Langkah Sri Mulyani dkk Pasca Suap Pajak, Whistleblowing System?
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 11 Maret 2021 20:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pasca terungkapnya dugaan suap pajak yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan mendorong partisipasi masyarakat melalui saluran pengaduan atau whistleblowing system (WISE).
"Kemenkeu juga tetap konsisten menjalankan reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan, agar kami dapat selalu meningkatkan dukungan dan layanan pada stakeholders," kata Kepala Biro Komunikasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari saat dihubungi, Kamis, 11 Februari 2021.
Kementerian Keuangan meluncurkan whistleblowing system yang diberi nama WISE pada 5 Oktober 2011. Whistleblowing system merupakan sistem berbasis internet yang bertujuan memudahkan masyarakat, pegawai maupun, pejabat pemerintahan melaporkan perbuatan-perbuatan yang berindikasi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam dugaan suap pajak yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan awalnya Direktorat Jenderal Pajak menerima dari pengaduan masyarakat. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak bersama Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan menindaklanjuti aduan tersebut sesuai ketentuan dan kewenangan. Selanjutnya, Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kasus suap tersebut diduga melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak. Akibat perkara ini, Sri Mulyani telah membebastugaskan pejabat yang diduga terlibat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan bahwa dugaan suap pajak tersebut berawal dari pengaduan masyarakat. "Ada laporan masyarakat dan dicek didalami dan ternyata ada tindak pidana suap dan itu yang disampaikan ke KPK," katanya saat konferensi pers 4 Maret lalu.
Baca selanjutnya Modus Suap Pajak
<!--more-->
Menurut Marwata, modus suap pajak ini adalah wajib pajak diduga memberikan uang kepada pejabat untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan.
Nilai suap dalam kasus ini diduga mencapai puluhan miliar. KPK berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam penanganan kasus suap. KPK akan menangani kasus suap, sementara Kementerian Keuangan akan menangani dugaan pelanggaran pajaknya.
Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang meneliti wajib pajak yang terkait perkara tersebut. Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kepada masyarakat yang memiliki informasi mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai DJP maupun Kemenkeu, Sri Mulyani mengingatkan segera melaporkannya melalui saluran pengaduan whistleblowing system di Kementerian Keuangan atau melalui surat elektronik ke pengaduan@pajak.go.id atau saluran telepon ke Kring Pajak 1500200.
Sri Mulyani mengatakan tidak memberikan toleransi terhadap tindakan koruptif dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.
Selain itu, dia sudah menginstruksikan kepada seluruh pimpinan unit di kementeriannya untuk terus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada seluruh jajarannya. Termasuk, memperbaiki tata kelola dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Baca selanjutnya soal Remunerasi Pegawai
<!--more-->
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan kasus dugaan suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak atau kasus suap pajak menunjukkan bahwa persoalan rasuah di pemerintahan tidak selesai hanya dengan menaikkan remunerasi pegawai.
"Masalah utama tidak bisa diselesaikan dengan jalan remunerasi. Mau dikasih sebesar apapun kalau celah korupnya masih ada, susah juga," ujar Bhima kepada Tempo, Rabu, 3 Maret 2021.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, para pegawai pajak paling sedikit mendapatkan tunjangan kinerja sebesar Rp 5,36 juta yaitu untuk peringkat jabatan 4 atau jabatan pelaksana. Adapun tunjangan kinerja tertinggi adalah untuk pejabat struktural eselon I dengan peringkat jabatan 27, yaitu sebesar Rp 117,37 juta.
Tapi, ada ketentuan yang memberikan tunjangan 10 persen lebih rendah atau 30 persen lebih tinggi. Ini berlaku dengan beberapa kriteria seperti capaian organisasi, pegawai, sampai keadaan keuangan negara.
Sehingga, pejabat eselon I sebenarnya bisa membawa pulang tunjangan hingga Rp 152 juta. Sementara yang paling rendah dapat mengantongi tunjangan Rp 6,9 Juta.
Dugaan suap pegawai pajak, menurut Bhima, modusnya masih sama. Kuncinya adalah wajib pajak menyuap petugas pajak untuk meringankan pembayaran pajak. Karena itu, pencegahan korupsi, menurut dia, tidak cukup dengan mengandalkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Bhima mengatakan peran whistle blower di internal pegawai pajak menjadi penting.
Adapun Rahayu menampik mencuatnya dugaan suap pajak ini menunjukkan gagalnya sistem remunerasi di Kementerian Keuangan. "Dengan reformasi birokrasi, remunerasi yang merupakan reward (imbalan) diharapkan meningkatkan kualitas pelayanan pegawai kepada publik. Saya kira berbagai indikator yang terukur, antara lain dari hasil survei pelayanan masyarakat, menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas layanan dan kepercayaan publik," kata dia.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA | TEMPO