Skandal Korupsi Pegawai Pajak: Tunjangan Tinggi, Uang Suap Jalan Terus
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 4 Maret 2021 20:34 WIB
Adapun terungkapnya skandal suap ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati geram. "Ini jelas merupakan pengkhianatan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Rabu, 3 Maret 2021.
Menurut dia, kasus ini telah melukai perasaan dari seluruh pegawai, baik di Direktorat Jenderal Pajak, maupun seluruh jajaran Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia. "Yang telah terus dan akan berpegang pada prinsip-prinsip integritas dan profesionalitas," kata dia.
Akibat kejadian ini, Ditjen Pajak pun kini sedang melakukan penelitian terhadap perusahaan wajib pajak yang terlibat. "Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku," demikian keterangan tertulis dari Kementerian Keuangan di hari yang sama.
Selain itu, Sri Mulyani juga sudah menginstruksikan kepada seluruh pimpinan unit di kementeriannya untuk terus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada seluruh jajarannya. Termasuk, memperbaiki tata kelola dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Di sisi lain tunjangan kinerja di Ditjen Pajak sudah direvisi. Ketentuan mengenai tunjangan ini diatur dalam Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Ini adalah revisi dari Perpres Nomor 37 Tahun 2015.
Dalam daftar nominal tunjangan, pejabat tertinggi yaitu eselon I mendapatkan Rp 117,3 juta. Sementara yang terendah yaitu level pelaksana sebesar Rp 5,3 juta.
Tapi, ada ketentuan yang memberikan tunjangan 10 persen lebih rendah atau 30 persen lebih tinggi. Ini berlaku dengan beberapa kriteria seperti capaian organisasi, pegawai, sampai keadaan keuangan negara.
Sehingga, pejabat eselon I sebenarnya bisa membawa pulang tunjangan hingga Rp 152 juta. Sementara yang paling rendah dapat mengantongi tunjangan Rp 6,9 Juta.
Sementara itu, pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menyebut berbagai pembenahan dari sisi hulu hingga hilir sebenernya sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Ini mencakup aspek kebijakan, hukum, dan administrasi.
Sebagai contoh yaitu membangun sistem IT dalam hal administrasi, implementasi compliance risk management yang berbasis profil kepatuhan wajib pajak. Termasuk, keberadaan pengawasan internal dan eksternal.
Artinya, kata Bawono, berbagai kunci keberhasilan sistem pajak yang bersih seperti transparansi, kode etik, budaya, serta sistem yg berbasis IT sudah diterapkan. "Dengan demikian, saya melihat sistemnya sudah kian baik dan mengurangi celah," kata dia.
Di sisi lain, kata dia, berbagai pembenahan di atas serta sikap ketegasan Kemenkeu yang tidak mentolerir adanya pelanggaran tersebut juga justru akan menciptakan kepercayaan masyarakat. "Dengan demikian, dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh terhadap kepercayaan serta perilaku kepatuhan," kata Bawono saat dihubungi.