Pilah Pilih Vaksin, Animo Vaksinasi Booster di Jakarta Rendah
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Minggu, 13 Maret 2022 00:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggencarkan vaksinasi booster menghadapi kendala karena minat masyarakat menurun. Berbeda dengan antrean panjang masyarakat yang rela berdiri untuk vaksinasi dosis pertama, kini peminat turun drastis.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengungkap bahwa minat masyarakat di Jakarta untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksin booster menurun bila dibandingkan saat pelaksanaan vaksinasi dosis pertama dan dosis kedua.
“Di DKI Jakarta baru sekitar 1,6 juta orang yang disuntik vaksin booster," kata Widyastuti pada Jumat, 11 Maret 2022.
Widyastuti menyebut alasan utama rendahnya minat warga untuk mengikuti vaksinasi booster karena masih banyak yang pilih-pilih vaksin. "Ketika vaksin yang diinginkan tidak tersedia, mereka tidak berminat untuk menjalani vaksinasi," katanya.
Padahal semua jenis vaksin yang tersedia telah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengurus Obat dan Makanan (BPOM), sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk menerima vaksin booster. Stok vaksin di Jakarta juga masih dalam kategori aman.
Adapun vaksin booster yang tersedia adalah AstraZeneca dan Pfizer. "Mereka mau vaksin jenis tertentu tetapi tidak ada,” ujarnya.
Untuk mengatasi kendala ini, Widyastuti berharap media berperan untuk membantu mengkomunikasikan masyarakat agar bersedia mengikuti vaksinasi booster ke fasilitas kesehatan terdekat.
Selanjutnya vaksin dosis pertama mencapai 14,4 juta orang...
<!--more-->
Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia, total penerima dosis ketiga di Jakarta hingga per 10 Maret berjumlah 1.576.169 orang. Sementara vaksin dosis pertama berjumlah 14.418.665 orang dengan proporsi 70 persen warga ber-KTP DKI Jakarta dan 30 persen non-KTP Jakarta.
Penerima vaksinasi Covid-19 dosis kedua berjumlah 10.456.523 orang dengan 72,9 persen adalah warga KTP DKI Jakarta dan 27,1 warga non-KTP DKI.
Sejumlah warga yang diwawancarai Tempo membeberkan alasan yang berbeda kenapa mereka enggan mengambil vaksin booster.
Seorang warga Pasar Rebo bernama Ganang enggan suntik vaksinasi dosis ketiga dengan berdalih telah menjaga kesehatan cukup untuk mencegah penularan Covid-19. Dia juga menduga ada unsur bisnis dalam program vaksinasi karena terlalu banyak merek vaksin yang digunakan. "Masyarakat juga sadar kalau menjaga kesehatan cukup untuk menahan virus,” kata Ganang.
Pria berusia 26 tahun itu menilai vaksin hanya menjadi syarat beraktivitas di ruang publik dan bukan untuk alasan medis.
Ardhi, warga Buaran, Jakarta Timur, juga enggan vaksinasi booster karena takut. “Saya cukup dua dosis saja dan takut kalau kebanyakan vaksin. Selebihnya saya mengandalkan protokol kesehatan yang lebih ketat,” kata pria berusia 23 tahun tersebut.
Seorang warga Depok, Dede, 26 tahun, merasa yakin vaksin pertama dan kedua cukup untuk melawan virus corona. “Saya malas disuntik lagi dan yakin dengan dua dosis vaksin, tubuh saya sudah cukup kuat dan beradaptasi terhadap virus,” kata atlet trail running itu.
Selanjutnya efektivitas vaksinasi melawan Omicron cenderung tiga dosis...
<!--more-->
Tren penurunan minat masyarakat terhadap vaksinasi booster juga disorot oleh epidemiolog dari Universitas Griffith University Australia, Dicky Budiman. Padahal vaksinasi booster sangat krusial untuk pengentasan pandemi Covid-19 secara efektif.
“Minat vaksinasi booster memang hampir di semua negara tidak sebesar vaksin pertama atau kedua. Ini berbahaya karena efektivitas vaksinasi melawan Omicron cenderung tiga dosis. Ini artinya target dua dosis hanya menjadi modal awal, tetapi efektivitas tiga dosis,” kata Dicky.
Faktor penurunan minat vaksinasi booster, kata Dicky, bukan hanya karena masyarakat pilah-pilih jenis vaksin, tetapi juga ada yang merasa sudah cukup dengan dua dosis vaksin. Selain itu, banyak masyarakat yang mulai meyakini pandemi sudah berlalu dan ada masyarakat yang terpengaruh teori konspirasi.
“Ada pula masyarakat yang sebelumnya mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada dosis pertama atau kedua sehingga ragu untuk mencari dosis ketiga karena tidak mendapat pemahaman yang memadai,” jelas Dicky.
Tantangan vaksinasi dosis ketiga, juga disebabkan karena masyarakat sedang berada pada situasi di mana banyak muncul berita yang terlalu optimistis dan meremehkan bahaya pandemi.
“Padahal secara global situasi ini belum melandai. Ada penurunan dari sisi bahwa ini tidak di puncak, tetapi angka indikator kematian secara global ini meningkat dalam dua minggu terakhir. Artinya, dengan pelonggaran di banyak negara, akan meningkatkan transmisi apalagi di tengah kemunculan sub-varian Omicron,” paparnya.
Penurunan minat masyarakat terhadap vaksinasi booster juga terjadi ketika status PPKM di Jakarta turun dari level 3 menjadi level 2. Dicky mengingatkan, meski Indonesia sudah melewati masa kritis gelombang ketiga Covid-19, tetapi secara global masih berada pada situasi pandemi apalagi data positivity rate Indonesia masih di atas 5 persen.
Walaupun Indonesia sudah memiliki bekal imunitas dengan vaksin pertama dan kedua, keenganan masyarakat untuk vaksinasi booster membuat risiko penularan yang besar apalagi di tengah pelonggaran yang dilakukan pemerintah.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Ingin Warga Jakarta Vaksinasi Booster Menjelang Ramadan