Junta Myanmar Bebaskan Tahanan Politik, Ingin Kompromi dengan ASEAN?
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 19 Oktober 2021 19:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah militer Myanmar kembali membebaskan ratusan tahanan politik dari penjara Insein yang terkenal kejam. Di antara yang dibebaskan adalah juru bicara partai Aung San Suu Kyi dan seorang komedian terkenal Zarganar. Sebelumnya, Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing telah membebaskan lebih dari 5.000 orang pengunjuk rasa yang memprotes kudeta pada Februari lalu.
Pembebasan itu dilakukan setelah Myanmar dihujani kritik oleh negara-negara ASEAN. Puncaknya Myanmar tak dundang dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN beberapa waktu lalu.
Pelapor Khusus PBB Tom Andrews di Twitter, menyambut baik pembebasan itu. Namun dia mengatakan pembebasan dilakukan karena junta berada di bawah tekanan. "Junta membebaskan tahanan politik di Myanmar bukan karena perubahan hati, tapi karena tekanan," katanya. Junta telah membebaskan tahanan beberapa kali sejak kudeta Februari.
Sikap pemerintah ASEAN terhadap Myanmar sebenarnya terbelah. Ada yang berprinsip tak ingin mencampuri urusan dalam negeri Myanmar, ada pula yang mempertahankan kredibilitas dengan memberikan sanksi kepada pemimpin kudeta.
Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura mendorong sikap yang lebih keras terhadap pemimpin junta Min Aung Hlaing. Dalam pertemuan yang berlangsung tegang, diputuskan untuk mengecualikan Myanmar dari KTT ASEAN.
Akhirnya dengan suara mayoritas, Brunei yang menjabat sebagai Ketua ASEAN, mengukuhkan keputusan tersebut. Myanmar tak diundang dalam pertemuan yang berlangsung pada 26-28 Oktober 2021. Sebagai gantinya diusulkan untuk mengundang perwakilan non politik dari Myanmar.
"Suasana pertemuan amat tegang," kata salah satu orang yang mengetahui diskusi tersebut. "ASEAN sedang berubah, tahun lalu mungkin ASEAN tidak akan melakukan hal seperti itu," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Indonesia mengusulkan Junta Myanmar tidak perlu dilibatkan dalam KTT ASEAN pada 26-28 Oktober 2021 sampai negeri itu memulihkan demokrasi.
“Indonesia mengusulkan partisipasi Myanmar di KTT tidak harus diwakili di tingkat politik sampai Myanmar memulihkan demokrasi melalui proses inklusif,” kata Menlu Retno melalui Twitter.
<!--more-->
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan darurat para Menlu ASEAN yang dilaksanakan secara virtual, Jumat malam, 15 Oktober 2021, yang antara lain membahas pengecualian keikutsertaan pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN, mengingat krisis politik yang belum terselesaikan di negara itu.
Retno juga menggarisbawahi tidak adanya kemajuan berarti dalam implementasi Konsensus Lima Poin yang disepakati para pemimpin ASEAN dan Junta Myanmar untuk membantu menyelesaikan krisis di negeri itu.
Hal senada diungkapkan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan. Ia mengatakan di Twitter bahwa hasil pertemuan itu adalah keputusan yang sulit tetapi perlu dilakukan untuk menegakkan kredibilitas ASEAN.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan jika mengalah maka kredibilitas ASEAN sebagai organisasi regional hilang. "Kami menjadi sekelompok orang yang selalu setuju terhadap hal-hal yang tidak berharga," ujarnya dikutip dari Reuters.
Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing kecewa dengan keputusan tersebut. Dia menyalahkan oposisi yang menyebabkan kekerasan meningkat di Myanmar.
Dia mengatakan keputusan tak mengundang Myanmar adalah sangat memalukan dan tak pernah terjadi sebelumnya. Dia juga menyebut ada peran negara-negara Barat di dalamnya.
Sejak kudeta militer pada Februari lalu, Myanmar terus dilanda kekacauan. Ekonomi negara tersebut juga morat-marit.
Militer telah membunuh lebih dari 1.100 orang, menurut para aktivis dan PBB. Lebih dari 9.000 orang ditangkap termasuk Aung San Suu Kyi, menurut kelompok hak asasi Assistance Association for Political Prisoners, yang mendokumentasikan pembunuhan dan penangkapan.
REUTERS | CNN | ANTARA