Revisi Pertumbuhan Ekonomi 2021 Gara-gara PPKM Darurat
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 7 Juli 2021 19:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Jawa dan Bali, pemerintah kembali mengumumkan memperketat PPKM mikro di luar Jawa dan Bali hingga 20 Juli 2021. Dua langkah tersebut diambil untuk menekan penularan Covid-19.
Di tengah pembatasan itu, pemerintah harus menghitung kembali kas negara untuk kebutuhan belanja kesehatan hingga jaringan pengaman sosial. Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pun dibuat. Dampak pembatasan terhadap perekonomian nasional dinilai tergantung masa penerapannya.
"Jadi kita akan memperketat mobilitas. Terkait dampak ekonomi, kami melihat bahwa ekonomi ini akan baik kalau penanganan Covid-19 dan penyebaran daripada pandemi ini bisa terkendali," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual, Rabu, 7 Juni 2021.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2021 bisa mencapai 3,7 persen hingga 4,5 persen akibat pembatasan itu. Sebelum penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali dan meningkatnya kasus Covid-19 akibat varian Delta, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen.
Untuk pertumbuhan ekonomi di kuartal II ini, dia masih optimistis bisa mencapai 7 persen. Sehingga agregat pertumbuhan ekonomi semester I di level 3,3 persen.
Menurut dia, pemerintah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tergantung seberapa jauh varian delta ini bisa tertangani secara baik. Terutama, kata dia, pemerintah mencermati kasus yang terjadi di Jawa, karena kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 60 persen.
<!--more-->
"Sehingga tentunya dengan adanya pengetatan penurunan mobilitas yang ditargetkan mobilitas bisa ditekan di bawah 50 persen dan juga tentu idealnya kami rem sampai di bawah 30 persen. Tentu akan berefek pada aktivitas ekonomi," kata dia.
Ia mengatakan ekspor akan menjadi sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal III. Sebab, dari segi global, harga dan demand terhadap komoditas CPO, batu bara, karet, dan alumunium mengalami peningkatan.
“Ekspor kita sampai kemarin relatif stabil dengan capaian ekspor yang terus bisa kita pertahankan selama 13 bulan dan surplus sebesar 10,06 miliar dolar AS di bulan Mei kemarin dengan harga komoditas yang baik,” ujar Airlangga.
Selain itu belanja pemerintah diharapkan bisa terus terjaga konsistensinya sehingga mengurangi tekanan dari tingkat konsumsi masyarakat yang menurun.
Melalui penerapan PPKM Darurat, Airlangga berharap penanganan terhadap lonjakan kasus Covid-19 bisa diselesaikan pada kuartal IV, tepatnya pada minggu pertama atau kedua Agustus.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki dua skenario pertumbuhan ekonomi akibat PPKM Darurat. Pertama skenario berat. Dalam skenario ini, mobilitas masyarakat turun hingga 50 persen. Kasus Covid-19 terus memuncak sampai minggu kedua Juli 2021. Selanjutnya, pelonggaran PPKM darurat baru dimulai minggu ketiga Agustus 2021.
<!--more-->
Sehingga, pemulihan aktivitas ekonomi baru kembali terjadi secara gradual mulai September 2021. Dengan kondisi ini, ekonomi tumbuh 4 persen (kuartal III 2021) dan 4,6 persen (kuartal IV 2021). Maka, ekonomi 2021 diproyeksi tumbuh 3,7 persen.
Adapun skenario kedua adalah skenario moderat. Dalam skenario ini, kasus Covid-19 hanya memuncak sampai minggu kedua Juli. Lalu, pelonggaran PPKM darurat baru dimulai minggu pertama Agustus 2021.
Sehingga, pemulihan aktivitas ekonomi baru kembali terjadi secara gradual mulai pertengahan Agustus 2021. Dengan kondisi ini, ekonomi tumbuh 5,4 persen (Kuartal III 2021) dan 5,9 persen (Kuartal IV 2021). Maka, ekonomi 2021 diproyeksi tumbuh 4,5 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pertumbuhan ekonomi 2021 kemungkinan besar akan di bawah prediksi pemerintah atau di bawah 4 persen.
Menurut dia, pembatasan kegiatan masyarakat akan membuat tingkat permintaan dan daya beli masyarakat turun hingga pengangguran berpotensi meningkat.
"Dan begitu pula jumlah orang miskin akan meningkat jika penyaluran bansos tidak diperkuat dan diperluas," kata Faisal.
<!--more-->
Karena itu, kata dia, perkiraan pertumbuhan ekonomi di kuartal III akan bergantung seberapa lama PPKM darurat diberlakukan. Jika PPKM darurat hanya diberlakukan dua minggu atau hingga 20 Juli saja, kata dia, akan menekan pertumbuhan ekonomi di kuartal III di bawah 3 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan APBN disiapkan untuk mendukung PPKM Darurat. APBN tetap responsif, fleksibel, dan antisipatif, yang tercermin dari ditambahnya anggaran di bidang kesehatan, dari Rp 172,84 triliun di awal tahun menjadi Rp 185,98 triliun, dan sekarang ditingkatkan lagi menjadi Rp 193,93 triliun.
Anggaran kesehatan tersebut terutama untuk pelaksanaan vaksinasi, biaya diagnostik, testing, tracing, perawatan, insentif tenaga kesehatan, santunan kematian, dan pembelian berbagai obat dan Alat Pelindung Diri (APD). Anggaran ini juga dipakai untuk iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta pemberian insentif perpajakan di sektor kesehatan.
Di samping kesehatan, APBN juga disiapkan untuk melindungi masyarakat terdampak dengan pelebaran cakupan dan akselerasi penyaluran perlindungan sosial mulai minggu II Juli 2021. Perlindungan sosial yang diperluas adalah diskon listrik diperpanjang tiga bulan (Juli - September, untuk 32,6 juta pelanggan), Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro atau BPUM ditambah untuk tiga juta penerima baru (Juli - September), bantuan Sosial Tunai (BST) atau bansos tunai diperpanjang dua bulan (Juli - Agustus, untuk 10 juta kelompok penerima manfaat atau KPM).
Adapula serta percepatan program keluarga harapan atau PKH untuk 9,9 juta KPM, kartu sembako untuk 15,93 juta KPM, BST untuk 10 juta KPM, BLT Desa 5 juta KPM, Kartu Pra Kerja untuk 2,82 juta peserta, dan bantuan kuota internet untuk 27,67 siswa dan tenaga pendidik.
Kebijakan tersebut menjadikan anggaran perlindungan sosial menjadi Rp 153,86 triliun, atau meningkat Rp 5,61 triliun dari anggaran sebelumnya Rp 148,27 triliun di awal 2021.
“Semua kebijakan ini dilaksanakan dalam kerangka implementasi program PEN dengan total alokasi yang tetap sebesar Rp 699,43 triliun. Peningkatan intervensi kesehatan dan perlindungan sosial ini dilakukan melalui refocusing APBN 2021, termasuk di dalam Program PEN itu sendiri sehingga tidak menambah kebutuhan pembiayaan," kata Febrio.
Menurutnya, refocusing, realokasi dan reprioritisasi APBN 2021 dilakukan baik dari belanja Kementerian/Lembaga, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), dan pemanfaatan cadangan dalam APBN. Meski ada PPKM darurat, dia mengatakan defisit APBN tetap akan bisa dijaga sesuai dengan pagu APBN 2021.
HENDARTYO HANGGI I FAJAR PEBRIANTO I ANTARA