Jaksa Ungkap Cerita Dua Jenderal Polisi Berebut Uang Djoko Tjandra
Reporter
Andita Rahma
Editor
Amirullah
Selasa, 3 November 2020 06:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berebut uang dan tawar-menawar muncul di antara dua jenderal polisi yang menangani urusan Djoko Tjandra. Total, lebih dari Rp 5 miliar dikucurkan Djoko Tjandra kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo.
Hal itu terungkap dalam dakwaan jaksa kepada kedua perwira tinggi Polri itu di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 2 November 2020. Limpahan uang kepada dua jenderal tersebut berawal pada April 2020. Saat itu, Djoko Tjandra yang masih buron dan berada di Malaysia, menghubungi Tommy Sumardi dan memintanya untuk mengecek status red notice dirinya.
Permintaan itu dilakukan Djoko Tjandra setelah dia mendapat informasi bahwa red notice atas namanya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Perancis. "Agar niat Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka ia bersedia memberikan uang Rp 10 miliar melalui Tommy Sumardi, untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia, terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," ujar Jaksa Penuntut Umum Erianto saat membacakan dakwaan.
Tommy bergegas menemui Prasetijo. Oleh Prasetijo, ia dikenalkan kepada Napoleon, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Setelah bertemu dan mengutarakan maksud, Napoleon menyatakan bisa membantu mengurus agar status buron Djoko Tjandra hilang dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi. Sebagai imbalan, ia meminta Rp 3 miliar.
Pada 27 April, Tommy meminta Prasetijo menemaninya menyerahkan uang US$ 100 ribu ke Napoleon. "Saat perjalanan di dalam mobil, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan 'Banyak banget ini ji buat beliau? Buat gw mana?' dan saat itu uang dibelah dua oleh Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dengan mengatakan 'Ini buat gw. Nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2 dua'," kata Jaksa Erianto.
Mendapat sisa US$ 50 ribu, Napoleon menolak mentah-mentah. "Ini apaan nih segini, enggak mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata petinggi kita ini," ucap Jaksa Erianto menirukan Napoleon.
Keesokannya pada 28 April, Tommy kembali menghadap Napoleon. Ia menyerahkan uang SGD$ 200 ribu. Lalu, kembali memberikan uang US$ 100 ribu kepada Napoleon pada 29 April.
<!--more-->
Setelah menerima uang tersebut, Napoleon memerintahkan anak buahnya, Komisaris Besar Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat yang ditujukan kepada pihak Imigrasi. Dalam surat, Napoleon menginformasikan bahwa data DPO Djoko Tjandra yang diajukan sebelumnya, sudah tidak dibutuhkan lagi.
Kemudian, Tommy menyerahkan uang US$ 150 ribu pada 4 Mei dan US$ 20 ribu pada 5 Mei kepada Napoleon. Status buron Djoko Tjandra pun hilang. Namun, merasa punya andil, Prasetijo menghubungi Tommy. Ia turut meminta jatah.
"Dengan mengatakan, 'Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya' dan dijawab oleh Tommy Sumardi 'Sudah, jangan bicara di telepon, besok saja saya kesana'. Dan keesokan harinya sekira jam 14.00 WIB, Tommy Sumardi bertemu dengan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo di ruangan kantornya, dan memberikan uang sejumlah US$ 50 ribu. Sehingga total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo adalah berjumlah US$ 150 ribu," kata Jaksa Erianto.
Merespons dakwaan, Napoleon dan Prasetijo menunjukkan sikap yang berbeda. Napoleon, melalui kuasa hukumnya, Santrawan T Paparang, bakal mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Ia menilai, perkara yang menjerat kliennya adalah perkara yang direkayasa.
"Perkara palsu. Catat itu akan kami uraikan seluruhnya di dalam eksepsi," ucap Santrawan usai mendengar dakwaan.
Sementara anak buahnya, Prasetijo, menerima dakwaan dan memutuskan tak mengajukan eksepsi. "Baik pak, saya serahkan ke penasihat hukum saya. Secara pribadi saya lanjut aja," kata Prasetijo kepada hakim.
"Terima kasih, yang Mulia. Setelah kami koordinasi, bahwa terdakwa dan tim pengacara tidak ajukan keberatan," kata Denny Kailimang, kuasa hukum Prasetijo, melanjutkan.
Usai persidangan, Denny menjelaskan bahwa pihaknya lebih memilih untuk bertarung di pemeriksaan saksi. "Kami tidak mengajukan eksepsi, lebih bagus kami akan bertempur di dalam pemeriksaan saksi nantinya," ujar dia.