Kasus Nurdin Abdullah, Bancakan Proyek untuk Teman Lama
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Senin, 1 Maret 2021 05:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka dalam kasus suap proyek infrastruktur.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Firli Bahuri mengatakan Nurdin diduga sudah bekerja sama sejak lama dengan penyuapnya, Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.
Sebelum diberikan izin mengerjakan proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan untuk Tahun Anggaran 2021 yang akhirnya berujung suap, kata Firli, Agung juga telah menggarap sejumlah proyek lain.
"Pertama, peningkatan jalan ruas Palampang - Munte - Bontolempangan di Kabupaten Sinjai/Bulukumba Tahun Anggaran 2019 dengan nilai Rp 28,9 miliar," kata Firli saat konferensi pers di kantornya, Ahad, 28 Februari 2021.
Proyek kedua yang dikerjakan Agung adalah pembangunan jalan ruas Palampang - Munte-Bontolempangan Tahun Anggaran 2020 dengan nilai Rp 15,7 miliar. Ketiga, proyek pembangunan jalan ruas Palampang-Munte-Bontolempangan dari APBD dengan nilai Rp 19 miliar.
Selanjutnya, pembangunan jalan, trotoar, dan penerangan jalan Kawasan Wisata Bira dari Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Seletan 2020 ke Kabupaten Bulukumba Tahun Anggaran 2020 senilai Rp 20,8 miliar.
Terakhir, rehabilitasi jalan parkiran 1 dan pembangunan jalan parkiran 2 di Kawasan Wisata Bira dari Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan 2020 ke Kabupaten Bulukumba Tahun Anggaran 2020 senilai Rp 7,1 miliar.
Setelah mengerjakan proyek-proyek tersebut, Agung ingin kembali mendapatkan beberapa proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan untuk Tahun Anggaran 2021. Untuk memuluskan niatnya mendapatkan jatah proyek itu, Agung berkomunikasi aktif dengan orang kepercayaan Nurdin, yakni Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan, Edy Rahmat.
"Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh AS," kata Firli.
Firli mengatakan Nurdin dan Edy bertemu dengan Agung di Bulukumba pada awal Februari 2021. Ketika itu, Nurdin menyampaikan kepada Edy bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh Agung.
"NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen Detailed Engineering Design yang akan dilelang pada APBD Tahun Anggaran 2022," kata Firli. "AS selanjutnya pada 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 Miliar kepada NA melalui ER."
Baca juga: Pesan Nurdin Abdullah Saat Lantik 11 Kepala Daerah, Bekerja untuk Rakyat
KPK lantas melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Nurdin dan lima orang lainnya pada Jumat lalu di tiga tempat berbeda di Sulawesi Selatan. Awalnya, KPK menangkap enam orang. Setelah melakukan pemeriksaan, hanya tiga orang yakni, Nurdin, Agung dan Edy yang ditetapkan sebagai tersangka.
Nurdin dan Edy ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Agung sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 di undang-undang yang sama.
Ketua Panita Khusus Angket 2019, Kadir Halid, mengatakan Nurdin dan Agung memang sudah dekat sejak lama. “Mereka sudah lama kerja sama, sejak Nurdin menjadi Bupati Bantaeng,” kata Kadir Halid.
Kadir mengatakan banyak temuan-temuan yang didapatkan olehnya saat masih menjadi anggota DPRD Sulawesi Selatan. Termasuk pengusaha yang menagih proyek ke Gubernur Nurdin karena telah dibantu saat Pemilihan Gubernur Sulsel Tahun 2018.
Sejumlah pihak yang dimintai keterangan pun mengaku jika di Pemerintah Sulsel bagi-bagi proyek serta fee. “Temuan angket tentang bantuan Agung kepada NA pada saat Pilgub Sulsel lalu,” ucap adik kandung dari politisi Partai Gubernur Sulsel.
Menurut dia, beberapa bulan setelah dilantik Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel, DPRD menggulirkan sidang hak angket. Ia menyebutkan ada beberapa poin hak angket dimunculkan, salah satunya dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Saat itu, kata Kadir, keterangan saksi yaitu mantan Kepala Dinas Bina Marga diminta memenangkan pengusaha Agung dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Karena pengusaha ini sangat berjasa dalam memenangkan pasangan Nurdin Abdullah.
KPK menduga Nurdin juga memperoleh suap dari kontraktor lain. Pada akhir 2020, kata Firli, Nurdin ditengarai menerima uang sebesar Rp 200 juta. Selanjutnya pada pertengahan Februari 2021, Nurdin melalui orang berinisial SB juga menerima duit sebesar Rp 1 miliar. "Kemudian di awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp 2.2 miliar," kata Firli.
Nurdin Abdullah membantah menerima suap dari kontraktor. Ia malah menuding Edy, anak buahnya, bermain sendiri. "Demi Allah saya tidak tahu," katanya saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK.