Menerka Pilpres Amerika melalui Kacamata Ekonomi Indonesia
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 5 November 2020 20:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon pemimpin dari Partai Demokrat, Joe Biden, mengungguli pesaingnya, yakni inkumben Donald Trump dari Partai Republik dalam hasil sementara perhitungan suara elektoral dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat. Biden mengantongi 264 suara elektoral, sedangkan Trump memperoleh 214 suara elektoral.
Perhitungan suara terus bergerak sejak pemilihan digelar pada 3 November lalu. Tercatat hanya kurang dari lima negara bagian yang belum menyelesaikan perhitungannya hingga Kamis pagi.
Bagi sejumlah analis maupun pakar ekonomi, kontestasi pemilihan presiden di Negara Adi Kuasa memberikan dampak ekonomi bagi Indonesia, terutama di bidang perdagangan hingga pergerakan rupiah.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, sentimen positif bagi arus perdagangan dunia muncul jika Pilpres benar-benar dimenangkan oleh Joe Biden. Sebab, Joe Biden merupakan antitesis Trump yang ditengarai mampu meredam tensi perang dagang AS-Cina. Perang dagang ini menyebabkan kondisi perdagangan global dalam beberapa tahun terakhir gonjang-ganjing.
“Biden akan memberikan aproach yang berbeda dengan Trump. AS tidak lagi frontal, tapi bisa menjalin kerja sama yang dialogis terutama dengan negara yang selama ini menjadi rival besarnya, seperti Cina,” katanya saat dihubungi, Kamis, 5 November 2020.
Tensi perang dagang yang menyurut diharapkan bisa meningkatkan lalu-lintas perdagangan dunia sehingga pertumbuhan ekonomi global pun terdongkrak. Tak khayal, Indonesia akan merasakan dampak dari sentimen positif itu, seperti cerahnya kembali arus perdagangan ke negara-negara maju.
<!--more-->
Namun seumpama Trump kembali berkuasa, Faisal menduga posisi dunia akan berada dalam status quo atau tak berbeda dengan situasi sebelumnya. Ia memprediksi gejolak perang dagang antara AS dan negara-negara maju seperti Cina terus terjadi dan mempengaruhi geopolitik antar-negara. Dengan demikian, arus perdagangan global masih bakal tertekan.
Di samping itu, tarif bea masuk ke AS kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan dengan masa pemerintahan saat Trump memimpin—meski Trump sebelumnya telah memperpanjang stimulus generalized system of preference (GSP) atau fasilitas pembebasan bea masuk untuk beberapa negara. “Biden akan menurunkan tarif bea masuk sejalan dengan kebijakannya memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara lain,” katanya.
Karena itu, hambatan arus perdagangan global akan mereda. Namun, Faisal mengingatkan, masalah utama dalam perdagangan AS bukan menyangkut tarif, melainkan non-tarif. Menurut dia, banyak kebijakan yang membuat produk negara berkembang sulit masuk ke Negeri Abang Sam dan kondisi ini telah berlangsung lama, bahkan sebelum Trump menduduki Gedung Putih.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, nilai ekspor Indonesia ke AS pada Januari hingga Agustus 2020 tercatat sebesar US$ 11,8 miliar. Angka ini naik 1,2 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu. Ekspor utama Indonesia ke AS adalah produk elektronik, mesin, makanan laut, produk kayu, furnitur, perhiasan, minyak nabati, hingga produk kimia lain.
Sedangkan nilai impor terhadap AS pada periode yang sama sebesar US$ 5,6 miliar atau turun 10,2 persen. Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia-AS pun surplus US$ 6,2 miliar atau naik 14,3 persen ketimbang tahun lalu.
Ekonom sekaligus dosen Perbanas Institute, Piter Abdullah, memberikan gambaran dari sisi lain. Piter mengungkapkan, bila kemenangan diraih oleh Biden, pasar keuangan dunia termasuk Indonesia akan lebih moncer. “Ada keyakinan bahwa ketidakpastian dan perang dagang akan berakhir,” tutur Piter.
<!--more-->
Dalam kepemimpinannya empat tahun mendatang, Biden diyakini dapat memberikan harapan bagi pasar dan membalikkan arah kebijakan Trump yang selama ini acap menimbulkan gejolak. Dengan demikian, kondisi geopolitik cenderung akan lebih tenang dan situasi perekonomian bisa diprediksi oleh pasar.
Kebijakan Biden pun diperkirakan bakal mendorong arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Situasi ini berbeda dengan kepemimpinan Trump yang mendorong investasi terus berpusar masuk ke AS.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, memprediksi hal serupa. Dia memperkirakan bila Biden unggul dari lawannya, situasi ini akan menguntungkan Indonesia. Sebab, keran ekspor Indonesia akan pulih terutama dalam hal pengiriman komoditas ke AS. Ekspor bahan baku ke Cina pun akan membaik.
Dalam hal stimulus, Biden pun dinilai lebih pro terhadap kelas menengah AS yang merupakan pasar besar produk garmen dan alas kaki dari Indonesia. “Berbeda dengan Trump yang pro terhadap keringanan pajak bagi kelas atas/elite,” ucapnya.
Gelontoran stimulus di AS yang lebih besar ini digadang-gadang mampu mempercepat pemulihan ekonomi global. Tak hanya itu, Biden juga dinilai menaruh perhatian terhadap penanganan Covid-19 yang lebih serius dengan pendekatan sains. Hal ini, tutur Bhima, menjadi kabar baik bagi masyarakat dunia agar pandemi bisa segera ditekan di AS.
Di sisi lain, Biden bukanlah panasea dari berbagai masalah. Bhima menjelaskan, Biden yang merupakan sosok antitetis Trump, khususnya di bidang kebijakan lingkungan, akan menghambat ekspor komoditas energi Indonesia berbasis fosil dan kelapa sawit. Ia menduga hambatan non-tarif akan muncul, yakni hal-hal yang meliputi pemenuhan standar lingkungan. Standar ini kelak bakal diperketat. “Produsen sawit harus bersiap siap,” ucap Bhima.
<!--more-->
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi meramalkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang November 2020 akan menguat menyentuh level Rp 14.350. Kondisi ini terjadi imbas menguatnya suara Biden.
“Biden effect dan masyarakat Indonesia Desember sudah divaksinasi,” ujar Ibrahim. Ibrahim memperkirakan pasar akan condong optimistis bila Biden memenangi pilpres. Sebab, kata dia, kemenangan Biden akan mempengaruhi kebijakan politik internasional AS. “Kebijakan politik dan ekonomi yang moderat, perang dagang kemungkinan dihentikan,” tutur Ibrahim.
Baca: Empat Tahun Donald Trump Pimpin AS, Ini Dampaknya ke Ekonomi RI
FRANCISCA CHRISTY ROSANA