Ramai Pelanggaran Protokol Kesehatan, Perpu Pilkada 2020 Ditunggu
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Amirullah
Minggu, 20 September 2020 13:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Masa pendaftaran bakal pasangan calon di Pilkada 2020 pada 4-6 September 2029 menjadi sorotan. Berlangsung di tengah pandemi virus corona, banyak kandidat diduga mengerahkan massa untuk mendampinginya mendaftar di kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah setempat.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat terjadi pelanggaran protokol kesehatan di 243 dari 270 daerah yang menggelar pilkada saat masa pendaftaran itu. Sementara KPU berdalih telah mengatur bahwa pendaftaran bapaslon hanya boleh dihadiri ketua dan sekretaris partai politik pengusung serta kandidat.
Komisioner KPU, Viryan Azis, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan lagi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk memuat sanksi bagi peserta Pilkada 2020 yang melanggar protokol kesehatan. “Sebaiknya ditimbang pemerintah mengeluarkan perpu,” katanya dalam diskusi Perspektif Indonesia, Sabtu, 19 September 2020.
Viryan menjelaskan pelanggaran protokol kesehatan pada saat pendaftaran menjadi polemik perihal siapa yang menangani. KPU, kata dia, fokus menerima pendaftaran.
Menurut Viryan, bapaslon yang masuk ke kantor KPU untuk mendaftar berjalan disiplin. Namun, kerumunan massa di luar yang mengantar bapaslon tersebut membuat resah. Pasalnya, pengaturan, sanksi, dan larangannya tidak jelas.
Ia berujar KPU sudah berikhtiar semampu mungkin melakukan adaptasi regulasi teknis penyelenggaraan Pilkada di masa Covid-19. Namun, hal itu masih terbatas dengan regulasi undang-undang pemilihan yang ada masih dalam suasana normal.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo juga meminta pemerintah mengeluarkan perpu. Alasannya PKPU 10 Tahun 2020 tidak mengatur tentang sanksi tegas. Sementara PKPU merupakan produk turunan dari Undang-Undang Pilkada. "Padahal sanksi menurut saya menjadi instrumen penting untuk mengendalikan pegendalian sosial tentang penyebaran Covid-19,” kata Ratna.
Setelah tahapan pendaftaran bapaslon terlewati, tantangan berikutnya adalah mengatur kerumunan saat masa kampanye dimulai. Salah satu yang menjadi sorotan adalah PKPU 10 Tahun 2020 memperbolehkan menggelar konser musik. Sementara hal itu diyakini bakal menimbulkan kerumunan massa.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal Doni Monardo dalam acara Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19 dalam Pilkada Serentak 2020 secara khusus menggarisbawahi Pasal 63 PKPU 10 Tahun 2020 yang memperbolehkan konser musik. "Ini perlu diantisipasi," katanya yang diwakili oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernardus Wisnu Widjaja.
<!--more-->
Dosen hukum tata negara Universitas Andalas, Khairul Fahmi mendorong pemerintah menerbitkan perpu lantaran regulasi yang ada belum memadai untuk memastikan pelaksanaan tahapan pilkada sesuai protokol Covid-19. Ia mengatakan penerapan protokol kesehatan sulit jika hanya disandarkan pada penyelenggara pemilu. Apalagi, sanksi bagi pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan pun belum diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Fahmi pun mengusulkan sejumlah hal yang perlu diadopsi dalam perpu. Pertama ihwal metode kampanye yang boleh dilakukan dan tak boleh dilakukan. Persoalan kampanye tengah disorot saat ini lantaran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2020 ternyata membolehkan kampanye dengan metode konser musik.
Meski ada batasan maksimal diikuti 100 peserta, banyak pihak khawatir konser musik memicu kerumunan yang lebih besar. Adanya kerumunan pun dikhawatirkan menjadi klaster penyebaran virus corona.
Selain metode kampanye, Fahmi mengatakan perpu juga mesti mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, termasuk siapa yang bertugas melakukan penindakan. Ia menyarankan sanksi bagi pasangan calon bukan sekadar teguran.
"Barangkali arah sanksinya itu ke hal-hal yang sifatnya elektoral, misalnya enggak ikut tahapan berapa lama," kata Fahmi.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan perlunya sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan di tahapan pelaksanaan Pilkada 2020. Titi mengatakan pengaturan sanksi ini perlu dilakukan melalui revisi Undang-undang Pilkada, baik lewat perpu atau revisi terbatas.
"Kalau pemerintah memang ingin pilkada dan tidak mau ditunda, maka pilihan logisnya revisi UU Pilkada," kata Titi.
Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro mengatakan belum mendengar kabar ihwal rencana Istana menerbitkan perpu Pilkada. "Saya belum mendengar ada rencana itu," ucap dia pada Tempo.
AHMAD FAIZ | FRISKI RIANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI