedisi Transportasi atau JET Express, mengumumkan rencana menutup perusahaannya setelah beroperasi selama tujuh tahun. Operasional JET Express resmi mandek pada Maret 2022.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi mengatakan bisnis jasa pengiriman kilat sebetulnya masih tumbuh meski menghadapi pelbagai tantangan. “Namun tiap perusahaan memiliki kondisi yang berbeda,” katanya.
Feriadi menjelaskan perusahaan yang memiliki model bisnis business to business atau B to B kemungkinan tidak akan semoncer pertumbuhan bisnis untuk model yang lain. Sebaliknya, bisnis yang langsung bersinggungan dengan pelanggan, seperti business to customer (B to C) atau customer to customer (C to C) masih terlihat lebih baik pertumbuhannya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan ada banyak faktor yang membuat pemain logistik tumbang di era meningkatnya ekosistem ekonomi digital. Pertama, pertumbuhan industri logistik tak melulu bisa diukur dari kenaikan volume transaksi e-commerce secara keseluruhan.
“Sebagian e-commerce sudah mengurangi era bakar uang. Promo dan diskon berkurang. Akibatnya, permintaan terhadap logistik berkurang,” ujar Bima. Sejalan dengan itu, booming-nya persaingan e-commerce membuat pemain di sektor jasa logistik ikut bertambah.
Pemain baru umumnya memiliki kemitraan yang kuat dengan e-commerce. Walhasil, pemain-pemain logistik lama di sektor bisnis logistik yang tidak kuat dari sisi modal bakal tersingkir.
“Permodalan adalah kunci penting bertahan di pasar yang berdarah-darah,” tuturnya.
Tak hanya itu, di tengah tekanan krisis yang membuat daya beli masyarakat menurun dan berimbas ke pemesanan jasa ekspedisi, perusahaan-perusahaan logistik melakukan efisiensi karyawan. Caranya adalah menggeser karyawan-karyawan tetap dan menggantinya dengan pekerja outsourcing.
Di sisi lain, Bhima melihat ada tekanan besar bagi industri logistik atas kenaikan biaya bahan bakar. Melonjaknya harga minyak dunia membuat struktur operasional perusahaan yang mengandalkan jasa pergerakan ini berubah. Namun, tak serta-merta perusahaan bisa menaikkan harga penjualannya.
“Sementara dengan biaya bahan bakar meningkat, perusahaan bisa meneruskan ke konsumen,” ucap Bhima.
Baca Juga: SiCepat Ekspres Janji Bayar Pesangon Karyawan yang Terimbas PHK