Pemberantasan Pungli di Tanjung Priok dan Telepon Presiden ke Kapolri
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Sabtu, 12 Juni 2021 16:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan 49 pelaku pemerasan dan pungli di Tanjung Priok berawal dari telepon singkat Presiden Joko Widodo pada Kamis pagi.
Pada pagi itu di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Presiden Jokowi memanggil ajudannya, Kolonel Abdul Haris. Dia meminta Abdul menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui sambungan telepon.
"Pak Kapolri, selamat pagi," sapa Jokowi di Tanjung Priok, 10 Juni 2021.
"Siap, selamat pagi Bapak Presiden," jawab Sigit.
"Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu," kata Jokowi.
"Siap," jawab Kapolri.
"Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," ujar Jokowi soal tujuannya menghubungi.
"Siap Bapak," jawab Sigit kembali.
Tidak sampai 24 jam pascatelepon itu, 49 pelaku pungli di Tanjung Priok diringkus oleh anak buah Sigit. Mereka diciduk di berbagai tempat, seperti JICT Tanjung Priok, Depo Dwipa Kharisma Mitra Jakarta di KBN Marunda, dan Depo PT Greating Fortune Container (GFC) Indonesia Terminal di Cilincing.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan pelaku pungli yang diciduk terdiri dari karyawan perusahaan yang beroperasi pelabuhan beserta preman jalanan. Mereka mengambil pungutan liar dari lima pos di pelabuhan, antara lain pintu masuk, tempat pencucian truk, hingga pelabuhan tempat bongkar muat.
"Jumlah punglinya mulai dari Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu sampai dengan Rp 20 ribu," ujar Yusri, 11 Juni 2021.
Untuk bagian bongkar muat, karyawan mengambil pungutan dengan menurunkan botol minuman dari ruang crane. Jika uang yang diberikan sopir sejumlah Rp 20 ribu, maka petugas akan melakukan proses bongkar muat.
<!--more-->
Jika nilai kurang dari itu, sopir tak bisa memindahkan isi truk mereka. Ulah karyawan ini sering membuat antrean bongkar muat menjadi tersendat. Kemacetan sampai ke luar kawasan pelabuhan menjadi konsekuensinya.
Seorang sopir kontainer bernnama Agung Kurniawan menceritakan pengalamannya dipalak di pelabuhan. Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini mengatakan para sopir kontainer kerap jadi sasaran tindak premanisme.
"Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak," ujar Agung saat bertemu Presiden Jokowi.
Soal maraknya pungutan liar di sejumlah depo diceritakan oleh sopir bernama Abdul Hakim. Depo adalah tempat meletakkan kontainer yang sudah dipakai atau mengambil kontainer yang akan dipakai. Menurut Abdul Hakim, para karyawan depo sering meminta imbalan berupa uang tip agar laporannya bisa diproses segera.
"Kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma Depo Seacon dan Depo Puninar," kata pria 43 tahun ini kepada Jokowi.
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan pungli dan pemalakan kepada sopir truk kontainer tak hanya terjadi di Tanjung Priok. Dia mengingatkan Jokowi agar atensi untuk pemberantasan pungli tak hanya ditujukan di Jakarta Utara. Tindakan serupa juga berlangsung di daerah-daerah lain dengan skala yang berbeda.
Reza menyatakan langkah cepat Kapolri menangkap para preman dan pelaku pungli terhadap sopir truk ini perlu diapresiasi. Namun menurut dia, tindakan menangkap 49 orang pelaku pemerasan dan pungutan liar itu belum cukup.
<!--more-->
Efek gentar sekaligus efek jera baru akan muncul jika unsur keajegan terealisasi. Jadi, kata dia, kecepatan dalam menindak premanisme dan pemalakan harus dijaga konsistensinya.
"Tidak hanya di Jakarta Utara. Tak hanya kali ini dan tentu saja, tak hanya berdasarkan telepon Presiden," kata Reza.
Reza bercerita, Jenderal Sutanto dulunya langsung melakukan pembersihan terhadap kantong-kantong preman tak lama setelah dilantik menjadi Kapolri. Operasinya tidak hanya digelar di satu atau dua daerah tingkat dua, tapi di banyak lokasi lain di Indonesia.
Reza juga mengaku ingat bahwa mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin pernah mengatakan bahwa membersihkan street crime itu gampang. Tapi faktanya, kata Reza, tidak mudah menyapu bersih premanisme dan pemalakan sebagai street crime.
"Kesulitan itu tampaknya dikarenakan premanisme tidak lagi aksi jahat individu per individu. Tapi boleh jadi sudah menyerupai atau bahkan menjelma sebagai kejahatan terorganisasi," kata Reza.
Maka dari itu, Reza mengatakan polisi perlu menelusuri eksekutor, bos, dan bahkan mungkin pelindung yang bekerja sebagai aparat, dalam menindak premanisme dan pemalakan pungli di Tanjung Priok.
M YUSUF MANURUNG | EGI ADYATAMA | ZULNIS FIRMANSYAH
Baca juga: 7 Fakta Premanisme Pungli di Tanjung Priok yang Terungkap dari Kunjungan Jokowi