Covid-19 Tak Terkendali di Masa Transisi, Anies Baswedan Injak Rem Darurat PSBB
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 11 September 2020 20:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya memilih menginjak rem darurat masa transisi dan kembali ke pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Masa transisi selama 3 bulan terbukti gagal membuat masyarakat mau beradaptasi dengan kebiasaan baru atau new normal.
"Hal itu (rem darurat) dilakukan untuk menekan angka penularan Covid-19 yang semakin naik pada PSBB Masa Transisi Fase 1,” ujar Anies melalui keterangan resminya yang disampaikan pada Rabu malam, 9 September 2020.
Pada masa PSBB Transisi Fase 1, angka positivity rate Covid-19 di Ibu Kota melonjak hingga menyentuh 13 persen. Padahal saat PSBB, rasio kasus positif DKI sempat di bawah 5 persen. Anies Baswedan pernah bilang tak segan menginjak rem darurat kembali ke PSBB jika angka positivity rate di atas 10 persen, atau kategori bahaya.
Dokter di RS rujukan Covid-19 sudah kewalahan karena pasien yang terus berdatangan sementara ruang isolasi dan ICU hampir penuh terisi. Kabar buruk lain datang dari TPU Pondok Ranggon yang diperkirakan bakal penuh terisi makam jenazah Covid-19 dalam dua bulan ke depan.
Anies berujar indikator utama keputusan menghentikan masa transisi adalah tingkat kematian (Case Fatality Rate) dan tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio) baik untuk tempat tidur isolasi, maupun ICU yang semakin tinggi. Tingkat kematian dan keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 telah menunjukkan kondisi darurat.
"Maka, dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada pilihan lain bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat segera," ucapnya.
Baca: Ruang ICU di RS Rujukan Covid-19 DKI Sudah Terisi 83 Persen
Dengan penerapan kembali PSBB Jilid 2 mulai 14 September 2020, Anies kembali membatasi kegiatan ekonomi dan sosial seperti saat PSBB Jilid 1 pada 10 April hingga 4 Juni lalu. Selama PSBB diterapkan, Pemerintah DKI melarang kegiatan perkantoran beroperasi kecuali 11 bidang usaha esensial yang boleh tetap berjalan dengan operasi minimal.
Adapun seluruh izin operasi tambahan bagi bidang usaha non esensial yang didapatkan ketika masa awal PSBB dahulu, baik oleh Pemprov DKI maupun oleh Kementerian Perindustrian, tidak lagi berlaku dan harus mendapatkan evaluasi ulang bila merasa perlu mendapat pengecualian. "Selain itu, seluruh tempat hiburan harus tutup," ujarnya.
<!--more-->
Pemerintah DKI juga bakal menutup kembali tempat wisata yang dikelola pemerintah DKI seperti Ancol, Ragunan dan Monas. Sama seperti PSBB Jilid 1, seluruh usaha makanan seperti rumah makan diperbolehkan buka tetapi tidak boleh menerima pengunjung untuk makan di tempat "Hanya boleh menerima pesanan untuk dibawa pulang atau diantar," ujarnya.
Dalam masa PSBB kali ini, tempat ibadah akan melakukan penyesuaian. Tempat ibadah masih boleh dibuka, namun dengan penerapan protokol yang sangat ketat. "Artinya, rumah ibadah raya, yang jamaahnya dari berbagai daerah, seperti Masjid Raya, belum boleh buka," kata Anies.
Di sisi lain, rumah ibadah di kampung, untuk warga di kampung tersebut, masih boleh buka. Sedangkan khusus daerah yang memiliki jumlah kasus tinggi, kegiatan beribadah harus dilakukan di rumah. "Lebih baik bila beribadah dilakukan di rumah."
Dalam kondisi Jakarta darurat Covid-19 ini, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi meminta Anies Baswedan segera memetakan kawasan rukun tetangga sebagai wilayah mikro berstatus zona merah Covid-19. Politikus PDI Perjuangan itu mendorong pemerintah mengawasi ketat kawasan yang masuk zona merah Covid-19 saat penerapan PSBB.
"Karena memang wilayah di zona merah ini menjadi bahaya kalau tidak dijaga. Sudah lama Jakarta zona merah. Yang terpenting di sini, PSBB mikro dengan pengawasan di RT, RT itu," katanya.
Untuk memperkuat pengawasan pelanggaran protokol Kesehatan di DKI Jakarta, Prasetyo menyarankan Anies untuk bersinergi dengan TNI-Polri. Polda Metro Jaya telah sepakat menggelar Operasi Yustisi untuk menertibkan pelanggaran masker, yang ditengarai sebagai penyebab gagalnya upaya pengendalian Covid-19 di ibu kota.
Namun tidak ada sanksi tegas yang akan diberlakukan terhadap para pelanggar protokol Kesehatan PSBB. Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 hanya memberlakukan dua sanksi yang bisa dipilih oleh pelanggar, yaitu membayar denda Rp 250 ribu atau melakukan kerja sosial selama satu jam. Bisa ditebak, sanksi menyapu jalan menjadi pilihan favorit para pelanggar.
Selain menghadapi masalah pelanggaran PSBB, Anies Baswedan juga harus menjalin koordinasi dengan daerah penyangga agar penerapan PSBB Jilid 2 dapat berjalan maksimal. Hal ini juga digarisbawahi oleh Prasetyo.
"Seluruh upaya dan kebijakan aturan dalam PSBB di DKI Jakarta harus juga dilakukan di daerah penyangga, harus linier ini, kalau enggak percuma bos," ucapnya.
Sebelum Anies memutuskan untuk kembali menerapkan PSBB, Gubernur Banten Wahidin Halim telah lebih dulu mengambil kebijakan untuk menerapkan PSBB di seluruh wilayahnya. Namun Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil belum mengambil keputusan soal PSBB. Dia justru menawarkan bantuan untuk menampung pasien Covid-19 di rumah sakit di wilayah Jawa Barat. "Ini sesama manusia, sesama NKRI kita harus kompak, kurangi kata kompetisi, perbanyak kata kolaborasi, karena kita sama-sama NKRI," kata dia.
IMAM HAMDI| LANI DIANA | AHMAD FIKRI