Menkes Berpindah Haluan Setelah Melihat Sengkarut Data Vaksinasi Covid-19
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Minggu, 24 Januari 2021 17:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Belum genap sebulan menjabat Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin blak-blakan ihwal sengkarut data yang ada di Kementeriannya berkaitan dengan program vaksinasi Covid-19 yang tengah berlangsung saat ini. Menurut Budi, ia awalnya mendapat laporan bahwa fasilitas kesehatan pemerintah secara agregat mampu melaksanakan vaksinasi. Bahkan tanpa perlu melibatkan rumah sakit milik pemerintah daerah dan swasta.
"Aku kapok, aku enggak percaya data nasional. Itu 60 persen enggak cukup," kata Budi dikutip dari kanal YouTube Pikiran Rakyat Media Network Suara Cimahi (PRMN SuCi) pada 22 Januari 2021.
Budi Gunadi Sadikin mengatakan fasilitas kesehatan milik pemerintah nyatanya tak mencukupi untuk dapat melaksanakan vaksinasi Covid-19. Presiden Joko Widodo menginginkan vaksinasi bisa rampung dalam waktu 12 bulan. Dengan keterbatasan fasilitas pemerintah, Budi mengatakan vaksinasi bisa-bisa baru rampung setelah 3.000 hari. "Delapan tahun baru selesai, karena fasilitasnya enggak ada," ujar Budi.
Bukan cuma masalah fasilitas kesehatan, data penerima vaksin pun diakuinya masih bermasalah. Budi mengatakan ke depan bakal menggunakan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum untuk menentukan penerima vaksinasi Covid0-19.
"Udah kapok, saya enggak mau lagi pakai datanya Kementerian Kesehatan, di-crossing-crossing sama data Dukcapil, aku ambil data KPU," kata dia.
Budi mengatakan data KPU dinilainya cukup menggambarkan kondisi terkini. Apalagi, ada 270 daerah yang menggelar pemilihan kepala daerah pada Desember 2020 lalu. Asumsinya, data pemilih di daerah pemilihan telah diverifikasi faktual oleh KPU secara manual.
Baca: Menkes Nilai Indonesia Salah Terapkan Cara Testing Covid-19
"Kayaknya itu yang paling current, jadi aku ambil data KPU base-nya untuk rakyat di atas 17 tahun," kata mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara ini.
Persoalan data penerima vaksin Covid-19 ini juga menjadi sorotan saat rapat kerja di Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah telah mencanangkan jumlah penerima vaksin Covid-19 sebanyak 181,5 juta masyarakat Indonesia. Angka ini merupakan data masyarakat berusia 18-59 tahun yang memenuhi syarat plus lansia sebanyak 21,5 juta orang.
Budi Gunadi mengatakan daftar itu berasal dari basis data yang dimiliki Kementerian Kesehatan disandingkan dengan data Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial, serta Badan Penyelenggara Bantuan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data-data itu diolah oleh Telkom.
Menurut Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene, data itu masih belum dapat diandalkan. Ia mencontohkan, data BPJS Kesehatan pun masih bermasalah. "Masih banyak sekali yang belum jadi peserta BPJS Kesehatan karena ketidakmampuan mereka membayar," kata Felly dalam rapat 13 Januari lalu.
Selanjutnya: Data terbaru dari pilkada lebih akurat...
<!--more-->
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, dalam rapat kala itu Budi mengklaim data-data penerima vaksin sudah tersedia. Budi, kata dia, mengatakan Kementerian telah memiliki data by name by address. Para calon penerima vaksin akan dihubungi melalui SMS dan diminta mengikuti petunjuk yang dikirimkan.
Saleh pun mempertanyakan langkah Kementerian yang kini akan mengambil data baru sebagai pembanding. "Kalau data itu dianggap masih belum valid, berarti yang direncanakan kemarin itu kan masih questinable," kata politikus Partai Amanat Nasional ini.
Saleh pun meminta polemik pendataan ini benar-benar diperbaiki. Dia mengatakan sengkarut data ini merupakan masalah laten yang berdampak pada keadilan sosial bagi masyarakat.
"Saya mengapresiasi Menkes berpikir ambil data dari KPU," ujar Saleh.
Meski begitu, Saleh tetap mewanti-wanti Kementerian Kesehatan memverifikasi data pemilih. Asumsinya, data pemilih dari Pilkada 2020 di 270 daerah memang sudah terverifikasi, tetapi data pemilih di dearah-daerah lainnya bisa jadi sudah mengalami perubahan. "Kalau memang diambil juga harus tetap diverifikasi," kata Saleh.
Komisioner KPU Dewa Raka Sandi mengatakan pihaknya telah menerima surat tertanggal 22 Januari 2021 dari Menteri Kesehatan terkait koordinasi penggunaan data ini. "Perihal dalam surat yang disampaikan ke KPU adalah permohonan koordinasi terkait konsolidasi data pemilih di KPU dengan data penerima vaksin Covid-19," kata Dewa kepada Tempo, Ahad, 24 Januari 2021.
Dewa mengatakan belum dapat memastikan kapan data akan diberikan. Namun ia memastikan KPU akan menindaklanjuti permintaan koordinasi tersebut. Dewa pun belum memastikan data pemilih yang mana saja yang bakal diberikan kepada Kementerian Kesehatan.
Ia mengakui, data paling baru ialah data pemilih dari Pilkada 2020 yang digelar di 270 daerah. Adapun data dari pilkada tahun-tahun sebelumnya besar kemungkinan sudah berubah. "Secara teknis nanti akan dikoordinasikan lebih lanjut. Sebaiknya memang data terbaru sehingga lebih akurat dan mutakhir," kata Dewa.
Menurut Dewa, koordinasi juga terkait tata cara atau prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, kata dia, data pemilih adalah data yang sangat penting dan strategis. "Perlindungan data pribadi pemilih juga penting," ujar dia.
Pelaksana tugas Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan lembaganya akan segera membahas surat permintaan konsolidasi data untuk program vaksinasi Covid-19 dari Menteri Kesehatan ini. Termasuk membahas ihwal regulasi sejauh apa KPU dapat membagikan data tersebut. "Kami akan bahas pada pleno besok (Senin, 25 Januari 2021)," kata Ilham.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANDITA RAHMA