Ebrahim Raisi Menjadi Presiden Iran, Kelanjutan Perjanjian Nuklir Dipertanyakan

Selasa, 22 Juni 2021 17:15 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Ebrahim Raisi "sukses" memenangkan Pilpres Iran 2021 Jumat pekan lalu, 18 Juni 2020. Ia mengalahkan dua pesaing terdekatnya, Mohsen Rezaei dan Abdolnaser Hemmati. Adapun ia mengumpulkan 17,8 juta suara dari 28,6 juta suara yang masuk.

Kemenangan ia ditandai berbagai pihak sebagai kemenangan kelompok garis keras. Bagaimana tidak, Ebrahim Raisi adalah orang kepercayaan Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Di Iran, Khamenei adalah ulama garis keras yang sangat menentang pengaruh negara-negara Barat. Ia kontras dengan mantan Presiden Iran Hassan Rouhani yang lebih moderat dan terbuka untuk reformasi.

Raisi sendiri juga dikenal sebagai hakim garis keras. Ia pernah dilaporkan organisasi Amnesty International telah mengetok palu eksekusi mati untuk kurang lebih 5000 orang. Mayoritas di antaranya adalah tahanan politik yang dieksekusi tahun 1988. Kabar yang beredar, mereka yang Raisi eksekusi dimakamkan di kuburan massal tanpa tanda.

"Sebagai kepala yudikatif Iran, Raisi mengawasi langsung sejumlah kejahatan paling kejam dalam sejarah Iran. Kejahatan-kejahatan itu perlu diinvestigasi dan akuntabilitas, bukannya direspon dengan pemilu," ujar Deputi Direktur Human Rights Watch TImur Tengah, Michael Page, dikutip dari Reuters, Ahad, 20 Juni 2021.

Dengan latar belakang garis kerasnya, menjadi pertanyaan apakah hal itu akan tercerminkan juga pada kebijakan-kebijakannya. Beberapa yakin Raisi akan melakukan perubahan besar-besaran, beberapa tidak. Namun, dari sekian banyak isu yang berkaitan dengan Iran, Perjanjian Nuklir yang paling dipantau soal apakah akan berubah.

Perjanjian Nuklir Iran, dikenal juga sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), adalah kesepakatan yang diteken delapan negara di tahun 2015. Tujuannya, memastikan program pengayaan nuklir Iran ditekan hingga 3,67 persen. Ada kekhawatiran dari berbagai negara bahwa cadangan uranium Iran cukup untuk membuat senjata pemusnah massal baru.

Tahun 2018, mantan Presiden Amerika Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut dan menjatuhkan sanksi ekonomi ke Iran. Mereka tidak percaya Iran akan patuh janji. Kesal ditelikung Amerika, Iran balik menggenjot program pengayaan nuklir dengan target setinggi mungkin.

Silinder berisi uranium di fasilitas nuklir Fordow, Iran.[IRNA]

Baca juga: Terpilihanya Ebrahim Raisi Sebagai Presiden Iran Dianggap Kabar Buruk

Situasi berubah ketika Joe Biden menggantikan Trump. Ia ingin membawa Amerika dan Iran sama-sama kemgbali ke Perjanjian Nuklir. Jika Iran kooperatif, Joe Biden berjanji sanksi ekonomi Iran akan ia angkat. Iran, sebaliknya, meminta sanksi diangkat dulu baru mereka kembali ke perjanjian. Sekarang, keduanya tengah bernegosiasi sementara pengayaan nuklir terus berjalan di Iran.

"Problemnya, semakin lama Iran melanggar kesepakatan sebelumnya, maka akan semakin sulit untuk kembali ke perjanjian nuklir. Waktu tidak berpihak kepada siapapun. Ini bukan diskusi yang bisa diulur," ujar Prancis, Jerman, dan Inggris yang berperan sebagai mediator dalam negosiasi perjanjian nuklir di Wina, Austria.

Di Iran, kubu konservatif (Khamenei, Raisi) dan non-konservatif (Rouhani) relatif sepaham soal pentingnya Perjanjian Nuklir Iran. Perjanjian itu kunci untuk menggenjot kembali perekonomian negeri di Timur Tengah itu. Tanpa sanksi diangkat oleh Amerika, hal itu akan berat, apalagi ditambah efek pandemi COVID-19. Sektor Migas Iran adalah salah satu bagian yang paling terpukul sanksi Amerika.

Senin kemarin, tiga hari sejak dirinya dinyatakan sebagai pemenang Pilpres Iran, Raisi menegaskan bahwa dirinya akan menghormati Perjanjian Nuklir Iran. Menurutnya, segala negosiasi yang berkaitan dengan kepentingan nasional Iran perlu dilanjutkan. Ia pun meminta Amerika untuk benar-benar berkomitmen dengan perjanjian itu.

Namun, Ebrahim Raisi punya sejumlah catatan. Pertama, ia meminta seluruh sanksi Amerika ke Iran diangkat. Jumlahnya ada 1500an. Ledua, Ia hanya setuju jumlah nuklir ditekan. Untuk program-program sampingan seperti proyek misil balistik akan tetap lanjut apa adanya. Untuk hal itu, Raisi menghindari negosiasi dengan Biden sekalipun.

"Di Iran, ada kecurigaan mendalam terhadap Amerika. Khamenei menyakini kecurigaan ia terhadap Amerika terbukti ketika Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir. Ia memperingatkan bahwa Amerika tak bisa dipercaya dan bisa menusuk dari belakang," ujar Wakil Presiden dari Quincy Institute of Responsible Statecraft, Trita Parsi.

Presiden AS Joe Biden memberi hormat saat menaiki Air Force One saat ia berangkat dalam perjalanan untuk menghadiri KTT G7 di Inggris, perjalanan luar negeri pertama kepresidenannya, dari Pangkalan Militer Gabungan Andrews, Maryland, AS, 9 Juni 2021. [REUTERS/Kevin Lamarque]

Baca juga: PM Baru Israel: Hindari Negosiasi Perjanjian Nuiklir Dengan Ebrahim Raisi

Agar insiden 2018 tak terulang, administrasi Raisi dikabarkan meminta komitmen tertulis dari Amerika bahwa tidak ada lagi aksi ala Trump. Mereka ingin perjanjian yang sifatnya permanen, mengikuti semua syarat Iran, dan mengikat.

Administrasi Joe Biden sudah mendengar permintaan itu. Sebagai respon, ia meminta Iran siap kembali ke meja negosiasi untuk perjanjian nuklir baru setelah yang lama dipulihkan. Joe Biden juga mengingkinkan perjanjian yang berumur panjang selain lebih kuat.

Mengacu pada isinya, Perjanjian Nuklir Iran habis masa berlakunya 2030. Bagi administrasi Joe Biden, bakal percuma jika tak ada perjanjian lagi sehabis itu. Ia akan dianggap gagal menyelesaikan masalah dengan iran.

"Ini situasi sulit bagi Amerika. Begitu sanksi yang paling berdampak ke Iran diangkat, maka hal itu akan mengurangi daya tawar mereka untuk perjanjian nuklir berikutnya."

"Iran juga tahu bahwa ada titik lemah dalam argumen Amerika (soal perjanjian nuklir). Siapapun presiden berikutnya, Perjanjian Nuklir Iran bisa sewaktu-waktu dibatalkan lagi jika terjadi pergantian kepemimpinan," ujar sejarawan Michael Mandelbaum, dikutip dari New York Times.

Langkah berikutnya baik dari Amerika maupun Iran akan menentukan kelanjutan Perjanjian Nuklir. Keduanya sama-sama menginginkan perjanjian itu berjalan kembali, namun keduanya memiliki kepentingan berbeda. Namun, melihat tidak ada kepentingan yang beririsan, pilihan berikutnya bisa kompromi atau tidak sama sekali.

Jika Perjanjian Nuklir Iran gagal dipulihkan, kelompok konservatif seperti administrasi Raisi akan semakin memiliki alasan untuk tidak mempercayai Amerika dan mulai menjalin hubungan dengan negara lain. Bagi Amerika, itu mencoreng kinerja Biden.

Baca juga: Ebrahim Raisi Menolak Bertemu Joe Biden, Tapi Inginkan Negosiasi Nuklir

ISTMAN MP | REUTERS | NEW YORK TIMES | NPR | AL JAZEERA


Berita terkait

Lima Perusahaan AS Kena Sanksi Iran karena Terlibat Genosida Gaza

14 jam lalu

Lima Perusahaan AS Kena Sanksi Iran karena Terlibat Genosida Gaza

Iran memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan AS, individu-individu, yang terlibat dalam genosida di Gaza

Baca Selengkapnya

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

20 jam lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

21 jam lalu

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

2 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

2 hari lalu

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Demo Bela Palestina di Amerika, Kandidat Presiden Ditangkap hingga Boikot Akademis

3 hari lalu

5 Fakta Demo Bela Palestina di Amerika, Kandidat Presiden Ditangkap hingga Boikot Akademis

Demo bela Palestina di sejumlah kampus Amerika menimbulkan sejumlah dampak.

Baca Selengkapnya

Indonesia - Iran Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian

3 hari lalu

Indonesia - Iran Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian

Iran akan mendorong pertukaran ekspor impor pada subsektor hortikultura khususnya yang berkaitan dengan buah-buahan

Baca Selengkapnya

6 Kampus Bersejarah Lokasi Demo Bela Palestina di Amerika

3 hari lalu

6 Kampus Bersejarah Lokasi Demo Bela Palestina di Amerika

Demo bela Palestina terjadi di sejumlah kampus Amerika. Polisi negara sekutu Israel itu bertindak represif.

Baca Selengkapnya

5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta

4 hari lalu

5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta

Sebagai makanan cepat saji yang populer, hot dog memiliki bulan perayaan nasional. Untuk merayakannya sebuah restoran di New York menjual hot dog seharga 37 juta rupiah

Baca Selengkapnya

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

5 hari lalu

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

Puluhan kampus di Amerika Serikat gelar aksi pro-Palestina. Apa saja tindakan represif aparat terhadap demonstran?

Baca Selengkapnya