Ranking Rendah Berpadu Mimpi Bukit Algoritma Ala Silicon Valley
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 15 April 2021 20:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penandatanganan kontrak antara PT Amarta Karya (Persero) bersama Kiniku Bintang Raya KSO dan PT Bintang Raya Lokalestari awal bulan ini menjadi pupuk pertama mimpi megaproyek Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat. Proyek yang diinisiasi oleh politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko itu digadang-gadang bakal menjadi Sillicon Valley versi Indonesia.
Proyek tersebut direncanakan menelan biaya investasi sebesar sekitar 1 miliar euro atau sekitar Rp 18 triliun. Nilai tersebut dapat ditingkatkan sesuai dengan pengembangan ekosistem value chain yang akan dikerjakan secara bertahap. Dalam acara penandatanganan kontrak itu, Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa Bukit Algoritma laksana Silicon Valley di AS, diharapkan menjadi pusat riset, serta pengembangan sumber daya manusia di masa depan.
“Muda mudi anak bangsa telah banyak yang menorehkan prestasi dan menciptakan inovasi di kancah global. Kelak, kawasan ini akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut, seperti misalnya kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan,” kata Budiman.
Budiman mengatakan proyek itu merupakan mimpi jangka panjang. Untuk tahap pertama selama tiga tahun, Amarta Karya akan menjadi mitra kepercayaan untuk membangun infrastruktur, termasuk akses jalan raya, fasilitas air bersih, pembangkit listrik, gedung konvensi, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Dalam berbagai kesempatan, termasuk melalui media sosialnya, Budiman mengatakan proyek itu akan dibiayai oleh pendanaan dari investor swasta.
"Investor sudah bertemu dengan kami untuk mengerjakan kawasannya,” ujar Budiman saat dihubungi pada Senin, 12 April 2021.
Budiman enggan menyebutkan nama investor dan asal pasti negara yang akan menjadi pemodal. Namun ia menyebut, selain negara di Amerika Utara itu, ada beberapa pihak lainnya yang diklaim telah menyatakan minat ikut mengembangkan proyek lembah silikon itu.
“Yang sudah menyatakan minat ada salah satu negara Eropa Barat, kemudian Timur Tengah, dan dua negara Asia,” ujar Budiman Sudjatmiko.
Satu dari dua negara di Asia tersebut berniat mengisi tenant untuk pengembangan riset energi baru dan terbarukan. Sedangkan satu negara lainnya berminat menanamkan modal untuk mengembangkan kawasan dengan nilai investasi sebesar 200 juta euro.
<!--more-->
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga memastikan bahwa keterlibatan perusahaan pelat merah, yaitu Amarta Karya, dalam proyek tersebut bukanlah sebagai investor. Melainkan hanya sebagai kontraktor.
Perusahaan pelat merah Amarta Karya yang terlibat dalam proyek tersebut pun disebut hanya akan berperan sebagai kontraktor. Hal tersebut ditegaskan oleh Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga saat dikonfirmasi Tempo. "Menurut informasi dari Amarta Karya mereka hanya jadi kontraktor bukan investor," ujar Arya kepada Tempo, Kamis, 15 April 2021.
Kendati demikian Arya tidak menjawab gamblang apakah nantinya pemerintah akan masuk membiayai proyek tersebut atau tidak. "Yang pasti Amarta Karya diminta hanya jadi kontraktor. Saya hanya bicara Amarta Karya, jadi saya tidak tahu yang lain."
Direktur Utama Amarta Karya Nikolas Agung menyampaikan bahwa proyek ini akan dibangun di atas lahan seluas 888 hektare, yang berlokasi di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi. "Kami dipercaya sebagai mitra infrastruktur Bukit Algoritma pada tahap pertama selama tiga tahun ke depan, dengan nilai total diperkirakan 1 miliar euro atau setara Rp 18 triliun," ujar dia dalam keterangan resmi perseroan.
Nikolas mengatakan proyek tersebut dikembangkan untuk meningkatkan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan, serta penciptaan pusat riset dan pengembangan untuk menampung ide anak Indonesia, serta serta meningkatkan sektor pariwisata di kawasan setempat.
Menanggapi proyek Bukit Algoritma yang ramai dibicarakan publik, Ridwan Kamil pun angkat suara. Ia mengingatkan agar masyarakat tak gegabah menyebut proyek pembangunan pusat riset ini sebagai Silicon Valley ala Indonesia.
Ridwan Kamil alias Emil menjelaskan, kawasan Silicon Valley di Santa Clara Valley yang berada di bagian selatan Bay Area, San Fransisco, bisa berkembang baik karena punya tiga faktor pendukung utama. Ketiga hal itu adalah periset, industri pendukung inovasi, dan institusi finansial.
“Kalau tiga poin tadi tidak hadir dalam satu titik, yang namanya istilah Silicon Valley itu hanya gimmick branding saja,” kata Emil. Menurut Emil, sejumlah pihak yang ingin merealisasikan proyek itu harus memikirkan tiga komponen utama dengan matang, sebelum kemudian mengklaimnya sebagai Silicon Valley ala Indonesia. Meski begitu, Emil menyatakan tetap mendukung adanya pusat riset yang ada di Indonesia terutama di Jawa Barat.
<!--more-->
“Niatnya saya respons, saya dukung. Tapi hati-hati kepada semua orang yang dikit dikit bilang mau bikin Silicon Valley,” kata Ridwan Kamil.
Kritik senada juga disampaikan Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda menyebut proyek Bukit Algoritma di Sukabumi berpotensi mangkrak. Pasalnya, ia melihat ada berbagai permasalahan yang perlu diselesaikan terlebih dahulu ketimbang membangun infrasruktur anyar.
"Berbagai permasalahan mendasar harus diperbaiki terlebih dahulu karena sangat berpotensi sekali bukit algoritma mangkrak dan bisa seperti proyek lainnya yang pemanfaatannya tidak maksimal, seperti Bandara Kertajati yang hanya menjadi bengkel pesawat," ujar Huda dalam webinar, Kamis, 15 April 2021.
Persoalan pertama, ujar Huda, adalah masih sangat rendahnya ekosistem riset dan pengembangan di Indonesia. Berdasarkan data Unesco 2021, proporsi dana R&D terhadap PDB secara total masih berkisar 0,24 persen. Angka itu masih sangat tertinggal dari Singapura yang sudah 2,22 persen.
Di samping itu, Huda mengatakan produk berteknologi tinggi dari Indonesia masih sangat sedikit. Belum lagi, Nailul menyoroti inovasi Indonesia yang masuk peringkat empat terburuk se-Asean. Dengan demikian, ia mengatakan Indonesia merupakan negara dengan proporsi R&D terhadap PDB yang rendah, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah juga.
Masalah berikutnya, tutur Huda, adalah sumber daya manusia yang masih belum mencukupi untuk masuk ke dalam Industri 4.0. Hal tersebut tercitra dari jumlah peneliti Indonesia yang sangat rendah, yaitu 216 dari 1 juta penduduk. Akibatnya, paten Indonesia juga rendah dibandingkan negara Asean lainnya.
Huda juga menyoroti proporsi penduduk Indonesia yang ahli dalam pemrograman komputer. "Masih sangat rendah, hanya 3,5 persen dari penduduk muda dan dewasa," ujar dia. Angka tersebut hanya unggul dari Thailand dan Filipina. Belum lagi dengan adanya persoalan nilai PISA Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan Malaysia, Singapura, dan Thailand.
<!--more-->
Persoalan ketiga yang disoroti Huda adalah ketimpangan digital yang masih tinggi dalam hal keahlian dan penggunaan produk digital. Dengan demikian, Huda menyimpulkan bahwa proyek Bukit Algoritma itu hanya program pembangunan fisik yang belum mengangkat konteks inovasi. "Jangan sampai bukit algoritma ini kalau dibangun sekarang dengan permasalahan yang ada hanya akan menjadi gimmick semata," tutur Huda.
Menegaskan bahwa proyek Bukit Algoritma bukan sekadar gimik, Budiman Sudjatmiko yang juga pendiri komunitas Innovator 4.0 itu mengatakan, dalam perencanaan proyek tersebut, Bukit Algoritma akan mengintegrasikan kawasan riset dan industri. “Kami sudah pikirkan ada education center,” ujar Budiman saat dihubungi pada Rabu, 14 April 2021.
Budiman Sudjatmiko mengklaim PT Kiniku Nusa Kreasi dan PT Bintang Raya Lokalestari sebagai perusahaan yang membentuk KSO telah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan tiga kampus. Ketiga kampus itu ialah Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Padjajaran.
Menurut Budiman, IPB akan mengerjakan riset-riset yang berhubungan dengan pertanian dalam proyek bukit algoritma. Sedangkan pengembangan kecerdasaan teknologi diserahkan kepada ITB. Selanjutnya, Unpad akan mengembangkan riset yang berhubungan dengan kesehatan.
“Kami sudah alokasikan 25 hektare untuk masing-masing kampus itu, untuk riset dan lain-lain,” tuturnya.
BACA: Soal Bukit Algoritma, Indef Wanti-wanti Bakal Dibanjiri Tenaga Kerja Asing
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY | BISNIS