Sanksi Progresif Anies Baswedan, Efektif Tekan Penularan Covid-19 di Jakarta?
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 28 Agustus 2020 22:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memperpanjang penerapan PSBB Transisi Fase 1 untuk kelima kalinya pada Kamis malam, 27 Agustus 2020. Dalam akun Instagram-nya, @aniesbaswedan, tertulis PSBB transisi berlaku 28 Agustus-10 September 2020.
"Pemprov DKI Jakarta resmi perpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi Fase I di Ibu Kota selama 14 hari ke depan," cuit Anies, Kamis malam, 27 Agustus 2020.
Keputusan ini dipertanyakan oleh ahli epidemiologi Universitas Indonesia Syahrizal Syarif karena PSBB transisi selama ini terbukti tidak efektif menekan penularan Covid-19 di Ibu Kota. Bahkan angka positivity rate mencapai 10 persen pada pekan ini, dan angka kasus Covid-19 harian memecahkan rekor tertinggi 820 kasus pada Kamis kemarin.
"Sampai kapan pun tidak masalah (PSBB transisi diperpanjang). Toh langkah penanggulangan begini-begini saja," kata Syahrizal melalui pesan singkatnya, Jumat, 28 Agustus 2020.
Baca Juga: Seluruh Kota di DKI Jakarta Kini Masuk Zona Merah
Sebelumnya, Anies menetapkan PSBB transisi fase I sejak 5 Juni 2020. Adapun masa transisi ini terus diperpanjang hingga yang kelima kalinya berlaku 28 Agustus 2020 - 10 September 2020.
Anies Baswedan pernah mengutarakan tak akan segan menarik rem darurat apabila kasus Covid-19 melonjak. Namun Pemprov DKI Jakarta belum berencana menarik rem darurat, bahkan justru memperlonggarnya lagi dengan mengizinkan pembukaan bioskop.
Di sisi lain, DKI mencoba mencari cara lain untuk mengendalikan penularan Covid-19 tanpa perlu memberlakukan lockdown kembali.
Ada beberapa peraturan yang disiapkan Pemprov DKI Jakarta sebagai rem darurat untuk menekan laju penularan Covid-19, mulai dari ganjil genap motor hingga sanksi progresif. Namun hingga saat ini, DKI belum menerapkan ganjil genap motor karena berpotensi berdampak pada peningkatan pengguna transportasi umum.
Regulasi soal sanksi progresif terhadap pelanggar PSBB Transisi sebenarnya sudah terbit sejak 19 Agustus 2020. Meski demikian, jajaran anak buah Gubernur DKI Anies Baswedan masih mempelajari cara menggunakan aplikasi Jakarta Awasi Peraturan Daerah atau Jak APD.
<!--more-->
"Insya Allah hari Senin kami sudah bisa langsung mengimplementasikan, karena hari ini kami mendapatkan bimbingan teknis dari (Dinas) Kominfo," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Andri Yansyah saat dihubungi, Jumat, 28 Agustus 2020.
Aturan denda progresif itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Penegak aturan bakal memanfaatkan aplikasi Jak APD guna menghimpun data pelanggar protokol kesehatan. Menurut Andri, karyawan dapat turut mengawasi protokol kesehatan di kantornya. Misalnya dengan melaporkan pelanggaran atau menginformasikan ada kolega yang terinfeksi Covid-19 melalui aplikasi tersebut.
Andri berujar, Disnakertansgi hanya mempunyai 58 pengawas plus 400 orang tambahan untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan di sekitar 79 ribu kantor swasta. Dia mengaku tak mungkin timnya dapat memantau seluruh perkantoran dan perusahaan di Ibu Kota.
Karena itulah, pemerintah DKI mengajak karyawan ikut mengawasi. "Itu kan jauh lebih efektif," ucap dia.
Pasal 8 ayat 8 Pergub 79/2020 mengatur penegakan sanksi dan denda dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI dan dinas-dinas terkait. Satpol PP hanya berwenang menjatuhkan sanksi untuk perkantoran milik pemerintah.
Sementara Disnakertransgi fokus pada kantor swasta dan tempat kerja. Lalu Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengawasi perhotelan atau tempat penginapan lainnya yang sejenis dan lokasi wisata. Tenaga dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah juga dikerahkan pada tempat industri dan usaha sesuai lingkup kewenangannya.
Denda atau sanksi progresif dimaksudkan membuat masyarakat taat dan disiplin menjalankan protokol kesehatan. Masih banyak warga Jakarta yang enggan menggunakan masker, Akibatnya, jumlah pasien positif Covid-19 di Jakarta terus bertambah setiap hari, apalagi setelah PSBB dilonggarkan dan memasuki masa PSBB transisi sejak 5 Juni 2020.
Dinas Kesehatan DKI mencatat total terdapat 36.462 kasus positif Covid-19 per 27 Agustus 2020. Rata-rata kenaikan kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19 mencapai 500-600 orang per hari. Penambahan tertinggi adalah 820 orang pada 27 Agustus.
Kenaikan signifikan ini berbanding lurus dengan melonjaknya persentase kasus positif atau positivity rate Covid-19. Dalam sepekan terakhir ini positivity rate Ibu Kota 9,9 persen. Nilainya sempat menyentuh 10 persen.
"Dengan pengetatan sanksi yang kami berikan, Insya Allah walaupun kami hanya sekian persen, tapi membuat efek jera kepada yang lain," tutur Andri.
<!--more-->
Kepala Satpol PP DKI Arifin menyebut, petugas tetap akan melakukan kontrol di lapangan. Nantinya, petugas akan dibekali dengan Jak APD yang terpasang di handphone masing-masing. Mereka tak lagi mendata pelanggar protokol kesehatan secara manual, melainkan memanfaatkan teknologi.
Arifin menuturkan, data pelanggar sebelumnya bakal diinput dalam Jak APD. Satpol PP selama ini menulis data pelanggar perorangan, mulai dari nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Sementara data pelanggar badan usaha memuat jenis dan nama tempat usaha.
"Apabila ada seseorang berulang tidak menggunakan masker, ketika petugas baru mengetik NIK saja, akan muncul early warning di aplikasi yang menunjukkan bahwa ini sudah pernah ditindak maupun melanggar pada tanggal sekian dan di mana," jelas Arifin.
Jika ditemukan kasus demikian, maka petugas akan memberikan denda progresif. Besarannya disesuaikan dengan pelanggaran yang tertuang dalam Pergub 79/2020. Bergantung juga pada jenis pelanggaran dan berapa kali melakukan kesalahan sejenis.
"Tidak bisa sama lagi sanksi dendanya, dua kali lipat dari yang pertama. Kalau ketiga kali ya berarti tiga kali lipat dari yang pertama," ujarnya.
Pasal 5 mengatur sanksi bagi pelanggar penggunaan masker yang berulang satu kali akan dihukum berupa kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 120 menit atau denda administratif paling banyak Rp 500 ribu.
Warga yang melanggar berulang tiga kali dan seterusnya dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 240 menit atau denda administratif paling banyak Rp 1 juta.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI, Jhonny Simanjuntak, mewanti-wanti efektivitas Pergub PSBB Transisi. Menurut dia, aturan itu tidak cukup meningkatkan kedisiplinan warga tanpa pengawasan yang tegas.
Jhonny menganggap selama ini pemerintah DKI lemah pada aspek ketegasan dan pengawasan di lapangan. Buktinya, masih ditemukan sejumlah pelanggaran. "Personel yang mengawasi juga terbatas," kata Sekretaris Komisi E Bidang Kesra DPRD itu.
Satpol PP mencatat denda yang terkumpul dari pelanggar protokol kesehatan mencapai Rp 1,22 miliar sejak awal pelaksanaan PSBB transisi, 5 Juni-27 Juli. Angkanya melonjak naik menjadi Rp 3,41 miliar per 18 Agustus. Uang denda ini akan disetorkan ke Bank DKI sebagai penerimaan daerah Jakarta.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono telah menyarankan Gubernur Anies Baswedan mempercepat penerapan sanksi progresif. Cara ini dinilai bisa membantu memberikan efek jera pada pelanggaran protokol kesehatan.
LANI DIANA | TAUFIQ SIDDIQ | IMAM HAMDI