Duet KPK - Bareskrim di OTT Bupati Nganjuk
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Aditya Budiman
Senin, 10 Mei 2021 20:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk Kedua kalinya dalam lima tahun terakhir, Bupati Nganjuk kembali berurusan dengan komisi antirasuah. Pada 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok Taufiqqurahman, Bupati Nganjuk saat itu. Hari ini, Senin, 10 Mei 2021, giliran Novi Rahman Hidhayat yang ditetapkan menjadi tersangka.
Bahkan, kasus yang menjerat keduanya pun sama persis, yakni jual beli jabatan. Namun bedanya, dalam penangkapan kali ini KPK tak bekerja sendiri. Penyelidikan dan penangkapan dilakukan bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipikor) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
"Dalam konstruksi atau dugaan dalam penyelidikannya pada 13 April dan 16 April ada dua penyelidikan. 13 April oleh KPK dan 16 April oleh Direktorat Tipikor," ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Djoko Poerwanto, dalam konferensi pers bersama dengan KPK, Senin, 10 Mei 2021.
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar mengatakan kerja sama ini bermula saat KPK mendapat laporan masyarakat soal dugaan adanya jual beli jabatan. Saat berkoordinasi dengan Ditipikor Mabes Polri, ternyata laporan yang sama juga mereka terima.
"Untuk menghindari adanya tumpang tindih laporan masyarakat ini, maka dilakukan koordinasi antara KPK dengan Bareskrim Mabes Polri. Ada sebanyak 4 kali dan bersepakat akan melakukan kerja sama menindaklanjuti laporan tersebut," kata Lili.
Lili mengatakan kerja sama ini mencakup pengumpulan bahan keterangan (full bucket), kegiatan penyelidikan, hingga pelaksanaan di lapangan. Hingga akhirnya tim gabungan mendapat informasi tentang rencana adanya pertemuan antara Novi dengan sejumlah camat yang diduga membahas jual beli jabatan tersebut pada Ahad, 9 Mei lalu.
<!--more-->
Operasi tangkap tangan (OTT) pun dilakukan oleh tim gabungan. Hasilnya, Bupati Nganjuk Novi dicokok bersama dengan sejumlah camat dan ajudannya. Setelah pengumpulan keterangan sepanjang Senin ini, Novi ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan enam orang lainnya.
Mereka adalah DR (Camat Pace), ES (Camat Tanjunganom dan sebagai Plt Camat Sukomoro), HY (Camat Berbek) yang masing-masing disebut sebagai pemberi hadiah atau janji, lalu BS (Camat Loceret), TBW (Mantan Camat Sukomoro), dan MIM (Ajudan Bupati Nganjuk) yang diduga menjadi perantara penyerahan uang dari para camat ke Bupati Nganjuk.
"Dalam modus operasinya para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka, dalam hal ini para camat, dan pengisian jabatan di tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk," kata Djoko.
Dari informasi yang digali oleh penyidik, diketahui untuk di level perangkat desa, diduga dipatok harga antara Rp 10 sampai Rp 15 juta. Untuk jabatan di atas itu, sementara penyidik mendapat informasi harganya mencapai Rp 150 juta. Meski begitu, informasi ini disebut masih terus didalami.
Dalam OTT itu pula, tim gabungan menyita uang sebesar Rp 647,9 juta dan delapan unit telepon genggam disita. Ada pula satu buku tabungan Bank Jatim atas nama TDW yang ikut dibawa.
Setelah penetapan ini, tim gabungan menyepakati bahwa penyidikan kasus ini akan dilanjutkan oleh penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Kabareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan hal ini bukan tanpa alasan.
"Saksi-saksi dan dokumen-dokumen pendukung yang dimiliki oleh kami menurut satgas yang mengatakan bahwa rumputnya lebih tinggi, sehingga pada saat itu secara intens dilakukan komunikasi dan diputuskan untuk Bareskrim yang dikedepankan," kata Agus.
Kerja sama antara KPK dengan Bareskrim ini diyakini Lili Pintauli Siregar tak akan bermasalah. Ia menegaskan tak akan ada perbedaan pendapat di antara kedua instansi.
"Dissenting opinion tidak akan ada terjadi karena masing-masing akan melakukan koordinasi di internal, tadi juga satu kali," kata Lili ihwal kasus jual beli jabatan yang menjerat Bupati Nganjuk.
Baca juga: Kekayaan Bupati Nganjuk Tercatat Capai Rp 116 Miliar