Angin Segar Turun Level PPKM bagi Semua Moda Transportasi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 8 September 2021 17:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Irfan Setiaputra sejenak lega setelah pemerintah menurunkan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di sejumlah wilayah aglomerasi di Jawa-Bali dari level 4 ke level 3 sejak akhir Agustus 2021. Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) itu mencatat penumpang maskapainya mulai meningkat seiring dengan tren penurunan kasus Covid-19, meski tak terlampau signifikan.
"Mulai meningkat dan angkanya masih bergerak," ujar Irfan tanpa menyebut persentase penambahan jumlah penumpang saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 September 2021.
Diketahui pergerakan penumpang maskapai pelat merah itu anjlok sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, Maret 2020 lalu. Frekuensi penerbangan Garuda langsung menyusut drastis lantaran berkurangnya mobilisasi penumpang domestik, penutupan rute internasional, dan penyetopan perjalanan haji serta umrah.
Pada kuartal I 2021, Garuda Indonesia mencetak rugi bersih senilai US$ 384,35. Pendapatan emiten berkode GIAA ini juga turun 54,03 persen secara year on year yang sebelumnya mencapai US$ 768,12 juta. Sedangkan pada Mei 2021 lalu, Garuda tercatat memiliki utang Rp 70 triliun yang jumlahnya diperkirakan bertambah Rp 1 triliun setiap bulan.
Kebijakan pemerintah menurunkan status PPKM membawa angin segar bagi Garuda karena pergerakan penumpang diyakini tumbuh. Irfan menyatakan saat ini peningkatan seat load factor atau SLF alias tingkat keterisian maskapai sudah tampak pada rute Jakarta-Denpasar.
Dia bahkan tengah menimbang untuk kembali menormalisasi frekuensi penerbangan ke Pulau Dewata. "Kami sedang lihat apakah perlu ditambah (frekuensinya)," ujar Irfan.
Di tengah tren peningkatan jumlah penumpang akibat longgarnya PPKM, Irfan mengatakan maskapai tetap mengawasi penerapan protokol kesehatan di dalam armada. "Kita terapkan protokol kesehatan secara ketat seperti biasa," ujar Irfan.
Pemerintah mulai melonggarkan PPKM di sejumlah wilayah di Jawa dan Bali. Terakhir pada 6 September 2021 lalu, pemerintah menurunkan status PPKM Daerah Istimewa Yogyakarta dari level 4 ke level 3. Syarat perjalanan bagi penumpang di wilayah PPKM level, khususnya angkutan udara, mengendur.
Jika sebelumnya penumpang pesawat yang akan menuju daerah level 4, terutama Bali, harus menunjukkan hasil tes swab PCR, kini syarat itu diperlonggar. Penumpang kini bisa menunjukkan syarat tes rapid Antigen asalkan telah menerima vaksin dosis kedua. Imbasnya, minat penumpang perjalanan sedikit terkerek.
Minat masyarakat untuk kembali menggunakan angkutan umum terekam dalam data PT Angkasa Pura I (Persero) kendati tak melonjak tajam. Perseroan mencatat selama status PPKM DKI Jakarta diturunkan dari level 4 menjadi level 3 pada 23-27 Agustus, bandara yang dikelola Angkasa Pura I berangsur ramai.<!--more-->
Sejak 23 Agustus, jumlah penumpang di enam bandara Angkasa Pura I di Jawa dan Bali mencapai 16.158 penumpang per hari. Artinya terjadi peningkatan rata-rata 3.000 penumpang per hari dibandingkan dengan periode 16-22 Agustus 2021.
“Pada 16-22 Agustus 2021, tercatat kami melayani rata-rata hanya melayani 13.017 penumpang per hari melalui enam bandara kami di Pulau Jawa dan Bali,” ujar Vice President Corporate Secretary Angkasa Pura I Handy Heryudhitiawan.
Sedangkan pada periode 1-6 September 2021, jumlah penumpang di 15 bandara meningkat menjadi rata-rata 53.220 orang per hari di 15 bandara. Meski demikian, angka peningkatan ini dinilai belum signifikan dibandingkan dengan rata-rata angkutan penerbangan sebelum PPKM diberlakukan.
Pada era sebelum pengetatan perjalanan, Handy mengatakan jumlah penumpang rata-rata per hari bisa menebus 119.845 penumpang atau dua kali lipat dibandingkan saat ini. Sedangkan secara umum sejak masa penerapan PPKM 3 Juli hingga 6 September 2021 ini, Angkasa Pura I hanya melayani 2,13 juta penumpang.
“Angka tersebut turun turun jika dibandingkan sebelum penerapan PPKM 18 Mei hingga 2 Juli 2021. Saat itu kami melayani hingga 7,9 juta penumpang,” ujar Handy.
Berdasarkan rutenya, Handy menjelaskan trafik penumpang tertinggi sepekan terakhir terjadi di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dengan jumlah 80.196 penumpang. Sedangkan trafik penumpang tertinggi kedua tercatat di Bandara Juanda Surabaya sebesar 66.623 penumpang, disusul Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali yang mencapai 33.433 penumpang.
Peningkatan penumpang seiring dengan melonggarnya PPKM juga terjadi di moda transportasi jarak jauh lainnya. PT Kereta Api Indonesia (Persero) mendata jumlah penumpang kereta api jarak jauh meningkat hingga 14,4 persen selama 1-7 September.
“Jumlah pelanggan KA jarak jauh pada periode 1-7 September 2021 adalah sebanyak 102.850 pelanggan dengan rata-rata pelanggan harian sebanyak 14.693 pelanggan,” ujar Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus.
Sementara itu pada pekan sebelumnya, yakni 25-31 Agustus, jumlah penumpang KAI rata-rata per hari hanya 12.844. Secara kumulatif secara sepekan pada akhir Agustus, penumpang KAI berjumlah 89.910. Adapun rute favorit pelanggan kereta api jarak jauh pada periode 1-7 September 2021 adalah Stasiun Gambir-Stasiun Yogyakarta untuk perjalanan pergi-pualn. Jumlah penumpang kereta dengan rute tersebut tercatat mencapai 6.039 pelanggan.
“Terjadi peningkatan pada rute tersebut sebesar 13,4 persen dibanding dengan pekan sebelumnya, yakni 25-31 Agustus 2021 dengan total 5.325 pelanggan,” tutur Joni.<!--more-->
Pada moda transportasi angkutan darat, peningkatan penumpang hanya tampak saat akhir pekan selama level PPPKM turun. Organisasi Angkutan Darat atau Organda menyatakan jumlah penumpang bus antar-kota di Jawa meningkat 10-15 persen.
“Ada peningkatan tapi tidak signifikan. Akhir pekan saja meningkat, tapi kalau di hari-hari biasa masih seperti sebelumnya,” kata Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Haryono.
Pada hari-hari biasa, jumlah penumpang bus berkisar 25 persen per armada. Ateng mengakui jumlah penumpang ini masih jauh dari titik impas alias break even point (BEP). BEP penumpang bus antar-kota untuk setiap perjalanan adalah 60 persen. Dengan memenuhi BEP, pendapatan yang dikeluarkan operator bus sama dengan modalnya.
Meski terjadi peningkatan saat PPKM dilonggarkan, Ateng mengatakan jumlah armada yang dioperasikan oleh pengusaha otobus belum bertambah. Saat ini jumlah bus yang beroperasi rata-rata hanya 50 persen dari total unit yang ada.
Ateng mengimbuhkan, peningkatan jumlah penumpang yang tidak signifikan terjadi karena masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak melakukan perjalanan di tengah pandemi Covid-19 bila tidak memiliki kepentingan mendesak. “Terbukti mereka yang melakukan perjalanan ya memang mereka yang harus pulang atau pelaju,” kata Ateng.
Pengamat penerbangan sekaligus Komisaris PT Asia Aero Technology, Alvin Lie, menyatakan penurunan status PPKM dari level 4 ke level 3 di sejumlah wilayah tidak bisa serta-merta mendongkrak jumlah penumpang angkutan umum, tak terkecuali pesawat. Musababnya, pemerintah masih memberlakukan syarat vaksinasi bagi penumpang perjalanan. Padahal jumlah masyarakat tervaksin dosis pertama saat ini baru menyentuh 30 persen. Dengan demikian potensi pasar penumpang angkutan umum menjadi sempit.
Selanjutnya, dia melihat penumpang masih terbebani dengan syarat penerbangan berupa tes swab PCR. Meski harga tes PCR telah turun menjadi kisaran Rp 450-550 ribu, banyak daerah di luar Jawa yang belum memiliki fasilitas laboratorium yang memadahi. Walhasil, hasil tes pun baru keluar selama tiga hari.
“Padahal masa berlaku tes maksimal hanya 2x24 jam untuk penumpang pesawat sehingga mubazir itu tidak bisa digunakan sebagai syarat,” ujar Alvin.
Di sisi lain, Alvin mengatakan perilaku masyarakat tidak bisa serta-merta pulih. Masih banyak warga yang takut bepergian atau menunda perjalanannya di tengah ketidakpastian penyebaran Covid-19.
Kemudian, ia juga memperkirakan kebutuhan bepergian masih minim. Kebutuhan perjalanan saat ini baru sebatas kepentingan pribadi yang mendesak, kepentingan dinas, dan kepentingan bisnis. Bahkan perjalanan bisnis tak seramai sebelum pandemi karena adanya penurunan penghasilan sejumlah sektor.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan agar Kantor Kesehatan Pelabuhan atau KKP memperkuat pengawasannya terhadap penyebaran Covid-19 di simpul-simpul transportasi. Peningkatan kewaspadaan ini seiring dengan potensi penyebaran varian virus baru corona Mu yang telah menjangkit sejumlah negara.
“Tapi kalau pelaku perjalanan sudah divaksin dan patuh 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun), mungkin kenaikan (penyebaran Covid-19) bisa ditekan,” katanya.
Baca Juga: Pengusaha Warteg Curhat: Tak Butuh 60 Menit Dine-In, tapi Dana untuk Sewa Lapak