Kuda-kuda Anies Baswedan Menjelang Pelonggaran PPKM
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 23 Juli 2021 23:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai pasang kuda-kuda untuk menindak tegas pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 menjelang pelonggaran PPKM pada 26 Juli 2021. Anies mengusulkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 direvisi untuk memasukkan sanksi pidana demi membuat pelanggar jera.
Perda 2/2020 yang selama ini menjadi dasar hukum untuk menindak pelanggar protokol kesehatan dirasa belum memberikan efek jera. "Dalam pelaksanaannya, baik ketentuan mengenai sanksi administratif maupun sanksi pidana belum efektif memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan penanggulangan Covid-19," kata Anies.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD DKI yang diwakilkan Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria pada Rabu, 21 Juli 2021.
Dalam draf revisi Perda Covid-19 termaktub dua pasal baru. Dua pasal itu mengatur kewenangan penyidikan untuk PNS dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta sanksi pidana bagi pelanggar yang mengulang kesalahan.
Selanjutnya pelanggaran masker kerap berulang
<!--more-->
Salah satu pelanggaran berulang itu adalah tidak menggunakan masker. Meski dijerat sanksi sosial atau denda administratif, para pelanggar tidak kapok mengulang pelanggaran yang sama. Sanksi yang harus dijalani hanyalah menyapu jalan selama satu jam.
Untuk mencegah pelanggaran berulang itu, Anies berencana menjerat warga yang kembali ketahuan tak memakai masker dengan sanksi pidana berupa kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu. Tidak ada lagi sanksi sosial.
Sanksi pidana lainnya ditujukan kepada perkantoran, pelaku usaha transportasi konvensional dan daring, serta pelaku usaha rumah makan atau sejenisnya. Ancaman kurungannya sama, tapi denda paling banyak Rp 50 juta.
Pro dan kontra usulan revisi ini kemudian muncul di kalangan politikus Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Mayoritas fraksi menolak usulan tersebut. Mereka keberatan dengan sanksi pidana yang dinilai meresahkan masyarakat.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Agustina H. alias Tina Toon misalnya, terang-terangan menolak revisi Perda 2/2020. Menurut dia, tak elok jika pemerintah menghukum warga di tengah kondisi sulit.
"Untuk pendekatan pidana saya rasa ini menjadi ancaman juga bagi warga yang sekarang dalam posisi yang tidak baik-baik saja," ucap dia dalam rapat Bapemperda DPRD secara daring, Kamis, 22 Juli 2021.
Selain sanksi pidana terhadap pelanggar protokol kesehatan ketentuan PPKM, Anies mengusulkan pasal pemberian kewenangan penyidikan kepada Satpol PP. Usul ini ditolak sebagian anggota DPRD DKI.
Sekretaris Fraksi PSI Anthony Winza Probowo, misalnya, menyebut masih banyak oknum Satpol PP yang belum bisa disiplin ataupun menegakkan Perda Covid-19.
Selanjutnya PSI minta peraturan pidana Satpol PP yang pungli juga dimasukkan ke dalam perda
<!--more-->
Karena itulah, PSI menganggap, pemberian wewenang penyidikan tidak tepat. "Kalau mau sekalian dimasukkan peraturan pidana Satpol PP yang melakukan pungli misalnya," ujarnya.
Pada rapat Bapemperda tentang pembahasan Rancangan Perda tentang Perubahan Perda 2/2020, hari ini, seluruh dewan sepakat meminta pemerintah DKI membeberkan data-data soal pelayanan yang sudah diberikan dalam implementasi Perda 2/2020.
Sekretaris Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan meminta pemerintah DKI menginformasikan berapa banyak masyarakat yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Lebih spesifik, dia ingin mengetahui data ihwal warga yang mengulangi kesalahan tidak memakai masker.
Dengan data itu, Ketua Bapemperda DPRD Pantas Nainggolan menyebut, dewan bisa menimbang perlu tidaknya revisi Perda Covid-19 tersebut. "Jadi jangan hanya menuntut kepada masyarakat, tapi kami juga bisa melihat apa yang sudah diperoleh masyarakat," ujar politikus PDIP ini.
Dalam pidatonya, Anies menyampaikan, Satpol PP menemukan empat jenis pelanggaran protokol kesehatan sepanjang wabah Covid-19 di Ibu Kota. Pertama, pelanggar tertib masker mencapai 1-2 ribu orang per hari.
Kedua, 50-100 rumah makan, warung makan, restoran, atau kafe diciduk melanggar protokol setiap harinya. Ketiga, ditemukan 10-20 pelanggar di perkantoran per harinya. Keempat, 20-50 pelanggar di tempat usaha lain per hari.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, menilai Perda Covid-19 ini dapat dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan vonis pidana kepada pelanggar jika jadi disahkan. Menurut dia, Satpol PP bisa saja menjadi penyidik selagi menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak hukum Perda.
"Asalkan ancaman hukumannya tidak lebih dari satu tahun," kata dia.
Abdul menjelaskan, jika kedudukan Satpol PP didayagunakan dalam konteks fungsi penegakan hukum atau law enforcement, maka kewenangannya terbatas hanya menindak pelanggaran terhadap Perda Covid-19. Dia mengingatkan agar penyidik Satpol PP sudah memperoleh pendidikan dan pengesahan dari kepolisian.
Baca juga: Terbitkan Pergub PPKM Level 4, Anies Baswedan: Pembatasan Terus Dilanjutkan