Banjir Kritik Minimnya Kenaikan Upah Minimum

Reporter

Caesar Akbar

Rabu, 17 November 2021 20:21 WIB

Kelompok buruh yang tergabung dalam KASBI saat menggelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa 17 November 2020. Aksi untuk mengingatkan kembali penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Dalam aksi itu, mereka mengajukan empat tuntutan yakni mencabut UU Cipta Kerja, membatalkan SK Menaker soal ketiadaan kenaikan upah minimum 2021, setop represivitas aparat dan bebaskan massa aksi yang dikriminalisasi, serta gratiskan biaya pendidikan selama pandemi. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang penolakan terhadap penetapan upah minimum 2022 membesar setelah pemerintah mengumumkan bahwa proyeksi rata-rata kenaikan upah minimum provinsi pada tahun depan hanya sekitar 1,09 persen.

Penolakan ditandai dengan gelombang unjuk rasa yang dimulai pada hari ini, 17 November 2021, di daerah. Demonstrasi dilakukan untuk menuntut kenaikan upah minimum yang lebih tinggi pada 2022.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan kenaikan upah tahun depan semestinya berkisar 7-10 persen. Tuntutan itu didasari survei yang dilakukan KSPI di 10 provinsi dengan menggunakan parameter kebutuhan hidup layak sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.

Menurut Said, buruh merujuk kepada beleid lama, lantaran Undang-undang Cipta Kerja hingga saat ini masih digugat di Mahkamah Konstitusi dan belum inkracht. "Karena itu KSPI dalam menghitung kenaikan upah menggunakan dalil hukum lama, UU 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal pengupahan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 yang belum dicabut," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers, Selasa, 16 November 2021.

Kalau mau mengambil jalan tengah berlandaskan dua beleid itu, Said mengatakan kenaikan upah minimum seharusnya berada pada kisaran 5-7 persen. Karena itu, penetapan upah minimum yang berlandaskan Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tetang pengupahan itu dinilai lebih buruk dari era Orde Baru.

"Menaker lebih memberikan proteksi kepada kalangan pengusaha dan pemilik modal, dibandingkan memberi perlindungan kepada kaum pekerja atau buruh atau pegawai yang mengembalikan rezim upah murah jauh lebih buruk dari zaman Soeharto di era Orde Baru," ujar Said.

Proyeksi kenaikan rata-rata upah minimum provinsi sebelumnya disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Namun, kenaikan tersebut masih menunggu keputusan masing-masing gubernur, paling lambat 20 November 2021.
<!--more-->
Selain nilainya yang kecil, KSPI mempertanyakan adanya klausul batas atas dan batas bawah dalam penentuan upah minimum. Menurut Said, hal tersebut inkonstitusional lantaran tidak pernah disebutkan dalam Undang-undang Cipta Kerja. Ia juga menilai upah minimum sebagai jaring sosial seharusnya ditetapkan hanya satu angka, bukan dalam kisaran rentang.

Formula penghitungan batas atas dan bawah dijabarkan di Pasal 26 dalam PP Nomor 36 Tahun 2021. Batas atas dan bawah adalah rentang yang digunakan untuk menetapkan penyesuaian nilai upah minimum. Variabel yang digunakan dalam penetapan batas atas itu adalah rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja di setiap rumah tangga. Sementara, penetapan batas bawah adalah 50 persen dari batas bawah.

Said khawatir klausul batas atas batas bawah justru membuat upah minimum pekerja turun, alih-alih naik. Untuk itu, dia mengatakan gelombang unjuk rasa di daerah nantinya akan diikuti unjuk rasa nasional, mogok daerah, dan mogok nasional.

"KSPI sudah melakukan koordinasi dengan serikat buruh lain. Hampir lebih dari 60 federasi serikat buruh di tingkat nasional dan lima konfederasi di tingkat nasional menyatakan akan menggelar mogok nasional," ujar Said.

Mogok kerja tersebut rencananya dilakukan pada awal Desember 2021. Namun, tanggal pasti mogok tersebut masih tentatif dan belum diputuskan oleh gabungan serikat buruh. Mogok diperkirakan berlangsung pada 6-8 Desember 2021.

Seruan mogok nasional dari KSPI itu pun ditanggapi oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia alias Aspek Indonesia. Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan pihaknya akan turut serta dalam aksi mogok kerja itu.

"Kami menolak penetapan UMP 2022 yang tidak manusiawi dan ini semakin membuktikan bahwa Pemerintah tidak mampu memberikan kehidupan yang layak kepada rakyatnya," ujar Mirah Sumirat.
<!--more-->
Menyitir PP Nomor 36 tahun 2021, Mirah mengatakan kenaikan UMP 2022 tertinggi adalah di DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 4.453.724 dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp 4.416.186,548 atau naik sebesar Rp 37.538.

Sedangkan kenaikan terendah UMP tahun 2022 adalah di Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 1.813.011, atau hanya naik sebesar Rp 14.032 dibanding UMP tahun 2021 sebesar Rp 1.798.979,00.

"Artinya dengan kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan terendah adalah hanya naik Rp 14.032, ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah. Rakyat dipaksa untuk terus miskin," kata Mirah.

Padahal, pada 2020, kata Mirah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021, dengan hanya berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

Sorotan mengenai rata-rata kenaikan upah minimum provinsi tak hanya datang dari kalangan pekerja. Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada, Tadjuddin Noer Effendi mengatakan kenaikan upah minimum provinsi dengan rata-rata 1,09 persen itu sangat tidak layak.

"Menurut saya ini jangan-jangan terendah sepanjang sejarah, kenaikan upah minimum buruh. Kalau kita buka kok rasanya belum pernah sekitar 1 persen. Kalau upah minimum di Jogja Rp 1,4 juta, naiknya cuma Rp 14 ribu ya. Kalau di Jakarta Rp 4,5 juta, berarti kenaikan Ro 45 ribu. menurut hemat saya itu sangat tidak layak," ujar dia.

Upah minimum, kata Tadjuddin, seharusnya menjadi pengaman sosial agar pekerja tidak jatuh miskin. Sehingga, dalam menetapkannya, pemerintah harus menetapkan garis kemiskinan. Selanjutnya, memasukkan pula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta rata-rata konsumsi, rata-rata anggota rumah tangga, dan anggota rumah tangga yang bekerja.

"Kalau pakai itu tidak akan mungkin hanya satu persen," ujar Tadjuddin.
<!--more-->
Ia mengatakan kenaikan yang sangat rendah itu secara akal sehat pun tidak masuk akal. Apalagi kalau merujuk kepada Undang-undang Cipta Kerja yang menyebut daya beli dan kondisi pekerja harus menjadi dasar penentuan upah.

Namun demikian, ia menyarankan agar buruh tidak melakukan mogok kerja karena hanya akan merugikan bagi semua pihak. Tadjuddin mengatakan sebaiknya pemerintah menengahi kepentingan semua pihak dan membuka semua data secara terang benderang dengan kepala dingin. Dengan demikian, persoalan upah minimum tak terus menjadi perkara tahunan di Indonesia.

Dari sisi ekonomi, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyoroti rata-rata kenaikan upah minimum provinsi 2022 yang berada di bawah proyeksi inflasi nasional 2022. Inflasi sebelumnya diperkirakan berada di atas 3-4 persen.

"Ini efeknya berarti daya beli kelas menengah dan pekerja rentan bisa tergerus inflasi," ujar Bhima. Apabila itu terjadi, pemulihan daya beli dan konsumsi rumah tangga pun akan terhambat.

Upah minimum, kata Bhima, seharusnya naik di atas inflasi plus pertumbuhan ekonomi agar masyarakat memiliki uang lebih untuk dibelanjakan. Kalau itu dilakukan, pada ujungnya pun pengusaha akan diuntungkan.

"Kalau naiknya cuma 1 persen, konsumsi masyarakat akan terpengaruh. Apalagi tahun depan ada penyesuaian PPN naik dari 10 jadi 11 persen. Kebijakan perpajakan juga kan tidak mengakomodasi kepentingan pekerja," tutur Bhima.

Merespons berbagai kritik soal upah minimum itu, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas), Adi Mahfudz, mengatakan penetapan upah minimum itu sudah tepat sesuai dengan regulasi, yaitu Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Di samping itu, Dapenas telah menyarankan bahwa penetapan itu dilakukan dengan berbasiskan data statistik dari Badan Pusat Statistik.
<!--more-->
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan itu juga mengatakan angka rata-rata kenaikan upah minimum 1,09 persen itu hanya proyeksi. Patokan bagi dunia usaha nantinya adalah penetapan upah minimum di setiap daerah yang memperhitungkan pertumbuhan ekonomi maupun inflasi di wilayah tersebut.

Ia pun meyakini bahwa dengan formula yang ada, penghasilan pekerja tidak akan tergerus inflasi seperti kekhawatiran ekonom.

"Tidak, justru yang dipakai menghitung adalah pertumbuhan ekonomi atau inflasi mana yang paling tinggi," ujar dia. "Jadi bukan tergerus atau diminim-minimkan tidak. Tidak boleh direkayasa, itu berdasarkan data dari BPS."

Adi juga membantah kekhawatiran bisa turunnya upah minimum di suatu wilayah lantaran adanya formula batas atas dan batas bawah dalam PP 36 Tahun 2021. Pasalnya, berdasarkan regulasi, upah minimum yang ditetapkan tidak boleh lebih rendah dari upah yang berlaku saat ini.

"Ada beberapa provinsi yang tidak naik karena pertumbuhan ekonomi atau inflasinya minus. Artinya, boleh menetapkan upah minimum yang saat ini diterima, bukan mengambil batas bawah. Jadi dalam rentang batas atas dan bawah tapi tidak boleh lebih rendah dari yang diterima saat ini," kata Adi. Ia pun memastikan dunia usaha akan mengikuti regulasi yang berlaku.

Soal polemik yang terjadi terkait penetapan upah minimum, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri mengatakan pemerintah sejak terbitnya PP 36 Tahun 2021 di awal tahun ini sudah menjalin dialog dengan serikat pekerja dan pengusaha.

Selain itu, saat akan menetapkan upah minimum pada Oktober dan November 2021, Dewan Pengupahan Nasional telah dilibatkan. Dewan ini terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pakar. Sehingga, seharusnya dialog dan komunikasi mengenai formula dan proses penetapan upah telah terjalin di sana, serta di Dewan Pengupahan Daerah.

"Tapi setelah diumumkan rata-rata nasional 1,09 persen ada respons dari serikat pekerja. Respons saya adalah itu rata-rata nasional lho, bukan masing-masing daerah segitu. Mungkin saja ada gubernur yang umumkan lebih dari itu. Itu rata-rata nasional, ada yang di bawah, ada yang di atas," kata Indah.

Selain itu, ia mengatakan upah minimum berlaku untuk pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan. Sehingga, semestinya semua pihak tidak perlu khawatir dengan besaran tersebut. Justru, ia berujar pemerintah kini berfokus mengawal agar tidak ada stagnasi bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun.

Di samping itu, Indah menepis kekhawatiran para buruh bahwa upah minimum bisa turun dengan adanya batas atas dan batas bawah. Pasalnya, batas atas dan batas bawah itu hanya instrumen dalam rumus untuk menghitung upah minimum. Nantinya, upah minimum yang ditetapkan pun hanya satu angka dan tidak bisa lebih rendah dari upah tahun sebelumnya.

Ia memastikan bahwa filosofi dari lahirnya PP 36 tahun 2021 adalah keseimbangan bagi daerah yang penetapan upahnya sudah tinggi dengan yang masih rendah. Pemerintah ingin mencari titik terbaik untuk tercapainya keadilan. "Jadi tidak boleh diambil di bagian bawah, kita bisa kontrol. Kemnaker sudah memiliki simulasi masing-masing daerah tapi harus ditetapkan gubernur," kata Indah.

Namun demikian, ia mengatakan ada empat daerah yang upah minimumnya tidak naik lantaran sudah melebihi batas atasnya, yaitu Sumatera Selatan sebesar Rp 3.144.146, Sulawesi Utara Rp 3.310.723, Rp Sulawesi Selatan Rp 3.165.876, dan Sulawesi Barat Rp 2.678.863. Pemerintah, kata Indah, sudah meminta pemimpin daerah untuk mentaati formula yang ada, sehingga perhitungannya bisa tepat.

"Tidak usah khawatir, kami akan kawal dan kami simulasinya. Pasti kami kontrol berapa yang ditetapkan. InsyaaAllah tidak akan merugikan pegawai," ujar Indah. Ditanya mengenai besaran rata-rata kenaikan upah minimum yang kecil, hanya 1,09 persen, ia menjawab, "Satu persen kecil? Ya kecil, tapi kalau lihat negara lain ada tidak yang mampu menaikkan? Itu pun 1,09 persen rata-rata nasional ya."

CAESAR AKBAR

Berita terkait

May Day, Partai Buruh Sebut akan Ada 50 Ribu Buruh Geruduk Istana

2 hari lalu

May Day, Partai Buruh Sebut akan Ada 50 Ribu Buruh Geruduk Istana

Aksi May Day ini juga akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia dengan melibatkan total ratusan ribu buruh

Baca Selengkapnya

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

3 hari lalu

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

Reaksi PBNU, PP MUhammadiyah, Kadin Terhadap Penetapan Prabowo - Gibran Pemenang Pilpres 2024 oleh KPU

Baca Selengkapnya

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

4 hari lalu

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

Pengusaha muda kelahiran 24 April 1987, Rudy Salim pernah menolak denda untuk 9 mobil mewah dari Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Rupiah Terus Melemah, Kadin Khawatir Dunia Usaha Terdampak

11 hari lalu

Rupiah Terus Melemah, Kadin Khawatir Dunia Usaha Terdampak

Nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar menyebabkan para pengusaha khawatir.

Baca Selengkapnya

PKB Masih Lakukan Penjaringan Nama Calon untuk Maju Pilgub DKI Jakarta

12 hari lalu

PKB Masih Lakukan Penjaringan Nama Calon untuk Maju Pilgub DKI Jakarta

Ketua DPP PKB mengkonfirmasi saat ini pihaknya masih melakukan penjaringan nama terkait siapa saja calonnya yang akan maju Pilgub DKI.

Baca Selengkapnya

Bos Kadin Ingatkan Pemerintah untuk Patuhi Disiplin Fiskal: Kalau Tidak, Bahaya..

16 hari lalu

Bos Kadin Ingatkan Pemerintah untuk Patuhi Disiplin Fiskal: Kalau Tidak, Bahaya..

Ketua Kadin Arsjad Rasjid menyatakan penyusunan RAPBN harus dilakukan secara bijaksana. Selain itu, pemerintah juga wajib mematuhi disiplin fiskal.

Baca Selengkapnya

Kadin Ingatkan Pengusaha Transparan jika Tak Sanggup Bayar THR: Harus Ada Komunikasi dan Interaksi

18 hari lalu

Kadin Ingatkan Pengusaha Transparan jika Tak Sanggup Bayar THR: Harus Ada Komunikasi dan Interaksi

Ketua Kadin Arsjad Rasjid menyebut pengusaha harus transparan jika tak dapat memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja.

Baca Selengkapnya

Terkini: Setelah 'Tuyul' dan Pertalite Dicampur Air Ada Apa Lagi di SPBU Pertamina?, KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek New Generation

30 hari lalu

Terkini: Setelah 'Tuyul' dan Pertalite Dicampur Air Ada Apa Lagi di SPBU Pertamina?, KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek New Generation

Kecurangan di SPBU Pertamina kembali terungkap. Setelah switch dispenser untuk kurangi takaran yang disebut tuyul dan Pertalite dicampur air, kini....

Baca Selengkapnya

Kadin: Potensi Perputaran Uang Selama Libur Lebaran Capai Rp 157,3 Triliun

30 hari lalu

Kadin: Potensi Perputaran Uang Selama Libur Lebaran Capai Rp 157,3 Triliun

Kadin Indonesia memprediksi adanya kenaikan perputaran uang selama libur Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 2024 dibandingkan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Pemilu Usai, Ketua TPN Arsjad Rasjid Kembali Jabat Ketua Kadin

38 hari lalu

Pemilu Usai, Ketua TPN Arsjad Rasjid Kembali Jabat Ketua Kadin

Mantan ketua tim pemenangan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Arsjad Rasjid, kembali menjabat Ketua Umum Kadin usai hasil Pemilu 2024 disahkan.

Baca Selengkapnya