Kian Gaduh Tanggapi RUU Larangan Minuman Beralkohol

Rabu, 18 November 2020 21:30 WIB

Logo Te.co Blank

TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang berbeda dalam rapat harmonisasi Rancangan Undang-undang di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa kemarin, 17 November 2020 lalu. Saat itu, Muhammad Nasir Djamil mengawali pandangannya terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol dengan membaca sebuah pantun.

"Jalan-jalan ke Semarang. Jangan lupa beli lumpia. Jauhi alkohol mulai sekarang. Untuk kehidupan yang mulia," ujar Nasir yang merupakan legislator asal Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tersebut.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku membaca pantun agar bisa memecahkan suasana di gedung parlemen. "Supaya kita jangan mabuk di ruangan ini," kata dia.

Sontak suasana menjadi ramai dengan suara tawa para anggota dewan. Ada juga politikus yang menimpali pantun itu dengan ucapan, "Cakeeeep."

Dalam kesempatan itu, Nasir kemudian menceritakan kunjungannya bersama anggota DPR ke Tunisia beberapa waktu lalu. Di sana, Nasir menyebut dirinya datang ke sebuah tempat wisata yang sangat ramai, tapi tidak menyediakan atau mengizinkan jual beli minuman alkohol.

Advertising
Advertising

Ia lalu menanyakan pemandangan yang tak biasa itu ke salah satu staf KBRI. Staf tersebut kemudian menerangkan bahwa salah satu bangsawan Arab Saudi membantu pengembangan lokasi wisata tersebut. Syaratnya, di lokasi wisata itu sama sekali tidak ada jual beli dan penyediaan minuman beralkohol untuk wisatawan.

Pengalaman ini yang jadi mendorong Nasir untuk kemudian mendukung RUU ini. "Oleh karena itu, marilah kita mulai mengatur minuman beralkohol, di level nasional," kata dia.

Sebelumnya, Baleg DPR telah menerima surat yang ditandatangani oleh 21 orang pengusul dari tiga fraksi, yaitu Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra tanggal 24 Februari 2020. Surat berisi permohonan harmonisasi RUU tersebut.

Sontak muncul berbagai kritik di seantero Tanah Air terkait RUU ini. Bertubi-tubi kritik datang dari organisasi masyarakat sipil hingga produsen minuman beralkohol.

<!--more-->

Selain Nasir, legislator lain asal Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal, juga memberikan pandangan soal RUU ini. Mantan Wali Kota Banda Aceh ini akhirnya sepakat dengan usulan masyarakat untuk mengganti judul dari RUU ini.

Illiza setuju agar kata "larangan" dihapus dari judul. "Sehingga menjadi RUU Minuman Beralkohol saja," kata politikus PPP ini.

Sementara politikus asal Medan, Sumatera Utara, Romo Muhammad Syafii, mengatakan RUU ini sudah lama dibahas di DPR. Dalam pembahasan terdahulu, ia mengingatkan bahwa para ahli sepakat, minuman beralkohol memberi dampak negatif pada kesehatan manusia.

Politikus Gerindra tersebut juga menegaskan RUU ini bukanlah menghilangkan sama sekali minuman beralkohol. Tapi, hanya mengatur produsen dan cara penjualan. "Tidak seperti sekarang, siapa saja boleh beli," ucapnya.

Rapat itu berlangsung sekitar 1 jam 44 menit sebelum akhirnya ditutup oleh pimpinan rapat, yang juga Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi. Kepada Tempo, Baidowi mengatakan bahwa RUU sebenarnya belum akan selesai dan disahkan tahun 2020 ini.

Baidowi menjelaskan, saat ini RUU tersebut baru masuk proses harmonisasi dan belum menjadi usul inisiatif DPR. Minggu depan, Baleg baru akan menggelar rapat Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Dalam rapat itulah, Prolegnas 2020 yang belum selesai, akan dilanjutkan pembahasannya di tahun 2021. Termasuk di dalamnya RUU Larangan Minuman Beralkohol. "Jadi masih lama," tutur Baidowi saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 18 November 2020.

Baidowi menyadari ada banyak perbedaan pendapat yang terjadi di masyarakat terkait RUU ini. Tapi, ia memastikan semua pihak terkait akan didengar suaranya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). "Pasti kami undang," kata politikus PPP ini.

<!--more-->

Sementara itu, di masyarakat, suara terpecah. Ada yang mendukung, dan ada pula yang menolak RUU ini. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Rofiqul Umam Ahmad misalnya, mendesak RUU ini masuk Prolegnas prioritas.

Dalam pandangan Islam, menurut Rofiqul, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan. "Orang kalau sudah minum minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saya yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," kata Rofiqul pada 16 November 2020.

Di hari yang sama, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Ma'ti mengatakan UU ini sangat penting dan mendesak. Menurut dia, konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas, dan keamanan.

Ia juga membantah bila ada persepsi bahwa UU ini merupakan usaha Islamisasi. "Banyak negara barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman alkohol," kata Abdul.

Sementara itu, Executive Committee Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Ika Noviera mengatakan pihaknya memang mengikuti perkembangan yang diberitakan oleh media terkait RUU ini. Seperti yang sudah diketahui, kata dia, RUU ini bukan kali ini saja dibahas, tapi sudah ada sejak 2015.

Sejauh ini, Ika mengatakan belum ada pembahasan formal soal topik ini. Ika juga tidak menjawab apakah nanti GIMMI akan menghadiri undangan dari DPR untuk memberikan masukan dalam RDPU. "Posisi GIMMI saat ini memantau perkembangan saja," ucapnya saat dihubungi pada 17 November 2020.

Sementara itu, Komisaris Utama dari produsen Bir Anker, PT Delta Djakarta Tbk., Sarman Simanjorang menilai RUU ini tidak mendesak untuk dibahas. Sebab, selama ini sudah ada Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. "Implementasi di lapangan sudah berjalan efektif," kata Sarman dalam keterangan resmi akhir pekan lalu.

Pada 2014, kata dia, Menteri Perdagangan juga sudah mengeluarkan Permendag No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. "Di mana penjualan minuman beralkohol sudah lebih tertata hanya di tempat tertentu," ujar Sarman.

<!--more-->

Keluhan juga datang dari Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno. Pasalnya, larangan produksi minuman beralkohol dinilai bakal berdampak pada industri yang sudah menyerap ratusan ribu tenaga kerja baik dari sisi hulu hingga hilir. “Dari importir saja sudah menyerap tenaga kerja 3.000 orang,” ucapnya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 14 November 2020.

Belum lagi dari asosiasi pengusaha bir dan di luar bir, seperti anggur produksi Orang Tua. Industri tersebut bisa menyerap tenaga kerja berkali lipat lebih banyak dari kebutuhan importir. Secara tidak langsung, sumber daya manusia terserap dari gerai khusus penjual minuman beralkohol, distributor, hingga industri pariwisata.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor untuk kelompok HS Code 2 digit 22 atau HS 22 yang meliputi minuman, alkohol, dan cuka menurun dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018, impor HS 22 mencapai US$ 208,6 juta. Kemudian pada 2019 turun menjadi US$ 136,3 juta dan pada 2020 atau sepanjang tahun berjalan sebesar US$ 85,1 juta.

Sedangkan dari sisi ekspor, dalam dua bulan terakhir, kelompok HS 22 juga mengalami penurunan. Pada September 2020, ekspor minuman, alkohol, dan cuka tercatat sebesar US$ 12,58 juta dengan volume 25,4 juta kilogram. Angka ini turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 19,9 juta dengan volume mencapai 138,8 juta kilogram.

Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai dari minuman mengandung etil alkohol atau MMEA sepanjang Januari hingga September 2020 tercatat sebesar Rp 3,61 triliun. Dari sisi pertumbuhan, pendapatan cukai dari MMEA menurun sekitar 23 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Penurunan ini juga terlihat di data Kementerian Perindustrian bahwa hingga November 2020, belum ada perusahaan baru yang bergerak di bidang minuman beralkohol yang berminat menanamkan modal di dalam negeri.

“Investasi sejauh ini baru (perusahaan) yang ada saja (sudah berdiri di Indonesia),” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim. Terlebih karena pandemi Covid-19, sejumlah industri, termasuk sektor minuman beralkohol, tak menunjukkan kinerja positif.

Sementara, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai RUU ini akan berdampak negatif bagi industri pariwisata. Apabila disahkan, Ketua Hubungan Antar Lembaga PHRI Bambang Britono khawatir wajah Indonesia di mata dunia akan berubah.

<!--more-->

Dalam hitungannya, industri pariwisata bisa semakin terpuruk jika DPR mengesahkan beleid tersebut. Kondisi ini memperparah pelemahan sektor wisata yang terpukul karena pandemi Covid-19. “Impact-nya industri pariwisata terjun bebas. Penurunan wisatawan mungkin terjadi dan wajah Indonesia di mata dunia dipertanyakan,” kata Bambang.

Akibat krisis pandemi, kata Bambang, okupansi hotel amblas tinggal 20 persen. Masa untuk pemulihan pun membutuhkan waktu yang cukup lama, terutama di daerah paling terdampak seperti Bali.

Jika dilihat dari draf yang diterima Tempo, RUU ini terdiri dari 24 pasal dan 7 bab. Berikut sejumlah aturan yang kontroversial di dalamnya adalah:

1. Tiga Tujuan
Ketiganya yaitu melindungi masyarakat, menumbuhkan kesadaran bahwa minuman beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan para peminum.

2. Tiga Golongan
Larangan berlaku untuk tiga golongan. Golongan A seperti bir, Golongan B seperti wine atau sake, dan Golongan C seperti wiski, vodka, gin, hingga tequila. Larangan juga berlaku untuk minuman alkohol tradisional hingga racikan.

3. Hukuman
Peminum bisa kena penjara paling sedikit 3 bulan dan paling lama 2 tahun. Sementara, dendanya paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta.

4. Pengecualian
Larangan tidak berlaku untuk lima kepentingan terbatas. Kelimanya yaitu kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan seperti hotel bintang 5, bar, sampai klub malam.

Pro kontra isi RUU yang semakin panas di publik tersebut kemudian membuat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sampai harus menerbitkan siaran pers. Menurut Yasonna, RUU tersebut belum resmi menjadi usul DPR, seperti halnya kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi.

"Hingga saat ini kami masih belum membahas tentang kemungkinan dimasukkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol ke Prolegnas 2021 yang akan segera ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR," kata Yasonna, Senin, 16 November 2020.

FAJAR PEBRIANTO | DEWI NURITA | FRANCISCA CHRISTY

Baca: RUU Larangan Minuman Beralkohol, PHRI: Judulnya Saja Sudah Jadi Masalah

Berita terkait

Bandara Adi Soemarmo Turun Status, Sandiaga Uno: Ada Kekhawatiran Pariwisata Solo Turun

3 jam lalu

Bandara Adi Soemarmo Turun Status, Sandiaga Uno: Ada Kekhawatiran Pariwisata Solo Turun

Bandara Adi Soemarmo turun status dari internasional ke domestik. Bagaimana nasib pariwisata di Solo? Ini tanggapan Sandiaga Uno.

Baca Selengkapnya

Polda Metro Jaya Gelar Olah TKP Industri Rumahan Narkoba di Sentul Hari Ini

6 jam lalu

Polda Metro Jaya Gelar Olah TKP Industri Rumahan Narkoba di Sentul Hari Ini

Rumah yang menjadi tempat industri narkoba ini terdiri atas dua lantai, dengan cat berwarna kuning keemasan.

Baca Selengkapnya

Iuran Wisata untuk Siapa

1 hari lalu

Iuran Wisata untuk Siapa

Rencana pemerintah memungut iuran wisata lewat tiket pesawat ditolak sejumlah kalangan. Apa masalahnya?

Baca Selengkapnya

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

4 hari lalu

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

BTN mengusulkan skema dana abadi untuk membiayai program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pasangan Capres-cawapres terpilih Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

4 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

5 hari lalu

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menolak rencana iuran pariwisata di tiket pesawat.

Baca Selengkapnya

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

5 hari lalu

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

Pemerintah RI membahas langkah strategis mengurangi emisi karbon sektor industri di ajang pameran global Hannover Messe 2024 Jerman.

Baca Selengkapnya

Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Dinilai Berpotensi Langgar Undang-undang

6 hari lalu

Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Dinilai Berpotensi Langgar Undang-undang

Rencana pemerintah memberlakukan penarikan iuran pariwisata di tiket pesawat dinilai berpotensi melanggar undang-undang.

Baca Selengkapnya

Tolak Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, Garuda Indonesia: Membebani Penumpang

6 hari lalu

Tolak Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, Garuda Indonesia: Membebani Penumpang

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Saputra menyatakan tidak setuju terhadap rencana penerapan iuran pariwisata di tiket pesawat.

Baca Selengkapnya

Akan ada Pungutan untuk Dana Abadi Pariwisata? Ini Penjelasan Sandiaga

7 hari lalu

Akan ada Pungutan untuk Dana Abadi Pariwisata? Ini Penjelasan Sandiaga

Jika dikenakan Rp1 ribu saja per penumpang pesawat untuk Dana Abadi pariwisata, pemerintah bisa mengantongi Rp80 miliar setahun.

Baca Selengkapnya