Maju Mundur Isolasi Mandiri Pasien Covid-19 OTG: Rumah Warga, Hotel, GOR
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 2 Oktober 2020 19:05 WIB
"Lurah bersama Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Tingkat RT / RW juga mengawasi proses isolasi mandiri tersebut bersama Satpol PP, Kepolisian, TNI, dan unsur terkait untuk melakukan penegakan hukum / disiplin bila terjadi pelanggaran,” jelasnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam menerapkan isolasi terkendali. Sebab, awalnya pemerintah menyatakan melarang seluruh warga menjalani isolasi mandiri di rumah.
"Lah sekarang membuat kebijakan baru yang bertolak belakang dengan kebijakan sebelumnya," ujarnya. "Kebijakan memperbolehkan isolasi mandiri di rumah dengan menempelkan stiker gak pas lah, ono-ono wae.'
Baca juga: Wagub DKI Pastikan Tetap Pasang Stiker Isolasi Mandiri
Pada beberapa kesempatan saat awal September lalu, Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan pemerintah bakal mewajibkan seluruh orang yang positif Covid-19 untuk menjalani isolasi di tempat milik pemerintah. "Masyarakat yang terpapar positif wajib mengikuti isolasi ini."
Saat itu, Anies mengatakan pemerintah sedang menyiapkan regulasi untuk mengisolasi orang positif Covid-19 di tempat isolasi milik pemerintah.
"Ke depan semua akan diisolasi di fasilitas milik pemerintah," kata Anies. "Insya Allah akan memutus mata rantai secara lebih efektif."
Gembong menilai kebijakan pemerintah bakal membuat bingung warga. Selain itu, Gembong juga mengkritik langkah pemerintah yang ingin memasang stiker di rumah warga yang menjalani isolasi mandiri.
"Pemasangan stiker membuat keresahan masyarakat, dan psikologi pasien yang menjalani isolasi mandiri juga terganggu," katanya.
Ketua Ombudsman DKI, Teguh Nugroho, DKI mengubah rencana dan membolehkan warga isolasi mandiri karena tidak bakal sanggup membiayai seluruh pasien untuk mengkarantina diri di hotel atau fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Beban biaya dalam penanggulangan Covid-19 ini, kata dia, tak hanya untuk merawat pasien melainkan juga untuk biaya pelacakan hingga pendistribusian bantuan sosial yang membutuhkan anggaran besar.