Besar Pasak daripada Tiang Bansos Pedagang Kecil
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 5 Agustus 2021 21:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bantuan sosial (bansos) senilai Rp 1,2 juta tak cukup menutup beban usaha para pedagang kaki lima, usaha mikro kecil, dan pemilik warung akibat pembatasan selama pandemi ini.
Banyak usaha kecil tak mengantongi pendapatan sama sekali karena kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM)
"Sudah ada yang mau kolaps sampai putus asa. Untuk modal, Rp 1,2 juta itu tidak cukup. Tapi kalau disiapkan seperti itu ya terima kasih," kata Ketua Paguyuban Pecel Lele dan Seafood Brebes iFery Zona Tri kepada Tempo, Kamis, 5 Agustus 2021.
Fery mengatakan pengusaha kecil perlu bantuan modal dari pemerintah kembali membuka warung. Untuk memulai kembali usaha, kata dia, pengusaha kecil membutuhkan modal minimum Rp 5 juta. Dana tersebut dialokasikan untuk membawa pegawai dari kampung hingga belanja bahan-bahan dagangan.
"Kalau Rp 1,2 juta cukup untuk belanja saja. Tapi untuk transport dan mencari anak buah, mungkin beban lagi. Kalau ada sokongan ya nanti kami akan manfaatkan oleh anggota," tutur Fery.
Selain soal besarannya, Fery berharap pemerintah menyediakan informasi yang jelas mengenai bantuan tersebut, seperti syarat dan pendataannya. Pasalnya, pada pembagian Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro sebelumnya pun, sekitar total 500 anggota paguyubannya tidak ada yang mendapatkannya.
Padahal, Fery mengatakan telah menyerahkan data-data yang diperlukan. "Bukti di lapangan tidak pernah mengena. Pemerintah jangan cuma bilang mau memberi bantuan tapi yang menerima bukan pedagang atau PKL. Saya sebagai ketua paguyuban juga belum pernah menerima bantuan dari pemerintah," tutur dia.
Bantuan dari pemerintah, ujar Fery, sangat dibutuhkan. Mengingat pandemi ini menghantam para pengusaha mikro dan informal. Berdasarkan data yang dihimpun dari anggotanya, omzet harian para pengusaha pecel lele bisa anjlok hingga 75 persen. Bahkan, bukannya untung, setiap harinya mereka malah harus nombok.
"Saya sendiri omzet dari Rp 5 juta jadi Rp 1 juta. itu belum termasuk beban membayar karyawan, belanja, kontrak lahan, bayar listrik. Kita punya usaha bukannya dapat untung malah nombokin setiap bulan," kata dia.
Di samping memberi bantuan langsung tunai, Fery berharap pemerintah juga memberikan stimulus berupa pemutihan BI Checking serta bantuan permodalan. Musababnya, banyak anggotanya saat ini pun tidak bisa meminjam modal di bank karena terkendala BI Checking.
<!--more-->
Nada serupa disampaikan oleh Ketua Umum Komunitas Warteg Nusantara Mukroni. Ia mengatakan bantuan Rp 1,2 juta untuk membantu menutup kerugian para pedagang akibat PPKM itu ibarat jauh panggang dari api.
Dana tersebut, kata dia, kalau dipakai usaha pun bisa habis dalam sehari. Hitung-hitungannya, misalnya untuk membayar listrik Rp 400 ribu per bulan, lalu membayar PDAM, serta belanja bahan jualan Rp 500 ribu per hari. Itu pun, kata dia, kalau tidak habis digunakan untuk membayar utang.
Idealnya, dana bantuan dari pemerintah bisa membantu para pengusaha dalam sebulan. Untuk itu, besarannya minimum Rp 5 juta, yaitu untuk kontrak warung, listrik, air, dan modal sebulan. Selain itu, ia juga ingin ada bantuan berupa relaksasi kredit dan pemutihan BI Checking bagi para pengusaha warteg.
"Jadi mungkin bisa hapus BI checking selama setahun ini saja, karena imbas pandemi. Sehingga bisa mengambil pinjaman lagi," kata Mukroni.
Mukroni juga menyoroti metode penyaluran bantuan lewat TNI-Polri. Ia meminta ada kejelasan mengenai metode penyaluran tersebut. Jangan sampai, bantuan tersebut malah sulit diakses dan tidak tepat sasaran.
"Ini pemerintah kebijakannya seperti tidak terencana dan sporadis. Ini mekanismennya bisa tambah susah. Jangan sampai ada like and dislike dalam pemilihannya," kata dia.
Mukroni juga merujuk kepada penyaluran BPUM yang sebelumnya sama sekali tidak menyentuh anggotanya sebagai pengusaha warteg. Penyaluran tersebut pun disebut sempat menjadi temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Dilansir dari IHPS II 2020, BPK memang menemukan adanya penyaluran bantuan yang salah sasaran. Menurut BPK, terdapat penerima bantuan bagi pelaku usaha mikro yang tidak sesuai dengan kriteria penerima sebanyak 418.947. "Dengan total nilai penyaluran sebesar Rp 1 triliun,” tulis IHPS II 2020 yang dikutip Bisnis, Selasa, 22 Juni 2021.
Salah satunya, bantuan justru mengalir ke kantong PNS atau ASN. “Sebanyak 56 penerima BPUM berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri,” tulis BPK dalam IHPS. Namun demikian, Kementerian Koperasi dan UKM mengatakan rekomendasi temuan tersebut sudah dutindaklanjuti kementerian dan sudah dilakukan pengukian yang dapat diterima tim BPK.
Bansos baru untuk PKL hingga pemilik warung itu diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 21 Juli 2021, di hari pertama PPKM Level 4. Saat itu, ia mengatakan mekanisme penyaluran bansos baru ini akan diatur lewat sebuah pedoman umum petunjuk teknis.
Penyaluran bantuan juga akan didampingi Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lalu, Airlangga menyebut pendataan calon penerima dilakukan Babinsa TNI dan Bhabinkamtibmas Polri.
Ia pun mengatakan penyaluran bansos ini akan lebih sederhana. Saat memberikan bantuan, akan ada tanda terima bagi penerima bantuan, dokumentasi foto yang memadai, dan data NIK. "Data NIK ini mendapat cleansing atau pembersihan data melalui BPKP. NIK sejalan dengan data di Kemendagri," kata dia.
<!--more-->
Saat pengumuman mengenai perpanjangan PPKM Level 4 di sejumlah wilayah hingga 9 Agustus 2021 pun Airlangga kembali menyinggung mengenai bantuan tersebut.
Airlangga mengatakan akan ada satu juta pelaku usaha di daerah berstatus PPKM Level 4 yang menerima bansos Rp 1,2 juta. rogram ini sedang difinalisasi dan pemerintah berharap bisa langsung dijalankan melalui bantuan TNI dan Polri.
"Ini regulasinya sudah disiapkan," kata Ketua Komite Penanganan Covid-19 Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 2 Agustus 2021.
Tapi, Airlangga belum merinci lebih jauh soal program ini. Termasuk pola penyaluran oleh TNI dan Polri, apakah ditransfer via bank atau langsung diberikan ke tangan penerima.
Sekretaris Kementerian Koperasi Arif Rahman Hakim mengatakan pengaturan kriteria penerima akan masuk dalam petunjuk teknis pelaksanaan yang disusun TNI-Polri. Ia mengatakan penyusunan juknis itu akan melibatkan instans9 terkait.
Nantinya, kata dia, TNI dan Polri akan mendata calon penerima dan mengumpulkan data di lapangan. Data tersebut kemudian diverifikasi dengan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
"Agar tidak duplikasi dengan penerima BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)," kata Sekretaris Kementerian Koperasi Arif Rahman Hakim saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 4 Agustus 2021.
Menurut Arif, salah satu syarat penerima bansos baru ini yaitu belum menerima BPUM. Untuk itulah, Kementerian Koperasi akan memberikan verifikasi data BPUM kepada TNI dan Polri agar penerima tidak tumpang tindih.
Saat ini, kata Arif, tim dari TNI dan Polri sudah berkoordinasi dengan tim dari kementeriannya. Arif belum merinci kapan bantuan ini akan mulai disalurkan.
Tapi nantinya, TNI dan Polri juga yang akan menyerahkan bantuan ini secara langsung ke tangan PKL dan pemilik warung. "Dengan cara terjun langsung ke lapangan," kata Arif.
Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan pemerintah harus memastikan data penerima ini sudah lebih jelas dari tahun sebelumnya. Selain itu, ia pun mengatakan harus ada pengawasan yang baik terhadap penyalurannya. Sehingga, persoalan tidak tepat sasaran pada penyaluran bantuan sebelumnya dapat dihindari.
"Ini kan belum ada peraturannya. Kami berharap nanti dijelaskan. Katanya nanti akan diawasi BPKP, kalau nanti ada pendampingan agar tidak ada penyelewengan," ujar Indraza kepada Tempo, Kamis, 5 Agustus 2021.
Soal efektivitas, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan bantuan yang disiapkan pemerintah itu terlalu sedikit untuk PPKM yang sudah berjalan satu bulan.
Apabila mengasumsikan pendapatan sebuah warteg Rp 3-5 juta per hari, kemudian selama PPKM penghasilannya turun 60 persen, maka estimasi kehilangan potensi omzet warteg mencapai Rp 45 juta per bulan. Sehingga bantuan itu hanya menambal sekitar 3 persen kerugian warteg per bulan.
Kalau memang kesulitan menambah bantuan sosial ke PKL dan warteg, kata Bhima, lebih baik pemerintah membuat sistem pesanan ke warung untuk makanan warga yang melakukan isolasi mandiri. "Kerja sama bisa lewat aplikasi pesan antar makanan. itu lebih membantu," kata Bhima.
BACA: Sri Mulyani: Bansos Mampu Tekan Kemiskinan Tak Melonjak Terlalu Tinggi
CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO