Sederet Temuan Ombudsman dalam Insiden Kebakaran Kilang Balongan Pertamina
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 14 April 2021 19:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Ombudsman RI membeberkan sederet temuan investigasinya ihwal insiden kebakaran Kilang Balongan milik PT Pertamina (Persero). Kebakaran terjadi pada 29 Maret 2021 dini hari dan menyebabkan 838 warga mengungsi.
Investigasi itu dimulai dengan pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Ombudsman menghimpun data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Indramayu, kepala desa di lima kelurahan terdampak, Pertamina, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), humas Pertamina RU VI Balongan, dan media massa.
Pada 7 hingga 8 April 2021, Ombudsman menerjunkan tim untuk melakukan investigasi di lokasi kebakaran di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sehari kemudian, Ombudsman meminta keterangan dari Pertamina dan KPI—sebagai perusahaan holding.
Berdasarkan kesimpulan dari informasi yang dikumpulkan, Ombudsman menemukan adanya masalah sebelum kebakaran terjadi. Sehari menjelang insiden, yakni Minggu, 28 Maret 2021, anggota Ombudsman, Hery Susanto, mengatakan masyarakat sekitar telah mengeluhkan adanya bau bensin sangat menyengat di area kilang.
Warga mendatangi lokasi kilang untuk menyampaikan keluhan itu kepada humas, namun tidak digubris oleh petugas keamanan. Lantaran tidak memperoleh respons, warga emosional dan melakukan aksi lempar batu ke kantor Pertamina.
Kemudian pada pukul 22.00 WIB, protes warga dibubarkan oleh pihak kepolisian atau Polsek Balongan. Kemudian pada pukul 23.45 WIB, warga mengaku mendengar bunyi ledakan kecil.
Hery menduga ada pembiaran Pertamina atas keluhan masyarakat. “Tidak ada informasi yang terbuka mengenai kondisi kilang Pertamina Balongan sebelum peristiwa kebakaran terjadi,” ucap Hery Susanto dalam konferensi pers yang digelar virtual, Rabu, 14 April 2021.<!--more-->
Selanjutnya, Ombudsman juga menemukan tidak adanya mekanisme mitigasi bencana. Masalah ini disinyalir terjadi akibat gagalnya teknologi. Saat kebakaran terjadi, tutur Hery, Pertamina semestinya segera berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Indramayu.
Ia meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir segera meninjau ulang aset-aset Pertamina yang diduga sudah usang pasca-insiden kebakaran. “Menteri BUMN perlu me-review aset-aset pertamina yang memang sudah tidak layak pakai. Sebelum kejadian berlanjut, saya kira ini penting jadi perhatian pemerintah,” ujar dia.
Ombudsman mencatat, Kilang Balongan telah tiga kali mengalami kebakaran, dalam 14 tahun terakhir. Kejadian pertama berlangsung pada Oktober 2007. Dalam insiden itu, api tidak merusak fasilitas produksi milik Pertamina dan hanya mengganggu sistem pembuangan limbah.
Insiden kedua terjadi pada 4 Januari 2019. Kebakaran terjadi di kawasan kilang minyak pada fasilitas pemasok gas milik PT Pertamina EP. Kemudian insiden ketiga terjadi pada 29 Maret 2021 yang menyebabkan tangki T-301G meledak.
Meski demikian, investigasi Ombudsman belum menarik kesimpulan terhadap penyebab terjadinya insiden kebakaran tangki Pertamina. Penyebab insiden ini masih dalam proses penelitian, baik dari internal perseroan maupun eksternal yang melibatkan pihak independen dan Bareskrim Polri.
Api melalap empat tangki Pertamina di Kilang Balongan dalam insiden kebakaran. Jumlah ini setara dengan 7 persen dari total tangki milik perseroan yang tercatat sebanyak 71 tangki.
Tangki pertama yang terbakar adalah tangki T301-G yang berisi Pertalite. Kemudian api menyebar ke tangki T301-E, T301-F, dan T301-H. Pertamina, kata Harry, telah melakukan beberapa upaya, seperti mentransfer minyak dari tangki G ke F dan D untuk menurunkan level tangki G yang terbakar.
Pemadaman pun baru bisa dilakukan secara total dua hari setelah kebakaran terjadi atau pada 31 Maret 2021. Akibat kejadian tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada lima desa terdampak. Kelimanya adalah Desa Balongan, Desa Sukareja, Desa Rawadalem, Desa Sukaurip, dan Desa Tegalurung. Di lima desa itu, tercatat sebanyak 2.788 rumah rusak. Peristiwa ini juga berdampak terhadap kerusakan 48 tempat ibadah.<!--more-->
Sesaat setelah kebakaran, Pertamina sempat menyatakan insiden ini terjadi lantaran sambaran petir. Pernyataan itu berbeda dengan keterangan Kepala Kepolisian Daerah atau Kapolda Jawa Barat yang mengatakan kebakaran disinyalir terjadi akibat kebocoran pipa tangki.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan penyebab kebakaran tangki di kilang milik Pertamina masih dalam proses investigasi, baik dari sisi internal maupun eksternal. Ia berharap instansi internasional bisa ikut mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan insiden tersebut.
"Kami juga ingin mendapatkan kajian dari instansi internasional yang menangani bidang kecelakaan kerja insiden seperti sekarang ini," tutur Arifin.
Dari hasil investigasi, Kementerian akan mengevaluasi sistem kerja Pertamina yang saat ini berlaku di seluruh kilang minyaknya. Hasil investigasi juga akan menjadi rekomendasi kebijakan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Ke depannya dari kejadian ini, Pertamina harus melakukan evaluasi untuk mengidentifikasi apa saja yang diperlukan dari sistem pengamanan kilang-kilangnya. Jadi pelajaran yang diambil dari beberapa kejadian yang terjadi di beberapa kilang, kami minta untuk dilakukan evaluasi," kata Arifin.
Adapun Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut investigasi eksternal melibatkan berbagai pihak, mulai aparat penegak hukum hingga tim ahli dalam dan luar negeri. Nicke memastikan akan membuka ruang seluas-luasnya bagi tim investigasi untuk mencari tahu penyebab kebakaran.
Perseroan berniat mempercepat penyelesaian proses investigasi penyebab insiden tersebut. Percepatan ini sesuai dengan arahan Dewan Komisaris Pertamina pada rapat koordinasi Dewan Komisaris dan Direksi, 1 April 2021 lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ANTARA
Baca Juga: Erick Thohir Diminta Review Aset Pertamina Setelah Kebakaran Kilang Balongan