Kejar Tayang Vaksin Merah Putih Dulu, Target Market Kemudian
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 16 September 2021 22:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengebut proyek penelitian vaksin merah putih untuk Covid-19. Kepala BRIN Laksana Tri Handaka mengatakan pemerintah telah menargetkan vaksin merah putih akan memperoleh izin edar pada semester II 2022.
Setelah berhasil diproduksi, dia mengklaim penyerapan produk vaksin Tanah Air itu tidak akan menemui hambatan karena permintaannya besar. Vaksin lokal ini dikembangkan menggunakan isolat virus corona di dalam negeri sehingga diklaim akan lebih cocok dan efektif bagi penduduk Indonesia.
“Kalau komitmen industri tidak akan jadi masalah karena kebutuhan yang besar. Yang penting harus lolos semua tahapan dan teruji,” ujar Laksana saat dihubungi Tempo, Kamis, 16 September 2021.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan minimal vaksin untuk industri dalam negeri mencapai 179 juta penyuntikan dari total 256 juta penduduk. Setiap orang masing-masing membutuhkan dua kali penyuntikan atau dua dosis.
Laksana menegaskan persoalan utama pengembangan vaksin bukan terletak pada hasil jadinya, melainkan prosesnya. Selama proses riset berlangsung, Laksana mengemukakan peneliti menghadapi kendala uji praklinis, seperti ketersediaan infrastruktur animal-BSL-3 (a-BSL-3) dan fasiitas GMP untuk produksi terbatas bagi setiap platform.
Sembari menunggu ketersediaan fasilitas tersebut, peneliti akan memanfaatkan fasilitas uji praklinis eksisting. “Itu sebabnya BRIN akan menyediakan 2 fasilitas tersebut, meski harus dikebut. Harapan kami bisa sebelum kuartal I 2022 selesai,” ujar Laksana.
Saat ini pengembangan vaksin melibatkan sejumlah lembaga, perusahaan farmasi, dan perguruan tinggi. Namun yang paling menunjukkan kemajuan adalah penelitian Universitas Airlangga bersama PT Biotis Pharmaceutical Indonesia dan Lembaga Eijkman bersama PT Bio Farma (Persero).
Penelitian vaksin yang dikembangkan UNAIR dan Biotis, misalnya, telah menyelesaikan tahap eksplorasi laboratorium. Tahapan itu menghasilkan master bibit vaksin dari pasien Covid-19 asal Indonesia. Penelitian akan dilanjutkan dengan tahap pengujian praklinis yang diharapkan selesai pada 30 September.
<!--more-->
Dengan demikian pada Oktober, Biotis sudah bisa melakukan uji klinik fase I untuk 100 orang, fase kedua 400 orang, dan fase ketiga 3.00 orang. Menurut Laksana, selama proses berlangsung, penelitian menghadapi risiko kegagalan di setiap etapenya.
Dari evaluasi Juni lalu, ia mengemukakan ada beberapa masalah fundamental. Namun dia tidak menggamblangkan persoalan yang dimaksud.
“Tetapi ya ini harus dimaklumi karena belum berpengalaman, baik periset maupun farmasi, sehingga tidak dimitigasi sejak awal. Ini menjadi PR bagi BRIN untuk menyiapkan segala hal, khususnya dari pembelajaran pandemi ini,” kata Laksana.
Guna menekan tingkat kegagalan penelitian, BRIN melakukan pendekatan dengan berbagai pihak di luar negeri untuk berkolaborasi mempercepat pengembangan vaksin. Dia tidak mendetailkan negara mana saja yang telah digandeng untuk bekerja sama.
Hal yang sama diungkapkan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam. Ia menyebut sejumlah perusahaan farmasi, seperti Bio Farma, menyusun strategi jangka pendek untuk melakukan riset vaksin bersama perusahaan luar negeri, seperti Sinovac, Sinopharm, dan Genexine. Kerja sama itu berupa transfer teknologi.
“Sedangkan strategi jangka menengah panjang adalah pengemabgan vaksin dari proses hulu mulai riset, pengembangkan bibit vaksin, uji praklinis, uji klinis, dan produksi,” ujar Khayam.
Berdasarkan peta jalan pengembangan vaksin, Kementerian Perindustrian mencatat sampai akhir tahun pemerintah menargetkan lembaga pengkaji telah menyelesaikan uji klinis fase dua.
Adapun pada kuartal I, penelitian memasuki tahap upscaling prototype, kemudian kuartal II tahap uji praklinis, dan kuarta III-IV uji klinis fase I. Pada awal 2022, diharapkan vaksin merah putih telah melewati uji klinis fase III dan pada kuartal III atau IV telah memperoleh emergency use authorization atau EUA.
<!--more-->
Direktur Utama Biotis Pharmaceuticals Indonesia FX Sudirman meminta pemerintah memberikan dukungan fiskal bila vaksin merah putih berhasil diproduksi. Ia mengusulkan agar Kementerian Keuangan tak mengenakan pajak terhadap vaksin dalam negeri yang diproduksi massal.
“Kalau bisa output vaksin enggak usah kena pajak. Enggak usah PPN, enggak usah apa karena kita tahu daya ungkitnya besar sekali,” ujar Sudirman.
Sudirman mengatakan vaksin akan menjadi pendorong perekonomian lantaran salah satu fungsinya untuk pengendali pandemi Covid-19. Menurut Sudirman, untuk menekan wabah, negara perlu biaya yang besar termasuk vaksinasi.
“Jadi yang terkait dengan pandemi ini dibebaskan saja pajaknya,” ujar Sudirman.
Biotis mengklaim memiliki kapasitas produksi vaksin mencapai 240 juta dosis, bulk untuk ekspor 1 miliar dosis, dan upstream sebanyak 3 miliar dosis per tahun. Vaksin merah putih diperkirakan akan dipasarkan dengan harga US$ 5. Angka itu setara dengan Rp 72.500 per dosis dengan asumsi kurs Rp 14.500.
Baca: Vaksin Moderna dan Pfizer Tersedia di Seluruh Faskes dan Sentra Vaksin Jakarta
FRANCISCA CHRISTY ROSANA