Pupus Harapan Pendapatan Minimal Rp 9 Juta untuk PNS Terganjal Pandemi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 31 Desember 2020 15:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah menaikkan standar kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS) melalui perubahan skema tunjangan kinerja tak dapat terealiasi dalam waktu dekat. Wacana tersebut terganjal oleh alokasi belanja negara yang secara penuh diprioritaskan untuk penanganan dampak Covid-19.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo meminta maaf lantaran kebijakan ini tertunda. “Kami mohon maaf apabila ini belum bisa terpenuhi pada tahun anggaran 2020 atau 2021,” kata dia dalam tayangan video yang diunggah di laman YouTube Kementerian PANRB, 29 Desember 2020.
Informasi penundaan peningkatan tunjangan kinerja diumumkan hanya sehari setelah Tjahjo mengungkapkan rencana pemerintah menaikkan kesejahteraan PNS. Hari sebelumnya, Tjahjo mengatakan kementeriannya tengah mengkaji kenaikan tunjangan bagi PNS sehingga pegawai bisa mengantongi pendapatan minimal Rp 9 juta per bulan.
Keputusan soal gaji PNS ini, kata Tjahjo, telah dirembuk bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Tjahjo, gaji pokok PNS tidak mungkin naik lantaran menyangkut besaran pensiun sehingga peningkatan dilakukan melalui perubahan skema tunjangan.
Namun, lantaran pandemi Covid-19, rencana itu harus diulur. Tjahjo menyatakan prioritas keuangan negara saat ini beralih untuk kebutuhan terkait subsidi infrastruktur kesehatan dan bantuan sosial. Khusus pos bantuan sosial saja, misalnya, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 408,8 triliun pada 2021.
Meski ditunda, wacana peningkatan standar pendapatan PNS kadung memperoleh sorotan dari pelbagai pihak. Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, memandang pemerintah tak semestinya mengotak-atik alokasi APBN saat kebutuhan negara sedang sangat besar.
Apalagi di saat krisis ini, tutur dia, pendapatan negara dari sisi pajak menurun drastis. “Kalau rasio pajak kita meningkat, masuk akal mengusulkan kenaikan penghasilan menyeluruh. Ini kan rasio pajak kita rendah,” kata dia saat dihubungi pada Kamis, 31 Desember 2020.
<!--more-->
Alih-alih menaikkan pendapatan PNS, Alamsyah menilai alokasi APBN seharusnya ditajamkan untuk insentif pelayan kesehatan. Di sisi lain, ia berpendapat sistem peningkatan pendapatan PNS justru akan merusak pasar tenaga kerja Indonesia. Ia pun menyarankan pemerintah mengubah sistem kepegawaian berbasis perjanjian kerja agar PNS lebih produktif.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah tak menampik bahwa di tengah krisis karena pandemi, pemerintah perlu menjaga agar konsumsi masyarakat tidak melorot. Konsumsi memberikan sumbangsih terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 60 persen. Cara pemerintah menjaga konsumsi adalah menaikkan kesejahteraan PNS.
Namun, ia mengatakan rencana kenaikan tunjangan PNS harus dibarengi dengan peningkatan kinerja pegawai. Kebijakan tersebut juga harus melewati diskusi panjang sebelumnya.
Ketimbang menaikkan tunjangan di masa krisis, Piter menyarankan pemerintah memberikan subsidi gaji PNS. Kondisi ini sama halnya seperti pemerintah memberikan stimulus kepada pegawai swasta. “Harus dilihat sebagai stimulus dalam rangka pemulihan ekonomi nasional."
Adapun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpandangan rencana pemerintah menaikkan pendapatan PNS di masa krisis akan membuka lebar peluang utang karena beban negara bertambah. Dengan demikian, kebijakan tersebut justru akan membuat struktur APBN menjadi lemah.
“Kalau dilihat pendapatan negara lagi turun. Dibandingkan realisasi 2020, pendapatan selisih 21 persen (dengan belanja),” ucap Tauhid.
Baca: Guru Tak Lagi Masuk Kategori CPNS, PGRI: Mengapa Ada Diskriminasi?