Pengetatan PSBB dan Bayang-bayang Rumah Sakit Kolaps
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 8 Januari 2021 12:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta menyambut rencana pengetatan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Pulau Jawa dan Bali. Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria meminta pemerintah menerapkan kebijakan yang sama dan serentak di daerah yang bakal menerapkan pembatasan lebih ketat pada 11-25 Januari mendatang.
"Kami harapkan ada satu kebijakan dari pemerintah pusat yang menyamakan regulasi antara Jakarta dengan beberapa daerah," kata Riza di Balai Kota DKI, Kamis, 7 Januari 2021.
Presiden Joko Widodo berencana mengetatkan PSBB Jawa Bali mulai Senin pekan depan. Pengetatan dilakukan dengan menerapkan kebijakan 25 persen kapasitas pada sektor usaha nonesensial.
Riza mengatakan langkah pengetatan sebelumnya juga sudah dibahas Pemerintah DKI dalam rapat bersama Gubernur DKI Anies Baswedan, Selasa lalu, 5 Januari 2021. Rapat dilakukan untuk mengevaluasi perpanjangan PSBB Transisi yang telah ditetapkan sejak 3 hingga 17 Januari mendatang.
Hasil rapat Selasa adalah akan memberlakukan beberapa kebijakan pengetatan. Gubernur akan menghubungi pemerintah pusat untuk koordinasi. "Termasuk membahas agar ke depan kebijakan antara beberapa daerah, di antaranya antara Pemerintah DKI dengan Bodetabek bisa disamakan.”<!--more-->
Menurut politikus Gerindra itu, kebijakan kawasan Jakarta dan penyangganya yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mesti disamakan agar penanganan wabah maksimal. Hal ini karena saat Pemerintah DKI mengetatkan PSBB pada Oktober lalu, daerah sekitar Jakarta tidak melakukannya.
"Daerah sekitar Jakarta dibuka, maka warga Jakarta makan dan lain sebagainya ke daerah sekitar Jakarta kemudian kembali ke Jakarta."
Periode pengetatan juga harus disamakan di kawasan Jabodetabek. Dengan kebijakan dan periodesasi yang sama maka bakal lebih efektif menekan pergerakan orang untuk mencegah penularan Covid-19. "Sekarang tinggal sinkronisasi dan harmonisasi (kebijakan pengetatan PSBB)," ujarnya.
Riza Patria menuturkan pemerintah telah menerbitkan peraturan gubernur untuk kebijakan limitasi yang baru. Dalam peraturan gubernur nantinya pemerintah akan membatasi kapasitas sektor usaha nonesensial menjadi 25 dari sebelumnya 50 persen. Jam operasional juga dibatasi hingga pukul 19.00, dari sebelumnya 21.00.
Pengetatan di DKI dilakukan karena angka keterisian rumah sakit sudah mencapai lebih dari 70 persen. Keterisian rumah sakit menjadi salah satu parameter pengetatan pembatasan sosial. Tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di Ibu Kota telah mencapai 87 persen<!--more-->
Parameter lainnya yang ditetapkan pemerintah pusat, yaitu tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau 3 persen, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional yaitu 82 persen. Kemudian tingkat kasus aktif di bawah kasus aktif nasional yaitu 14 persen.
Untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19 karena libur panjang, pemerintah telah melakukan serangkaian tindakan. Salah satunya adalah meminta 98 rumah sakit rujukan menambah kapasitas ruang perawatan hingga 50 persen.
DKI juga telah menggandeng tiga rumah sakit sebagai rujukan tambahan, yaitu RS Ukrida di Duri Kepa, Jakarta Barat, RS Antam Medika di Jalan Pemuda, dan RS Harapan Jayakarta di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Untuk mengimbangi peningkatan jumlah ruang perawatan, DKI mengajukan permohonan penambahan tenaga kesehatan kepada Kementerian Kesehatan sejak pertengahan Desember 2020. Rencananya, 2.676 tenaga kesehatan itu ditempatkan di rumah sakit rujukan. “Kami siapkan sebaik mungkin,” ujar Riza.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, indikator pandemi Covid-19 Ibu Kota menunjukkan tren memburuk. Dalam sepekan terakhir, pertambahan jumlah kasus konfirmasi DKI rata-rata berada di atas 1.500 orang per hari. Bahkan kemarin, kasus positif baru menembus rekor dengan angka 2.402 orang.
Lonjakan angka korban baru membuat jumlah pasien mencapai 16.450 orang. Ini angka tertinggi sejak virus asal Cina itu pertama kali ditemukan di Indonesia pada Maret tahun lalu.<!--more-->
Kenaikan jumlah pasien aktif turut membengkakkan angka keterisian fasilitas perawatan. Data yang Tempo terima dari sumber di Balai Kota menunjukkan, per 4 Desember lalu, bed occupancy rate (BOR) ruang isolasi mencapai 87 persen dan unit perawatan intensif (ICU) 81 persen. Artinya, dari 7.347 tempat tidur di ruang isolasi, terisi 6.410 pasien. Sementara itu, ada 773 pasien bergejala berat dan kritis yang dirawat di antara 958 tempat tidur ICU.
Salah satu rumah sakit yang kehabisan ruang perawatan adalah Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng di Jakarta Barat. Direktur RSUD Cengkareng Bambang Suheri mengatakan keseluruhan dari 73 ranjang di ICU mereka telah terisi. Adapun ruang isolasi cuma tersisa 10 persen, terisi 216 dari 247 tempat tidur.
Ketua komisi bidang pemerintahan DPRD DKI Jakarta Mujiyono menyambut baik rencana pengetatan karena rumah sakit rujukan Covid-19 di Ibu Kota berpotensi kolaps dalam waktu dekat. "Pengetatan kebijakan yang sangat tepat untuk menekan penularan Covid-19 yang sudah meluas," kata Mujiyono.
Dalam jangka pendek, kata dia, pemerintah mesti sudah menyiapkan penambahan kapasitas rumah sakit rujukan beserta sumber daya manusianya untuk merawat pasien Covid-19 yang melonjak cukup tinggi dalam beberapa hari terakhir.
Menurut politikus Demokrat itu, pemerintah perlu memijirkan untuk memobilisasi sementara tenaga kesehatan dari daerah-daerah dengan tingkat penularan yang rendah. "Atau minta dukungan tenaga kesehatan dari negara sahabat yang sudah dapat mengendalikan pandemi Covid-19."<!--more-->
Lokasi isolasi mandiri perlu diperbanyak secara signifikan dengan memanfaatkan hotel, wisma dan tempat penginapan lainnya. "Lakukan perbaikan penelusuran kontah dengan mengatasi kendala di lapangan sehubungan dengan tenaga dan resistensi dari masyarakat.”
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, adalah pakar yang sejak pekan lalu meminta pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas secara serentak se-Jawa. Menurut dia, limitasi kegiatan parsial tingkat kota, kabupaten, dan provinsi tak lagi mampu membendung penyebaran virus corona karena tingginya mobilitas masyarakat, terutama di Ibu Kota dan sekitarnya.
Pandu juga menyarankan pemerintah mencari cara cepat untuk menambah ruang perawatan berikut tenaga medisnya. Dia menilai pembatasan Jawa-Bali hanya akan mengurangi ancaman penularan dalam beberapa waktu ke depan. Padahal masih ada risiko lonjakan besar sebagai dampak libur akhir tahun. “Beberapa pekan ke depan, rumah sakit akan penuh.”
Relawan Lapor Covid-19, Tri Maharani, mengatakan pemerintah perlu memperbaiki sistem komunikasi dan transportasi untuk menangani pasien Covid-19. Menurut dia, komunikasi antara fasilitas kesehatan level terendah, seperti puskesmas hingga rumah sakit rujukan Covid-19 tak boleh terputus.<!--more-->
"Kalau Kementerian Kesehatan tidak sanggup melakukannya, saran saya kolaborasi dengan IT (information technology)." Kementerian, kata Tri, dapat bekerja sama dengan kampus untuk membangun sistem komunikasi. Usul ini berangkat dari ruang ICU di rumah sakit rujukan pasien Covid-19 dikabarkan sudah penuh se-Jabodetabek.
Dokter unit gawat darurat (UGD) ini menceritakan pengalamannya yang menelepon 69 rumah sakit di Ibu Kota. Nomor-nomor itu terdaftar dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang dia peroleh dari Dinas Kesehatan DKI.
Dari jumlah itu, hanya 42 rumah sakit yang menanggapi. Sebab, kata dia, 27 lainnya bukan rumah sakit rujukan pasien Covid-19. Mayoritas 42 rumah sakit ini menyampaikan ruang ICU telah penuh.
Menurut Tri, pemerintah juga harus mengatur sistem transportasi yang mengangkut pasien Covid-19. Misalnya, puskesmas terdekat menjemput pasien Covid-19 dengan ambulans untuk diantar ke rumah sakit rujukan. "Jangan tiba-tiba ada suruh berangkat sendiri naik taksi online."
IMAM HAMDI | LANI DIANA