Pembelajaran Tatap Muka Digelar saat Vaksinasi Siswa Belum Merata
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Amirullah
Senin, 30 Agustus 2021 16:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah daerah di wilayah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1-3 diizinkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mulai hari ini, Senin, 30 Agustus 2021.
DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang menggelar PTM mulai hari ini. Dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 883 Tahun 2021, terdapat 610 sekolah yang diizinkan untuk menggelar tatap muka terbatas setelah melalui asesmen kesiapan pembelajaran.
Berdasarkan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, vaksinasi Covid-19 bagi para tenaga pendidik dan guru menjadi prasyarat sekolah tatap muka. Sementara syarat yang sama tidak berlaku bagi peserta didik.
Untuk DKI Jakarta, sebanyak 85 persen guru dan tenaga penunjang pendidikan di Jakarta sudah divaksin. "Sementara untuk murid, tercatat di Kementerian Kesehatan sudah mencapai 80 persen. Namun secara manual, kami menghitung murid-murid kami yang sudah tervaksin sudah di angka 94 persen," ujar Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Timur Putoyo dalam Rakornas Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengenai PTM, Senin, 30 Agustus 2021.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, lembaganya mendukung kebijakan pemerintah yang sudah membolehkan PTM di masa pandemi ini. Namun, KPAI merekomendasikan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya, 70 persen warga sekolah harus sudah divaksin, mengingat sudah ada program vaksinasi bagi anak usia 12-17 tahun.
"Kalau hanya guru yang divaksin, maka kekebalan komunitas belum terbentuk, karena jumlah guru hanya sekitar 10 persen dari jumlah siswa," ujar Retno dalam acara yang sama.
Untuk DKI Jakarta, ujar Retno, mungkin prasyarat tersebut sudah dipenuhi karena capaian vaksinasi cukup tinggi. Namun, Retno menyoroti banyak daerah lain yang vaksinasinya masih rendah. Masih banyak guru belum divaksin, apalagi siswa. Padahal, ujar Retno, risiko anak untuk tertular maupun menularkan Covid-19 sangat tinggi.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah merevisi SKB 4 Menteri dengan menambahkan syarat PTM jika 70 persen peserta didik sudah divaksin. "Menurut kami, SKB 4 Menteri ini enggak ada salahnya diperbaiki atau direvisi, karena kita di sini tidak hanya berbicara mengenai hak anak untuk mendapatkan pendidikan, tetapi juga kesehatan, hak anak untuk hidup," ujar Retno.
Ia memaparkan, berdasarkan survei KPAI dengan 86.286 responden anak usia 12-17 tahun, 88 persen menyatakan kesediannya untuk divaksin. Namun, dari yang menyatakan bersedia divaksin tersebut, baru 36 persen yang sudah mendapatkan vaksin dan 64 persen belum divaksin.
Dari jumlah 64 persen yang belum divaksin tersebut, 57 persen responden menyatakan belum divaksin karena belum berkesempatan mendapatkan vaksin. "Kemungkinan data ini menggambarkan bahwa ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia. Di Bali, Jakarta misalnya tinggi, tapi bagaimana daerah lain? Kita kan ngomong Indonesia. Makanya kami mendorong percepatan vaksinasi," ujarnya.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mengatakan, PTM ini memang opsi terbaik menyudahi darurat pendidikan dan learning loss yang sudah terjadi.
"Tapi masalahnya adalah semangat membuka PTM tidak sesuai dengan capaian vaksinasi guru dan tenaga pendidik. Baru 1,9 juta guru dan tenaga pendidik yang sudah divaksin atau setara vaksinasi tahap pertama 35 persen dari 5,6 juta yang harus divaksin. Dalam situasi ini, menjadi semakin tidak mungkin mensyaratkan pelaksanaan PTM dengan syarat vaksinasi siswa sudah harus tuntas. Sesuatu yang cukup rumit untuk kita wujudkan," ujarnya.
Untuk itu, Huda mendorong agar Kemendikbud bersama stakeholder lainnya berupaya menuntaskan vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik ini terlebih dahulu. "Sambil berjalan pula vaksinasi siswa, tapi tidak menjadi syarat PTM. Karena tidak mungkin menunggu seluruh siswa divaksin baru melaksanakan PTM, bisa-bisa butuh waktu dua tahun baru selesai," tuturnya.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa sampai saat ini, sudah lebih dari 2,3 juta anak 12-17 tahun yang sudah mendapat vaksinasi dosis pertama atau 9,82 persen dari sasaran vaksinasi 26.705.490 orang. Ia mengakui, vaksinasi untuk anak ini memang belum merata.
Misalnya di Bali, sudah mencapai 94 persen. Kemudian di DKI Jakarta sudah lebih 80 persen. Sementara Kepulauan Riau masih 39 persen, Sulawesi Utara 20 persen, Yogyakarta 19 persen dan Banten 11 persen. Sisanya, masih di bawah 10 persen. "Di beberapa daerah, seperti di Lampung itu baru 1 persen," tuturnya.
Dante menyebut, sebetulnya vaksin sudah tersedia. Namun, ada beberapa kendala di lapangan yang menyebabkan angka vaksinasi terhadap anak ini masih rendah. Di antaranya, anak tidak mendapat izin dari orang tua.
"Ini yang paling banyak. Ini mungkin karena ketidaktahuan orang tua akan pentingnya vaksin. Padahal risiko kematian menurun 37 persen setelah vaksinasi pertama dan 74 persen setelah vaksinasi kedua. Dan tidak ada efek samping signifikan terhadap anak-anak remaja," ujar Dante.
Kendala lainnya, keterbatasan lokasi dan akses vaksinasi di daerah. "Jadi, nanti kami akan upayakan melakukan pertemuan rutin dengan sejumlah stakeholder untuk memudahkan vaksinasi bagi anak. Kalau perlu dibuka sentra vaksinasi di beberapa regional," ujar Dante.