Tanda-tanda Penumpang Gelap di Ibu Kota Negara
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 26 Januari 2022 20:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Munculnya para spekulan yang menguasai tanah di kawasan bakal Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, berpotensi mengancam keberadaan masyarakat adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melihat warga komunitas yang hidup menyebar di sekitar kawasan inti lahan ibu kota baru dan zona-zona tanah rampasan di sekitarnya rawan tergusur.
“Mereka terancam digeser para spekulan, para penumpang gelap. Dalam proses pembangunan, orang yang jadi spekulan adalah orang yang punya modal besar,” ujar Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Pengurus Besar AMAN Muhammad Arman saat dihubungi pada Rabu, 26 Januari 2022.
Aliansi menghitung, ada sekitar 20 ribu masyarakat adat yang berpotensi menjadi korban proyek pembangunan ibu kota. Masyarakat ini terbagi atas 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan dua di Kutai Kartanegara.
Arman berujar, payung hukum pemindahan ibu kota yang diundangkan pada 18 Januari lalu tak bisa memberi jaminan terhadap hak atas tanah masyarakat adat. Undang-undang IKN yang disahkan setelah melewati 43 hari pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini, tutur dia, nihil mengandung klausul perlindungan kelompok adat secara spesifik.
“Tidak ada pemulihan hak masyarakat adat kalau mereka terpaksa harus diambil tanahnya. Apalagi IKN ini adalah otorita, jadi peraturan Pemerintah Kalimantan Timur yang memiliki klausul perlindungan masyarakat adat tidak bisa (digunakan),” ujar Arman.
Pemerintah menetapkan luas daratan IKN 256,1 ribu hektare. Dari lahan tersebut, 199,9 ribu hektare akan menjadi kawasan pengembangan ibu kota, sedangkan 56,1 ribu sisanya dimanfaatkan sebagai cikal bakal kawasan IKN Nusantara.
Tak hanya mengancam masyarakat adat, pembangunan IKN dikhawatirkan bakal berdampak terhadap penduduk lokal. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memandang mobilisasi perpindahan dan penambahan penduduk di IKN berpotensi menggerus masyarakat sekitar.
Potensi konflik sosial
<!--more-->
“Ini akan punya potensi konflik sosial dengan penduduk lokal yang memiliki sejarah tenurial (hak) yang cukup erat sebelumnya,” kata Direktur WALHI Kalimantan Timur Yohana Tiko.
Walhi mendata ada puluhan desa dan kelurahan di empat kecamatan yang masuk zona IKN. Keempat kecamatan itu meliputi Sepaku, Samboja, Muara Jawa, dan Loa Kulu. Jumlah penduduk yang berdomisili di sana mencapai lebih dari 185 ribu.
“Mereka akan terdampak atas masuknya setidaknya 7.687 jiwa perpindahan pegawai lembaga negara, lembaga pemerintah, dan pendukungnya serta akan menekan populasi masyarakat yang sebelumnya tinggal di sana,” ujar dia.
Sejak rencana pemindahan IKN ke Kalimantan Timur diumumkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Agustus 2019, para spekulan bermunculan di lahan calon ibu kota. Memicu konflik dengan masyarakat adat, para spekulan ini berasal dari beragam daerah. Tak sedikit di antaranya datang dari Jakarta dan memiliki latar belakang yang macam-macam.
Sumber Tempo di Kabinet Indonesia Maju mengakui pihaknya menemukan 40 ribu hektare tanah telah dikuasi seorang pejabat. “Luasnya setara dengan empat kali Kota Bogor loh. Luar biasa,” kata sumber itu.
Kedatangan para spekulan menyebabkan harga tanah di Kalimantan Timur melejit. Kenaikannya bahkan mencapai sepuluh kali lipat dalam kurun dua tahun. Harga tanah yang semula Rp 100 juta per hektare bisa berlipat-lipat naik menjadi Rp 1 miliar per hektare.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah telah berupaya mencegah maraknya para spekulan. Pemerintah menggunakan ketentuan perdagangan lahan untuk menjalankan mekanisme pembebasan tanah. Kebijakan ini berpayung pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
Janji Pemerintah Pusat
<!--more-->
Dia juga mengklaim sebagian besar lahan IKN sudah dikuasai pemerintah. “Sebanyak 86 persen sudah dikuasai pemerintah,” katanya.
Sejalan dengan upaya mengantisipasi maraknya spekulan, Suharso menyebut pemerintah akan memastikan hak atas tanah warga asli dan masyarakat adat tidak tersunat. Pemerintah, kata dia, berjanji tidak akan melakukan penggusuran dan telah memperluas kawasan inti ibu kota dari 5.600 hektare menjadi 6.700 hektare untuk mengakomodasi warga setempat.
“Tidak ada (penggusuran). Kami akan berikan program-program pengembangan sumber daya manusia dan sebagainya,” ujar Suharso.
Untuk mengunci aksi para spekulan, pemerintah daerah melihat perlu ada revisi Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2019 tentang Pengendalian dan Pengawasan Jual-Beli Tanah. Produk hukum yang baru bisa mencegah spekulan menguasai tanah dalam jumlah yang besar dan tetap memberikan ruang bagi masyarakat untuk bertransaksi sesuai kebutuhan.
"Ini tidak bisa dilarang, tapi harus dikendalikan. Kami harus tahu siapa yang membeli," ujar Pelaksana tugas Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Hamdam Pongrewa.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN | SAPRI MAULANA
BACA: Ibu Kota Negara Pindah, Kepala Bappenas Sebut Jakarta Tetap Jadi Daerah Khusus
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.