Ancang-ancang Sekaligus Was-was Sambut Pelonggaran PPKM Darurat
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 22 Juli 2021 20:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PPKM Darurat di Jawa Bali kini jadi beban baru bagi Djonny Syafruddin. Ia harus menutup bioskop miliknya di daerah Sengkang, Sulawesi Selatan. Pilihan yang sama kemungkinan juga akan dilakukan oleh rekan Djonny yang punya bioskop di Kendari, Sulawesi Tenggara, dalam waktu dekat.
"Sekarang dia masih mencoba buka, dia kasihan sama karyawan," kata Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) ini kepada Tempo saat dihubungi pada Kamis, 22 Juli 2021.
Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, bioskop memang masih boleh beroperasi karena pembatasan yang dilakukan belum sampai ke tahap PPKM Darurat. Akan tetapi, Djonny dan temannya punya masalah yang sama: pasokan film impor terhenti ketika PPKM Darurat diberlakukan di Jawa - Bali.
Praktis, bioskop di Jawa dan Bali harus tutup. Kalau bioksop di Jakarta saja sudah tidak buka, maka daerah lain dipastikan tidak akan dapat film impor. "Karena barometernya Jakarta," kata Djonny.
Padahal, menurut dia, pasokan film impor sebenarnya sudah mulai bergairah sebelum PPKM Darurat. Tapi kemudian terhenti ketika PPKM Darurat diberlakukan sejak 3 Juli 2021. Sedangkan pasokan film lokal juga masih belum marak di masa PPKM Darurat ini.
Di tengah masalah ini, ada kabar PPKM Darurat akan diperlonggar pada 26 Juli 2021. Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa benar-benar mempertimbangkan kondisi bisnis bioskop terkait rencana tersebut.
Ia berharap relaksasi PPKM Darurat diikuti dengan pembukaan mal, karena mayoritas bioskop berada di lokasi tersebut. Menurut Djonny, bioskop memiliki multiplier effect terhadap usaha lainnya, seperti kuliner hingga parkiran.
Selain itu, Djonny masih berhadap ada pembebasan biaya beban atau abonemen. Selama ini memang sudah ada sejumlah insentif untuk beberapa sektor usaha, tapi usaha bioskop belum pernah memperolehnya.
"Jangan sebagian dibantu, sebagian tidak. Harus ada asas keadilan, karena kami juga berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD)," kata Djonny.
Skenario Jokowi
Sebelumnya, sinyal pelonggaran PPKM Darurat pada 26 Juli disampaikan langsung Presiden Jokowi yang mengumumkan perpanjangan PPKM Darurat hingga 25 Juli 2021. Ia menjelaskan, keputusan itu diambil setelah mendengarkan 'suara-suara' yang terdampak di lapangan.
<!--more-->
"Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," ujar Jokowi pada Selasa, 20 Juli 2021. Beberapa skenario saat pelonggaran kemudian dijabarkan.
1. Pasar tradisional (kebutuhan pokok) buka sampai pukul 8 malam, kapasitas 50 persen
2. Pasar tradisional (non kebutuhan pokok), buka sampai pukul 3 sore, kapasitas 50 persen
3. PKL, toko kelontong, laundry, pangkas rambut, bengkel kecil buka sampai 9 malam
4. Warung makan dan kaki lima buka sampai 9 malam, waktu makan di tempat (dine in) 30 menit
Meski demikian, belum ada penjelasan lengkap mengenai skenario ini. Termasuk, apakah sektor non-esensial masih harus work form home (WFH) atau tidak. Begitu juga soal operasional Apakah mal dan bioskop, apakah sudah boleh buka, atau sebaliknya.
Empat Faktor
Sementara itu, juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan atas arahan Presiden Jokowi, relaksasi PPKM akan dilakukan pada 26 Juli 2021. "Ini dilakukan hanya jika daerah menunjukkan perbaikan dari semua sisi, merujuk pada kriteria level yang sudah disepakati," kata Jodi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 21 Juli 2021.
Saat memutuskan pengetatan atau pelonggaran PPKM Darurat, Jodi menyebut ada empat faktor yang digunakan. Pertama yaitu transmisi Covid-19. Kedua, kemampuan respons sistem kesehatan.
Untuk pengetatan PPKM secara gradual, kata dia, dilakukan jika transmisi Covid-19 memasuki level yang tinggi. Lalu, Bed Occupancy Rate (BOR) atau tingkat keterisian kamar pasien Covid-19 di RS meningkat signifikan mendekati 80 persen.
Sebaliknya, relaksasi PPKM secara bertahap bisa dilakukan bila tingkat transmisi Covid-19 sudah melambat dan BOR menurun di bawah 80 persen secara konsisten selama beberapa waktu tertentu.
Lalu faktor ketiga adalah kondisi psikologis dari masyarakat. Kemudian yang terakhir kemampuan dalam distribusi bantuan sosial atau bansos. "Keputusan relaksasi atau pengatatan adalah kombinasi dari 4 faktor di atas," kata dia.
Di sisi lain, pemerintah kini memang punya istilah baru yaitu PPKM Darurat level 4. Level 4 adalah yang tertinggi dengan kriteria yaitu: lebih dari 30 orang per 100 ribu penduduk dalam satu minggu terakhir yang dirawat di rumah sakit. Kemudian, lebih dari 5 kasus kematian per 100 ribu penduduk, dan lebih dari 150 kasus aktif per 100 ribu penduduk dalam rentang dua minggu.
<!--more-->
Akan tetapi, Jodi belum memberi penjelasan soal berapa batas transmisi kasus Covid-19 yang jadi pertimbangan untuk melonggarkan PPKM Darurat. Termasuk, pada level berapa sebuah daerah bisa mulai mendapat pelonggaran PPKM Darurat.
Sementara hingga 21 Juli 2021, Kementerian Kesehatan menyatakan kasus Covid-19 di tingkat provinsi di Jawa Bali masih berada di lebel 4. Bahkan di Jakarta dan Yogyakarta, semua kabupaten dan kotanya ada di level 4.
"Di tingkat provinsi, belum ada perubahan level situasi pandemi," kata juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers yang sama.
Disarankan 2 Minggu
Tapi pada 18 Juli 2021, beberapa hari sebelum ada kabar pelonggaran PPKM Darurat, Guru Besar yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syam telah ikut bersuara. Ia menilai PPKM Darurat harus dilanjutkan selama 2 minggu lagi, sejak berakhir pada 20 Juli 2021.
"Saya sudah minta dilanjutkan dua minggu dengan syarat perlindungan sosial lancar," kata Ari saat dihubungi.
Salah satu pertimbangan yaitu Google Mobility Indeks telah menunjukkan penurunan mobilitas masyarakat di Indonesia dan Jakarta, rata-rata 50 persen. Akan tetapi, jumlah kasus masih sedikit yang menurun.
Ari tak lain adalah salah satu pihak yang diajak bicara terkait penanganan Covid-19 oleh Koordinator PPKM Darurat Luhut Binsar Pandjaitan. Ari dan para guru besar dari Fakultas Kedokteran UI telah bertemu secara virtual dengan Luhut pada pada Kamis, 15 Juli 2021.
Dalam pertemuan tersebut, Ari memang belum mengusulkan secara spesifik soal isu pelonggaran PPKM Darurat. Sebab, pertemuan tersebut baru fokus membahas nasib tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19.
Akan tetapi, Ari menyarankan faktor yang lebih ketat jika pemerintah akhirnya memang ingin memperlonggar PPKM Darurat pada 26 Juli 2021. Idealnya, kata Ari, angka penambahan kasus di bawah 10 ribu dan BOR di bawah 60 persen.
Angka BOR 60 persen ini lebih rendah dari yang disinggung Jodi yaitu 80 persen. Lalu, Ari mengusulkan agar pelonggaran PPKM Darurat baru bisa dilakukan jika angka kasus Covid-19 sudah di kisaran 10 ribu kasus, atau jauh di bawah kondisi saat ini yaitu 49 ribu kasus baru per 22 Juli 2021. Rekomendasi ini seharusnya diperhatikan pemerintah agar pelonggaran bukan malah menjadi bom waktu baru di masa mendatang.
Baca: Apakah Pekerja Bisa Dapat Subsidi Upah jika Kantor Tak Rutin Bayar Iuran BPJS?