PCR dan Denyut Lemah Bisnis Maskapai
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 28 Oktober 2021 20:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Hampir patah arang Risna Halidi (28 tahun) mencari laboratorium tes polymerase chain reaction (PCR) di Kota Kupang, pekan lalu. Pegawai asal Jakarta yang sedang berlibur di Nusa Tenggara Timur itu nyaris berkali-kali membatalkan jadwal kepulangannya karena tak kebagian kuota tes Covid-19.
“Sudah beberapa kali saya mendatangi fasilitas kesehatan atau rumah sakit, namun kuota PCR selalu penuh,” ujar Risna saat dihubungi pada Kamis, 28 Oktober 2021.
Pada Kamis, 21 Oktober 2021, Risna mendatangi salah satu laboratorium swasta di Kupang untuk persiapan penerbangan ke Bali esok paginya. Selepas melancong di Kupang, Risna dan seorang temannya berencana melanjutkan jalan-jalan ke Pulau Dewata sebelum balik ke Jakarta.
Namun hari itu, seluruh kuota tes PCR dengan hasil 1x24 jam penuh. Risna mengaku panik, apalagi pada saat yang sama, pemerintah mengumumkan adanya kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat. Meski belum efektif berlaku, aturan itu berpotensi makin membuat orang berebut mencari laboratorium tes swab.
Seketika, Risna langsung mengundurkan jadwal kepulangannya. Cita-cita mampir ke Bali juga diurungkan. Risna memilih langsung pulang ke Jakarta dan membeli tiket penerbangan Citilink Indonesia pada Ahad, 24 Oktober.
Esok paginya, Jumat, 22 Oktober, Risna memutuskan mendatangi dua rumah sakit swasta yang menyediakan tes serupa. Kendati datang lebih gasik, lagi-lagi ia kehabisan kuota. “Yang ada tinggal tes premium dengan hasil 6 jam. Itu pun harganya Rp 1,5 juta,” tutur Risna.
Namun setelah berputar-putar mencari lokasi tes swab, Risna dan kawan plesirnya memperoleh kuota. “Kami akhirnya dapat tes yang hasilnya keluar 1x24 jam seharga Rp 525 ribu. Semua rata segitu kalau di Kupang,” tutur Risna.
Pemerintah mewajibkan tes PCR bagi penumpang pesawat rute intra Jawa dan Bali serta wilayah lain di area PPKM level 3 dan 4 mulai 24 Oktober 2021. Ketentuan itu berdampak menggerus seat load factor (SLF) atau tingkat keterisian maskapai.
Kepala Otorita Bandara Wilayah II Agustono mengatakan pergerakan penumpang di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara, sempat berkurang 1-2 persen seusai pemerintah mengumumkan ketentuan tes PCR. Penurunan terjadi saat jumlah penumpang pesawat mulai terkerek seiring dengan membaiknya tren penyebaran Covid-19.
<!--more-->
Berdasarkan data Otoritas Bandara Wilayah II, jumlah penumpang di Bandara Kualanamu per hari sebesar 7.000-8.000 orang. “Namun pengaruhnya tidak terlalu terasa. Proyeksinya di akhir tahun tetap akan meningkat. Kami berharap begitu,” tutur Agustono saat dihubungi melalui telepon.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan maskapainya menerima permintaan pembatalan tiket penerbangan ke rute domestik akibat kewajiban tes PCR. Pembatalan rata-rata dilakukan oleh penumpang dengan periode jadwal penerbangan jarak dekat.
Maskapai pelat merah yang sedang mengalami kesulitan keuangan karena tumpukan utang ini pun mencari cara untuk meningkatkan pergerakan penumpang dengan menjual paket bundling atau tiket pesawat sekaligus tes PCR. “Ini akan memberikan kemudahan aksesibilitas layanan penerbangan bagi masyarakat yang akan merencanakan perjalanan di era kenormalan baru,” tutur Irfan.
Sama halnya dengan Garuda, maskapai Lion Air Group turut menjual paket bandling. Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menyebut perusahaannya telah memiliki penawaran harga khusus tes PCR dan Antigen baik bagi penumpang Lion Air maupun Batik Air.
“Untuk bundling (saat ini) sudah berjalan,” tutur Edward alias Edo.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, berujar kebijakan pemerintah mewajibkan tes PCR bagi penumpang pesawat akan berdampak besar terhadap penurunan kinerja bisnis maskapai. Imbas itu tak terkecuali akan menimpa Garuda Indonesia yang tengah menghadapi gundukan utang.
“Kalau kondisi begini, cepat atau lambat industri penerbangan masih akan tertekan. Ancaman kebangkrutan di Garuda Indonesia semakin besar kalau tes PCR dilanjutkan,” ujar Abra.
Abra berujar, peraturan PCR menambah beban bagi maskapai yang mengalami penurunan pendapatan selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, penumpang pesawat domestik masih tumbuh negatif 18,3 persen sepanjang Januari hingga Agustus.
<!--more-->
Wakil Ketua Kadin Bidang Perhubungan Denon Prawiraatmadja bercerita, pelaku usaha penerbangan telah berdiskusi dengan pemerintah menyusul terbitnya aturan kewajiban tes PCR. Dengan rata-rata harga tes PCR yang lama, penumpang akan merasa terbebani sehingga menyebabkan bisnis maskapai ikut tergerus.
Sebagai solusi, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga batas atas tes. Kemarin, Kementerian Kesehatan memastikan harga tertinggi tes PCR untuk wilayah Jawa dan Bali ialah Rp 275 ribu dan untuk luar Jawa dan Bali Rp 300 ribu dari semula Rp 495 ribu hingga lebih dari Rp 500 ribu.
“Saya pikir ini jalan tengah supaya dari sisi pemulihan ekonomi bagus, tapi protokol kesehatan dengan antisipasi penularan Covid-19 berjalan. Apalagi menjelang akhir tahun, penerbangan akan ramai,” tutur Denon.
Denon berharap kondisi bisnis penerbangan membaik jika tren kasus Covid-19 turun. Ia memproyeksikan bila angka kasus penyebaran virus corona konsisten dijaga, industri penerbangan akan mulai mencapai pemulihan pada 2022.
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin mengatakan kinerja maskapai bisa meningkat pada akhir tahun, namun tidak terlalu signifikan. Selain karena syarat penerbangan diperketat, pemerintah juga memangkas cuti bersama pada libur Hari Raya Natal 2021.
“Kondisi ekonomi masyarakat masih dalam masa pemulihan sehingga segmen pasar penerbangan masih bertumpu pada perjalanan dinas atau bisnis dan sisanya wisatawan segmen menengah ke atas,” tutur Ziva.
Sedangkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, Ziva berujar, akan memilih menggunakan moda transportasi darat, baik publik maupun pribadi. Saat ini, pemerintah belum menerapkan syarat PCR bagi penumpang angkutan umum selain pesawat.
BACA: Kemenhub Bantah Ada Diskriminasi soal Beda Syarat PCR Penumpang dan Kru Pesawat
FRANCISCA CHRISTY ROSANA